Statistik menunjukkan rata-rata kehadiran penonton di SPL turun dari 4.000 per pertandingan pada awal 2000-an menjadi kurang dari 1.000 pada 2022. Situasi ini mencerminkan kurangnya minat masyarakat terhadap sepakbola lokal, yang berdampak langsung pada pendapatan klub dan pengembangan pemain.
Selain itu, kebijakan liga yang membatasi jumlah tim dan terlalu bergantung pada tim-tim berbasis komunitas asing, seperti Albirex Niigata (Singapura), membuat liga ini kehilangan identitasnya. Liga yang tidak kompetitif dan kurang berkembang menghambat pembentukan pemain-pemain berkualitas untuk tim nasional.
3) Belajar dari Negara Tetangga
Di saat Singapura mengalami kemunduran, negara-negara tetangga seperti Vietnam, Thailand, dan Indonesia menunjukkan perkembangan pesat dalam sepakbola. Vietnam, misalnya, berhasil memenangkan Piala AFF 2018 dan menjadi kekuatan utama di Asia Tenggara. Keberhasilan ini tidak lepas dari pembinaan usia dini yang konsisten, investasi dalam pelatihan pelatih lokal, dan liga domestik yang kompetitif.
Thailand, dengan dominasi di Piala AFF dan prestasi klub-klubnya di level Asia, juga menunjukkan pentingnya fokus pada pengembangan pemain lokal. Sementara itu, Indonesia mulai merasakan dampak positif dari reformasi liga domestik dan peningkatan infrastruktur sepakbola.
B. Rekomendasi untuk Masa Depan
Untuk mengembalikan kejayaan sepakbola Singapura, perlu ada reformasi mendalam di berbagai aspek:
Penguatan Pembinaan Usia Dini: FAS harus mengalokasikan lebih banyak sumber daya untuk program pembinaan pemain muda. Akademi sepakbola harus dirancang agar lebih inklusif, kompetitif, dan berorientasi jangka panjang.
Revitalisasi Liga Domestik: Singapore Premier League harus direvitalisasi agar lebih menarik bagi pemain dan penonton. Penghapusan ketergantungan pada tim komunitas asing dan peningkatan daya saing antar klub lokal menjadi prioritas.
Investasi pada Pelatih Lokal: Memberikan pelatihan berkualitas kepada pelatih lokal akan membantu membangun fondasi yang kuat untuk pengembangan pemain.
Mengurangi Ketergantungan pada Naturalisasi: Kebijakan naturalisasi sebaiknya digunakan secara selektif dan hanya sebagai pelengkap, bukan solusi utama. Fokus utama tetap harus pada pengembangan pemain lokal.
Kemunduran sepakbola Singapura adalah cerminan dari kebijakan yang kurang terarah dan tidak berkelanjutan. Proyek naturalisasi yang awalnya menjanjikan kini justru memperburuk kondisi regenerasi pemain. Di sisi lain, kelemahan dalam pembinaan usia dini dan liga domestik yang kurang kompetitif semakin memperdalam krisis ini.
Singapura memiliki potensi untuk bangkit, tetapi hal ini membutuhkan komitmen yang kuat dari seluruh pemangku kepentingan---dari asosiasi sepakbola, pemerintah, hingga masyarakat. Dengan reformasi yang tepat, Singapura bukan hanya dapat kembali bersaing di Asia Tenggara, tetapi juga menjadi contoh bagi negara lain dalam pengelolaan sepakbola.
#SalamLiterasi