Mohon tunggu...
Ardi Bagus Prasetyo
Ardi Bagus Prasetyo Mohon Tunggu... Guru - Praktisi Pendidikan

Seorang Pengajar dan Penulis lepas yang lulus dari kampung Long Iram Kabupaten Kutai Barat. Gamers, Pendidikan, Sepakbola, Sastra, dan Politik

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Masifnya Pembukaan Lahan Tambang di Indonesia, Berkah atau Musibah?

19 September 2024   23:00 Diperbarui: 19 September 2024   23:03 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(mongabay.co.id)
(mongabay.co.id)

Fenomena pembukaan lahan tambang yang semakin masif di Indonesia mencerminkan peningkatan kebutuhan ekonomi terhadap eksploitasi sumber daya alam, terutama untuk memenuhi permintaan global akan batu bara, nikel, dan logam mulia. Aktivitas ini tidak hanya terjadi di wilayah-wilayah kaya sumber daya seperti Kalimantan, Sumatera, dan Papua, tetapi juga merambah ke kawasan hutan hujan tropis yang memiliki keanekaragaman hayati tinggi.

 Pembukaan lahan secara besar-besaran ini sering kali dilakukan dengan metode yang merusak lingkungan, seperti penebangan hutan secara tidak terkendali dan penggunaan alat berat yang menghancurkan ekosistem. Di balik dorongan ekonomi ini, terdapat dampak negatif yang signifikan terhadap lingkungan, termasuk kerusakan habitat, polusi air, dan peningkatan emisi karbon. Konflik sosial juga kerap muncul, terutama dengan masyarakat adat yang tergantung pada hutan untuk kehidupan sehari-hari mereka. Fenomena ini menggambarkan tantangan serius dalam upaya menjaga keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan kelestarian lingkungan.

Pada tahun 2023, lahan tambang di Indonesia mencakup sekitar 10 juta hektare, dengan sebagian besar dikelola oleh perusahaan besar. Beberapa di antaranya adalah perusahaan milik negara seperti PT Timah, yang menguasai 487.516 hektare lahan, dan PT Aneka Tambang (Antam) dengan 454.885 hektare. Selain itu, beberapa perusahaan swasta besar juga memiliki lahan tambang yang signifikan, seperti Adaro dengan 307.949 hektare, dan Bumi Resources yang menguasai 257.237 hektare.

Selain itu, pada tahun 2023, Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara mencatat bahwa 7.920,77 hektare lahan bekas tambang telah direklamasi, melebihi target yang ditetapkan yaitu 7.075 hektare. Proses reklamasi ini penting untuk memulihkan lahan pasca-pertambangan agar dapat digunakan kembali secara produktif atau mendekati kondisi alaminya.

Kementerian ESDM juga mencatatkan bahwa realisasi produksi batu bara pada tahun 2023 mencapai 775,2 juta ton, dengan pemanfaatan dalam negeri sebesar 213 juta ton. (Badan Pusat Statistik 2023)

Lebih lanjut, jika kita melihat dari jumlah hasil produksi tambang di Indonesia hingga tahun 2023,  jumlah tambang di Indonesia mengalami pertumbuhan yang signifikan, terutama dalam produksi dan pemanfaatan mineral serta batubara. Produksi batubara Indonesia pada 2023 mencapai 775 juta ton, melampaui target 695 juta ton. 

Dari jumlah tersebut, 213 juta ton dialokasikan untuk kebutuhan dalam negeri (Domestic Market Obligation/DMO), sementara sisanya diekspor. Pertumbuhan ini sebagian didorong oleh peningkatan permintaan dalam negeri, terutama dari sektor pembangkit listrik tenaga uap (PLTU).

Untuk sektor mineral, produksi komoditas seperti emas mencapai 83 ton, timah 67,6 ribu ton, dan ferronikel 535,2 ribu ton. Investasi di sektor tambang pada 2023 mencapai USD 7,46 miliar, mendekati target USD 7,7 miliar (ESDM)

Berdasarkan paparan data mengenai tambang di Indonesia, tidak mengherankan bahwa iming-iming keuntungan besar dari produksi lahan tambang menjadi daya tarik tersendiri bagi sebagian kelompok masyarakat maupun penguasa. Kegiatan tambang, baik yang legal maupun ilegal, memberikan potensi keuntungan ekonomi yang besar, terutama di sektor batu bara, nikel, dan emas yang sangat diminati di pasar global. Namun, fenomena ini sering kali diwarnai oleh pelanggaran hukum, eksploitasi sumber daya alam secara berlebihan, dan konflik dengan masyarakat lokal. Iming-iming pendapatan yang tinggi juga mendorong banyak pihak untuk terlibat dalam tambang ilegal, meskipun mereka menyadari risiko lingkungan dan sosial yang ditimbulkannya.

