Mohon tunggu...
Ardi Bagus Prasetyo
Ardi Bagus Prasetyo Mohon Tunggu... Guru - Praktisi Pendidikan

Seorang Pengajar dan Penulis lepas yang lulus dari kampung Long Iram Kabupaten Kutai Barat. Gamers, Pendidikan, Sepakbola, Sastra, dan Politik

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Diatas Ngomong Apa, Dibawah Nangkapnya Apa! Hiruk Pikuk Persoalan Dunia Pendidikan Saat Ini

24 September 2024   22:36 Diperbarui: 24 September 2024   22:43 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dunia pendidikan di Indonesia sedang mengalami dinamika yang kompleks. Dalam teori, para pembuat kebijakan pendidikan berusaha untuk memberikan yang terbaik bagi generasi muda, dengan berbagai program yang dianggap inovatif dan relevan dengan tantangan zaman. Namun, kenyataan di lapangan sering kali berbeda. Ada kesenjangan antara apa yang direncanakan di atas dan bagaimana hal itu diterima serta diterapkan di bawah. Inilah fenomena yang sering disebut sebagai "di atas ngomong apa, di bawah nangkapnya apa," yang mencerminkan kesenjangan antara kebijakan pendidikan dan realitas di lapangan.

Kebijakan Kurikulum yang Terus Berubah

Salah satu contoh yang paling mencolok dari fenomena ini adalah kebijakan kurikulum. Dalam beberapa dekade terakhir, Indonesia telah mengalami beberapa kali perubahan kurikulum, mulai dari Kurikulum 1994, Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), hingga Kurikulum 2013 yang sampai saat ini masih terus disempurnakan. Di atas kertas, perubahan kurikulum ini dirancang untuk meningkatkan mutu pendidikan, menyesuaikan dengan perkembangan zaman, dan menghasilkan lulusan yang siap bersaing di era globalisasi.

Namun, kenyataannya di lapangan, para guru dan siswa sering kali merasa kebingungan. Kurikulum yang terus berubah menuntut guru untuk terus beradaptasi dengan metode pengajaran yang berbeda-beda. Sayangnya, tidak semua guru memiliki kesempatan atau akses untuk mengikuti pelatihan yang memadai. Akibatnya, banyak dari mereka yang akhirnya mengajar dengan metode lama yang mereka sudah kuasai, meskipun sebenarnya sudah tidak sesuai lagi dengan tuntutan kurikulum terbaru. Hal ini membuat tujuan kurikulum yang diinginkan di atas tidak sepenuhnya tercapai di bawah.

Teknologi dalam Pendidikan: Solusi atau Tantangan Baru?

Penerapan teknologi dalam pendidikan menjadi salah satu wacana besar dalam beberapa tahun terakhir. Pemerintah telah berupaya untuk memperluas akses teknologi melalui berbagai program seperti penyediaan perangkat keras dan jaringan internet di sekolah-sekolah, terutama di daerah terpencil. Dalam situasi pandemi COVID-19, teknologi bahkan menjadi satu-satunya jembatan antara siswa dan guru untuk tetap melanjutkan proses belajar mengajar melalui sistem daring.

Namun, kembali lagi, di lapangan, penerapan teknologi ini tidak berjalan mulus. Di kota-kota besar, mungkin penggunaan teknologi sudah cukup baik dengan adanya fasilitas yang memadai. Namun di daerah terpencil, masih banyak sekolah yang kesulitan mengakses internet, apalagi menggunakan teknologi canggih dalam proses belajar. Ketimpangan ini menimbulkan pertanyaan: apakah penerapan teknologi dalam pendidikan benar-benar bisa menjadi solusi, atau malah menambah tantangan baru?

Di satu sisi, para pembuat kebijakan di tingkat nasional mungkin berpikir bahwa dengan memberikan akses teknologi, masalah pendidikan akan terselesaikan. Tetapi di lapangan, guru, siswa, dan orang tua di daerah-daerah dengan keterbatasan infrastruktur merasa kebijakan tersebut tidak sepenuhnya relevan dengan kondisi mereka. Akhirnya, mereka harus mencari cara lain untuk tetap menjalankan proses pendidikan dengan segala keterbatasan yang ada.

Kesenjangan Kualitas Pendidikan antara Daerah dan Kota

Masalah kesenjangan kualitas pendidikan antara daerah dan kota bukanlah hal baru. Dari segi fasilitas, kualitas tenaga pengajar, hingga akses terhadap sumber daya pendidikan, daerah-daerah terpencil sering kali tertinggal jauh dibandingkan dengan kota-kota besar. Ironisnya, meskipun berbagai program telah digulirkan untuk mengatasi kesenjangan ini, seperti program Guru Garis Depan (GGD) atau program distribusi buku gratis, masalah kesenjangan tetap sulit diatasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun