4. Pendidikan dan Kesadaran Gender yang Meningkat
  Meningkatnya akses pendidikan bagi perempuan juga memiliki pengaruh signifikan terhadap penurunan angka perkawinan. Wanita yang memiliki pendidikan tinggi cenderung lebih lama menunda pernikahan dibandingkan mereka yang berpendidikan rendah. Menurut data dari BPS, tingkat perkawinan di kalangan perempuan lulusan universitas lebih rendah dibandingkan dengan mereka yang berpendidikan menengah atau rendah.
  Dengan semakin tingginya tingkat pendidikan, kesadaran akan hak-hak individu dan kesetaraan gender pun meningkat. Wanita lebih sadar akan haknya untuk memilih kapan, dengan siapa, dan dalam kondisi apa ia ingin menikah. Kesadaran ini mendorong banyak perempuan untuk lebih selektif dalam memilih pasangan atau bahkan mempertimbangkan hidup sendiri sebagai pilihan yang valid.
 5. Pengaruh Teknologi dan Media Sosial
  Teknologi dan media sosial turut memengaruhi pandangan anak muda tentang pernikahan. Di era digital ini, informasi mengenai gaya hidup alternatif, karier, dan kisah-kisah tentang kehidupan lajang dapat diakses dengan mudah. Platform seperti Instagram, TikTok, dan YouTube menawarkan pandangan yang beragam tentang makna kebahagiaan dan kesuksesan, yang sering kali tidak berfokus pada pernikahan atau keluarga.
  Kehadiran aplikasi kencan juga memengaruhi bagaimana anak muda melihat komitmen. Banyak yang menganggap bahwa aplikasi ini memberikan fleksibilitas dalam menjalin hubungan tanpa perlu cepat-cepat menetapkan status. Survei menunjukkan bahwa penggunaan aplikasi kencan di Indonesia meningkat, terutama di kalangan usia 20-30 tahun, yang secara tidak langsung menurunkan urgensi untuk menikah cepat.
 6. Pandemi COVID-19 dan Dampaknya
  Pandemi COVID-19 juga memberikan dampak signifikan terhadap angka perkawinan di Indonesia. Banyak pasangan yang menunda pernikahan karena pembatasan sosial atau alasan ekonomi selama pandemi. Sebuah studi oleh Kementerian Agama menyebutkan bahwa pada 2020 dan 2021 terjadi penurunan angka pernikahan sekitar 15% dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Meski pandemi sudah mereda, dampaknya terhadap ekonomi dan mental masyarakat masih terasa, membuat banyak pasangan lebih berhati-hati dalam memutuskan untuk menikah.
 Upaya Pemerintah dan Prospek Masa Depan
  Pemerintah telah melakukan beberapa upaya untuk mengatasi penurunan angka perkawinan, termasuk dengan memberikan insentif bagi pasangan menikah dan meningkatkan program-program yang mendukung kestabilan ekonomi keluarga. Program KPR (Kredit Pemilikan Rumah) dengan bunga rendah bagi pasangan muda, misalnya, bertujuan untuk membantu generasi muda memiliki hunian yang terjangkau.
  Selain itu, ada pula program edukasi pranikah yang dirancang untuk memberikan wawasan kepada calon pasangan tentang pentingnya kesiapan mental dan finansial sebelum menikah. Program ini diharapkan bisa mengurangi ketakutan atau kecemasan yang sering kali menjadi alasan penundaan pernikahan.