2. Mengkaji Kembali Efektifitas Program Perekrutan Guru Honor
Dalam praktiknya, pemerintah telah mengeluarkan Surat Edaran (SE) dari MenPAN-RB 1527 dan UU No 20 Tahun 2023 tentang Larangan bagi ASN dalam hal ini Kepala Daerah selaku Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) untuk mengangkat honorer baru.Â
Sekali lagi memang ketika kita mengkaji lebih lanjut tentan aturan tersebut, ada maksud yang baik dari pemerintah untuk setidaknya mengutamakan efisiensi dan ketepatan dalam hal penggunaan anggaran negara agar sesuai dengan formasi guru yang sudah dialokasikan. Namun masalahnya, yang terjadi di kalangan masyarakat justru berbeda. Tak diterimanya guru baru dan tak adanya perekrutan guru baru disertai dengan larangan, maka akan kembali menambah daftar para lulusan sarjana pendidikan yang tak mendapat pengalaman kerja.Â
Memang ada yang namanya perekrutan PPG pra jabatan, namun apakah itu menjamin bahwa semua lulusan sarjana pendidikan dapat mengikuti program tersebut tanpa kriteria tertentu. Hematnya, perekrutan ppg pra jabatan juga masih menyesuaikan kebutuhan dan formasi yang tersedia artinya tak semua tertampung dan tak semua dapat menikmatinya.Â
Belum lagi, apakah guru yang tak memiliki pengalaman mengajar misalnya bisa diterima dengan mudah di sekolah swasta jika di negeri saja ia sudah tak dibutuhkan karena belum tersertifikasi?Â
3. Hapuskan Program Zonasi! Haruskah seperti itu?
Tetap saja lagi-lagi masalah yang muncul adalah ketidaksesuaian antara mau kementerian dengan praktik yang sudah berjalan di bawah. Ibarat mau bos kita lain, yang dilakukan di bawahnya juga lain. Maka dari itu, penerapan zonasi sebenarnya sudah baik yakni untuk memperbaiki sebaran pemerataan kualitas akses pendidikan. Artinya mereka yang tinggal di area suatu sekolah sekarang tak lagi kesulitan mencari sekolah yang jauh karena sekolah yang terdekat saja sudah bisa diakses.Â
Namun masalahnya bukan disitu saja, ada yang namanya sekolah tiri dan sekolah kandung yang terkadang monitoring dari pemerintah juga berbeda. Misalnya sekolah-sekolah yang areanya terpencil dan di pelosok kota tak menjamin mereka mendapatkan sarana penunjang dan anggaran yang sama dengan sekolah-sekolah di tengah kota. Belum lagi, demi mengejar akses dan sarana prasarana yang lebih maju masih banyak oknum baik dari pihak sekolah, pemangku kebijakan, hingga sebagian orang tua yang dengan sengaja mendaftarkan anaknya ke sekolah yang domisilinya saja sudah tak masuk cakupan ia masuk di sekolah tersebut dengan cara mengutak-atik sistem zonasi.Â
Ditambah lagi ada pula kasus-kasus di mana beberapa sekolah menerapkan bayaran sekolah tersebut agar anaknya bisa masuk ke sekolah tersebut. Sehingga ya, ketimpangan kesejahteraan kembali terjadi justru di lingkungan guru yakni antara guru yang memiliki posisi dengan guru yang hanya sekadar mengajar.Â
4. Penyederhanaan Administrasi Guru: Mengembalikan Fokus pada Pengajaran
Salah satu keluhan utama guru di Indonesia adalah beban administratif yang terlalu besar, yang sering kali mengalihkan perhatian dari tugas utama mereka: mengajar dan mendampingi siswa. Administrasi ini mencakup berbagai bentuk laporan, dokumen, dan persyaratan formal yang harus diselesaikan secara berkala, mulai dari perencanaan pembelajaran hingga evaluasi kegiatan.