Keuntungan besar ini juga menarik minat oknum-oknum penguasa, yang mungkin terlibat dalam pemberian izin pertambangan secara tidak transparan. Dalam beberapa kasus, kolusi antara pihak swasta dan pejabat pemerintah menjadi penyebab sulitnya memberantas tambang ilegal, karena adanya kepentingan ekonomi di balik kegiatan tersebut.

Masifnya Pembukaan Lahan Tambang di Indonesia, Musibah atau Berkah?

Fenomena masifnya pembukaan lahan tambang di Indonesia memicu perdebatan tajam antara dua sudut pandang yang saling bertolak belakang: apakah ini merupakan sebuah musibah atau berkah. Di satu sisi, keberadaan tambang membawa keuntungan ekonomi yang besar, baik dalam bentuk penyerapan tenaga kerja, peningkatan pendapatan daerah, maupun kontribusi terhadap ekspor nasional. 

Komoditas seperti batu bara, nikel, dan emas menjadi sumber daya vital yang menopang perekonomian, terutama di wilayah-wilayah seperti Kalimantan dan Papua, di mana industri pertambangan menjadi tulang punggung ekonomi lokal.

Namun, dari perspektif lingkungan dan sosial, pembukaan lahan tambang secara masif sering dianggap sebagai musibah. Dampak negatif seperti deforestasi, pencemaran air, dan hilangnya habitat satwa liar menjadi ancaman besar bagi ekosistem yang rapuh. Tambang ilegal juga memperparah situasi ini, dengan kurangnya pengawasan serta praktik pertambangan yang tidak memperhatikan kelestarian lingkungan.

Konflik sosial juga kerap muncul, terutama antara perusahaan tambang dan masyarakat adat yang merasa lahan mereka diambil secara sepihak. Dalam skala yang lebih besar, tantangan utama adalah bagaimana memaksimalkan manfaat ekonomi dari sektor tambang tanpa mengorbankan lingkungan dan hak-hak masyarakat setempat. Ini membutuhkan kebijakan yang tegas, pengawasan yang ketat, dan praktik pertambangan yang berkelanjutan. Jadi, apakah ini menjadi berkah atau musibah sangat bergantung pada bagaimana pengelolaannya ke depan.

Kekhawatiran-Kekhawatiran Masyarakat terkait Masifnya Pembukaan Lahan Tambang di Indonesia

Kekhawatiran masyarakat terkait masifnya pembukaan lahan tambang di Indonesia sangat bervariasi, mencakup isu lingkungan, sosial, dan ekonomi. Berikut adalah beberapa kekhawatiran utama yang sering disuarakan:

  1. Kerusakan Lingkungan: Salah satu kekhawatiran terbesar adalah kerusakan alam yang ditimbulkan oleh aktivitas tambang. Pembukaan lahan untuk tambang sering kali menyebabkan deforestasi, hilangnya keanekaragaman hayati, dan degradasi tanah. Polusi air dari limbah tambang juga menjadi masalah serius, terutama di wilayah sekitar tambang, di mana sungai dan sumber air terkontaminasi. Hal ini mempengaruhi kehidupan masyarakat yang bergantung pada sumber daya alam lokal.

  2. Dampak Sosial: Aktivitas tambang sering menimbulkan konflik dengan masyarakat lokal, terutama dengan masyarakat adat yang lahannya diambil alih tanpa persetujuan yang memadai. Tambang ilegal menambah kompleksitas masalah ini, dengan perampasan lahan, pelanggaran hak asasi manusia, dan pengabaian terhadap kesejahteraan masyarakat setempat. Hilangnya lahan pertanian dan hutan sebagai sumber mata pencaharian tradisional juga menjadi sumber ketegangan.

  3. Ketidakpastian Ekonomi Jangka Panjang: Meskipun tambang dapat memberikan keuntungan ekonomi jangka pendek, masyarakat khawatir bahwa ketergantungan berlebihan pada tambang dapat menyebabkan ketidakstabilan ekonomi jangka panjang, terutama jika sumber daya alam tersebut habis atau harga komoditas anjlok. Hal ini diperburuk oleh ketidakadilan distribusi keuntungan dari sektor tambang, di mana banyak komunitas lokal merasa tidak mendapatkan manfaat yang adil.

  4. Dampak pada Perubahan Iklim: Pembukaan lahan tambang juga menyumbang terhadap emisi gas rumah kaca melalui deforestasi dan proses penambangan yang intensif energi. Masyarakat yang peduli terhadap perubahan iklim semakin khawatir bahwa ekspansi tambang, terutama batu bara, bertentangan dengan upaya global untuk mengurangi emisi dan dampak perubahan iklim.

Kekhawatiran-kekhawatiran ini mendorong seruan untuk peningkatan regulasi, transparansi, serta penerapan praktik pertambangan yang lebih berkelanjutan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun