Ajang Piala Asia dan kualifikasi Piala Dunia, khususnya di kawasan Asia, sering kali tidak lepas dari berbagai kontroversi. Beberapa di antaranya berkaitan dengan indikasi kecurangan yang dituding dilakukan oleh negara-negara Timur Tengah. Di bawah naungan Asian Football Confederation (AFC), organisasi sepak bola terbesar di Asia ini telah beberapa kali diwarnai oleh kasus-kasus yang melibatkan tindakan tidak fair, baik di dalam maupun di luar lapangan. Indikasi kecurangan ini mencakup berbagai bentuk, seperti pemanfaatan naturalisasi pemain secara tidak etis, pengaturan skor, hingga manipulasi peraturan yang sering kali merugikan tim-tim lain.
1. AFC dan Perannya dalam Kompetisi Sepak Bola Asia
AFC, sebagai badan pengatur sepak bola di Asia, memiliki tanggung jawab besar dalam mengatur kompetisi-kompetisi penting seperti Piala Asia dan kualifikasi Piala Dunia. Tujuannya adalah memastikan kompetisi berjalan secara fair dan transparan, dengan memberikan peluang yang adil bagi semua negara anggota. Namun, dalam praktiknya, sejumlah masalah muncul terkait bagaimana negara-negara Timur Tengah memanfaatkan celah dalam peraturan untuk memperoleh keuntungan yang tidak wajar.
Sejak beberapa dekade terakhir, banyak kritik dilontarkan terhadap AFC terkait pengelolaan turnamen yang dianggap kurang ketat dalam menindak indikasi kecurangan. Hal ini berkontribusi pada munculnya kontroversi dalam setiap turnamen besar yang diadakan di bawah naungan AFC. Di antara negara-negara yang sering disorot adalah Arab Saudi, Qatar, Uni Emirat Arab (UEA), dan Iran, yang secara historis memiliki pengaruh kuat dalam sepak bola Asia dan sering kali dituduh melakukan berbagai taktik yang dianggap curang.
2. Naturalisasi Pemain: Taktik Legal yang Mengundang Kontroversi
Salah satu isu terbesar yang kerap menjadi sorotan adalah praktik naturalisasi pemain yang dilakukan oleh beberapa negara di Timur Tengah. Beberapa negara memanfaatkan peraturan naturalisasi untuk merekrut pemain asing, yang diakui secara sah oleh FIFA, namun sering kali dianggap tidak etis oleh publik sepak bola. Negara seperti Qatar, misalnya, telah dikenal secara luas karena sering menaturalisasi pemain dari Afrika dan Amerika Selatan untuk memperkuat tim nasionalnya.
FIFA dan AFC mengizinkan naturalisasi jika pemain memenuhi persyaratan tinggal di negara baru selama lima tahun berturut-turut, atau jika pemain memiliki hubungan darah dengan negara yang diwakilinya. Namun, ada indikasi bahwa beberapa negara Timur Tengah memanfaatkan celah dalam aturan ini dengan memberikan kewarganegaraan kepada pemain yang sebenarnya tidak memiliki keterikatan emosional atau budaya dengan negara tersebut. Hal ini memicu kritik, karena seolah-olah mereka membeli kesuksesan dengan mengimpor talenta dari luar daripada membangun sepak bola lokal.
Sebagai contoh, Qatar secara sistematis menaturalisasi pemain dari Afrika dan Amerika Selatan untuk memperkuat tim nasional mereka menjelang Piala Dunia 2022, yang digelar di negara tersebut. Strategi ini memang membantu mereka menjadi juara Piala Asia 2019, tetapi banyak pihak menilai bahwa keberhasilan tersebut dicapai dengan cara yang kurang sportif. Praktik ini mengundang kecaman, terutama dari negara-negara yang mengandalkan pemain asli tanpa proses naturalisasi besar-besaran.
3. Pengaturan Skor dan Manipulasi Wasit
Selain naturalisasi pemain, isu pengaturan skor juga sering kali membayangi sepak bola di kawasan Asia, terutama di ajang kualifikasi Piala Dunia dan Piala Asia. Indikasi pengaturan skor menjadi salah satu kontroversi besar yang melibatkan negara-negara Timur Tengah, dengan dugaan adanya keterlibatan pihak-pihak yang mencoba memengaruhi hasil pertandingan melalui wasit atau pejabat pertandingan lainnya.