Politik dinasti adalah fenomena di mana kekuasaan politik dikendalikan oleh satu keluarga atau keturunan dalam jangka waktu yang panjang. Menurut beberapa ahli, politik dinasti sering kali merujuk pada praktik di mana posisi politik atau jabatan pemerintahan diwariskan dari satu anggota keluarga kepada anggota keluarga lainnya, tanpa mempertimbangkan kompetensi atau kemampuan individu tersebut.Â
Hal ini dianggap sebagai bentuk nepotisme dan bertentangan dengan prinsip demokrasi yang mengedepankan kesetaraan dan meritokrasi. William R. Liddle mengungkapkan bahwa politik dinasti bisa melemahkan institusi demokrasi karena konsentrasi kekuasaan di tangan segelintir orang, sementara Edward Aspinall berpendapat bahwa politik dinasti cenderung menghambat munculnya pemimpin-pemimpin baru yang lebih kompeten. Kedua ahli ini menekankan bahwa praktik politik dinasti dapat memperkuat kekuasaan kelompok tertentu dan mengurangi dinamika politik yang sehat dalam suatu negara.Â
Fenomena politik dinasti di Indonesia telah menjadi perhatian serius dalam beberapa tahun terakhir. Beberapa keluarga politik yang telah lama berkuasa terus mempertahankan posisi mereka dalam struktur pemerintahan, baik di tingkat nasional maupun daerah. Fenomena ini terlihat jelas dalam pemilihan kepala daerah (pilkada) di mana anggota keluarga dari pejabat yang sedang menjabat sering mencalonkan diri untuk menggantikan posisi tersebut, atau bahkan untuk menduduki posisi lain yang penting.
Salah satu contoh nyata adalah banyaknya anak, istri, atau kerabat dekat pejabat yang mencalonkan diri dan sering kali berhasil memenangkan pemilihan, baik melalui pengaruh politik keluarga, jaringan yang kuat, maupun sumber daya finansial yang besar. Contoh yang sering disebutkan adalah keluarga besar di berbagai daerah yang memiliki posisi strategis dalam pemerintahan selama beberapa dekade.
Kritik terhadap fenomena ini mencakup kekhawatiran tentang penurunan kualitas kepemimpinan, minimnya regenerasi politik, dan potensi terjadinya korupsi dan kolusi. Di sisi lain, ada yang berpendapat bahwa politik dinasti merupakan bagian dari realitas politik di Indonesia, di mana hubungan patron-klien dan jaringan sosial memainkan peran penting dalam keberhasilan politik.
Namun, peningkatan kesadaran masyarakat dan tekanan untuk reformasi demokrasi mendorong diskusi tentang pentingnya meritokrasi dan kompetensi dalam memilih pemimpin, serta perlunya regulasi yang lebih ketat untuk membatasi praktik politik dinasti agar tidak menghambat perkembangan demokrasi di Indonesia.
Lebih lanjut praktik politik dinasti nyatanya semakin berkembang di Indonesia, terutama di tingkat daerah, dan menjadi perhatian serius. Data dari Katadata.com menunjukkan bahwa, praktik ini terus meningkat seiring waktu. Misalnya, dari tahun 2005 hingga 2014, ada 60 kasus dinasti politik yang teridentifikasi. Angka ini meningkat menjadi 117 kasus antara 2015 dan 2018, dan mencapai 175 kasus pada Pilkada serentak 2020.
Fenomena ini tidak hanya terbatas pada dinasti politik lokal, tetapi juga melibatkan keluarga elit politik nasional, seperti keluarga Presiden Joko Widodo. Anak-anak dan menantunya, seperti Gibran Rakabuming dan Bobby Nasution, juga terjun ke dunia politik, memperkuat kesan bahwa dinasti politik semakin mengakar di Indonesia.
Kondisi ini memunculkan kekhawatiran tentang dampaknya terhadap demokrasi, karena politik dinasti cenderung mengurangi kompetisi politik yang sehat dan dapat memperpanjang praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Lantas, apa yang bisa kita lakukan sebagai masyarakat awam untuk menyadari bahwa praktik politik dinasti itu buruk bagi perkembangan Indonesia khususnya sebagai negara demokrasi?
Sebagai masyarakat awam, ada beberapa langkah yang bisa kita ambil untuk menyadari dan mengatasi dampak buruk dari praktik politik dinasti, terutama dalam konteks perkembangan demokrasi di Indonesia:
1. Pendidikan Politik: Menjadi lebih sadar dan paham tentang apa itu politik dinasti dan bagaimana dampaknya terhadap demokrasi sangat penting. Membaca, berdiskusi, dan mengikuti berita politik dari sumber yang kredibel dapat membantu kita memahami mengapa politik dinasti cenderung merugikan masyarakat. Pendidikan politik yang baik akan memungkinkan masyarakat untuk mengidentifikasi dan menolak praktik-praktik yang tidak sehat dalam politik.