Pendidikan adalah salah satu pilar penting dalam pembangunan suatu negara. Oleh karena itu, perdebatan tentang kurikulum pendidikan sering kali menjadi topik yang hangat dibahas. Salah satu isu yang sedang ramai dibicarakan adalah perlukah Kurikulum Merdeka—yang belum lama diterapkan di Indonesia—diganti lagi dengan kurikulum baru? Untuk menjawab pertanyaan ini, kita perlu menelaah lebih dalam tentang konsep Kurikulum Merdeka, dampaknya terhadap dunia pendidikan, serta pandangan dari para ahli.
Apa Itu Kurikulum Merdeka?
Kurikulum Merdeka mulai diterapkan pada tahun 2021 oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) dengan tujuan utama memberikan kebebasan lebih kepada guru dan siswa dalam proses pembelajaran. Berbeda dari kurikulum sebelumnya yang cenderung kaku dan berbasis pada target pencapaian akademik tertentu, Kurikulum Merdeka menekankan pada pengembangan potensi individu siswa, serta memberikan fleksibilitas dalam metode pembelajaran yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi di setiap sekolah.
Nadiem Makarim, Menteri Pendidikan Indonesia, menyatakan bahwa Kurikulum Merdeka merupakan respons terhadap tantangan pendidikan di masa pandemi yang memperlihatkan kesenjangan antara sekolah-sekolah yang memiliki akses teknologi dan yang tidak. Kurikulum ini juga mendorong keterlibatan aktif siswa dalam proses pembelajaran, memfasilitasi guru untuk lebih kreatif, serta memberikan kesempatan lebih luas kepada siswa untuk mengembangkan soft skills seperti pemikiran kritis dan kemampuan beradaptasi.
Dampak Kurikulum Merdeka
Beberapa studi awal tentang penerapan Kurikulum Merdeka menunjukkan hasil yang beragam. Di satu sisi, banyak sekolah yang merasa terbantu dengan fleksibilitas yang diberikan. Guru dapat menyesuaikan bahan ajar dengan kondisi lokal dan kebutuhan siswa, sementara siswa diberikan kesempatan untuk belajar secara lebih mendalam dalam bidang yang mereka minati. Kurikulum ini juga membuka jalan untuk pembelajaran berbasis proyek yang memungkinkan siswa mengasah keterampilan praktis.
Namun, ada juga sejumlah tantangan yang dihadapi dalam penerapannya. Di banyak daerah, terutama di wilayah pedesaan yang infrastrukturnya terbatas, guru sering kali tidak memiliki sumber daya atau pelatihan yang memadai untuk melaksanakan metode yang lebih fleksibel dan interaktif seperti yang diamanatkan Kurikulum Merdeka. Selain itu, beberapa orang tua dan tenaga pendidik masih terbiasa dengan pendekatan lama yang berorientasi pada ujian dan target pencapaian akademik. Ini menyebabkan adanya resistensi terhadap perubahan metode pembelajaran yang lebih inovatif.
Argumen untuk Mengganti Kurikulum Merdeka
Banyak pihak yang merasa bahwa meskipun Kurikulum Merdeka memiliki konsep yang menarik, implementasinya masih jauh dari kata sempurna. Beberapa ahli pendidikan mengkhawatirkan bahwa kurikulum ini mungkin terlalu idealis untuk diterapkan di semua sekolah di Indonesia, mengingat perbedaan signifikan dalam kualitas infrastruktur dan kesiapan tenaga pengajar.
Dr. Agus Mulyono, seorang ahli pendidikan dari Universitas Pendidikan Indonesia, berpendapat bahwa Indonesia memerlukan kurikulum yang lebih konsisten dan terukur. “Kurikulum Merdeka memberikan kebebasan yang terlalu luas tanpa standar yang jelas. Hal ini bisa menyebabkan disparitas pendidikan antara sekolah-sekolah yang maju dan yang tertinggal menjadi semakin besar,” ujarnya. Dr. Agus juga menyoroti bahwa dalam jangka panjang, jika perubahan kurikulum dilakukan terus-menerus, hal ini bisa menimbulkan kebingungan di kalangan siswa, guru, dan orang tua.