Di zaman dulu, guru sering kali dipandang sebagai sosok otoritas yang memiliki pengetahuan mutlak dan tak terbantahkan. Guru dianggap sebagai sumber utama ilmu pengetahuan, dan peran mereka lebih menekankan pada transmisi informasi secara satu arah dari guru ke murid.Â
Sistem mengajar yang berlaku pada masa itu cenderung bersifat kaku dan didominasi oleh metode ceramah atau pengajaran langsung, di mana murid-murid diharapkan untuk mendengarkan, menghafal, dan mematuhi instruksi tanpa banyak pertanyaan. Kurikulum biasanya bersifat tetap, dengan sedikit ruang untuk eksplorasi atau pemikiran kritis dari siswa.Â
Selain itu, pendidikan di masa lalu sering kali difokuskan pada pembentukan disiplin dan karakter, dengan hukuman fisik tidak jarang digunakan sebagai alat untuk menjaga ketertiban dan ketaatan di dalam kelas. Guru dianggap sebagai figur yang dihormati dan ditakuti, dan proses belajar mengajar lebih menekankan pada kepatuhan dan penghormatan terhadap otoritas, daripada keterlibatan aktif siswa dalam pembelajaran.Â
Guru di zaman dulu menghadapi berbagai problematika dan tantangan yang cukup kompleks dalam menjalankan tugas mereka. Beberapa tantangan utama yang kerap dialami oleh guru di masa itu antara lain:
Keterbatasan Sumber Daya: Guru sering kali bekerja dengan sumber daya yang sangat terbatas. Buku pelajaran, alat bantu mengajar, dan fasilitas pendidikan seperti ruang kelas yang memadai sering kali tidak tersedia. Hal ini membuat proses mengajar menjadi lebih sulit dan kurang efektif.
Metode Pengajaran yang Kaku: Sistem pengajaran yang berlaku cenderung kaku dan terpusat pada guru, tanpa memberikan banyak ruang untuk inovasi atau adaptasi metode pengajaran sesuai dengan kebutuhan siswa. Guru diharapkan untuk mengikuti kurikulum yang ketat dan mengandalkan metode ceramah sebagai alat utama pengajaran, yang kadang-kadang membuat proses belajar menjadi monoton dan kurang menarik bagi siswa.
Penghargaan Sosial yang Rendah: Meskipun guru dihormati, sering kali mereka tidak mendapatkan penghargaan yang layak secara finansial atau sosial. Gaji yang rendah dan kurangnya dukungan dari masyarakat maupun pemerintah membuat profesi guru kurang diminati dan menimbulkan tantangan dalam meningkatkan kualitas pendidikan.
Kurangnya Pelatihan dan Pengembangan Profesional: Di masa lalu, kesempatan untuk pelatihan lanjutan atau pengembangan profesional bagi guru sangat terbatas. Banyak guru harus mengandalkan pengetahuan dan keterampilan yang mereka miliki saat pertama kali mulai mengajar, tanpa ada kesempatan untuk memperbarui atau memperdalam pemahaman mereka seiring perkembangan zaman.
Disiplin dan Otoritas yang Menekan: Guru sering kali dihadapkan pada tekanan untuk menjaga disiplin di kelas melalui metode otoriter. Penggunaan hukuman fisik sebagai alat disiplin menciptakan suasana belajar yang tegang dan menekan, baik bagi guru maupun siswa. Hal ini juga bisa menimbulkan dilema moral bagi guru yang merasa harus menegakkan disiplin tetapi tidak nyaman dengan metode yang keras.
Tuntutan Administratif yang Berat: Selain mengajar, guru di masa lalu sering kali dibebani dengan tugas administratif yang berat, seperti pencatatan kehadiran, penilaian, dan laporan kepada pihak sekolah atau pemerintah. Tugas-tugas ini menyita waktu dan energi yang seharusnya dapat digunakan untuk persiapan mengajar dan pembelajaran siswa.
Tantangan-tantangan ini menunjukkan bahwa meskipun guru di masa lalu memiliki peran yang sangat penting dalam pendidikan, mereka juga menghadapi banyak kesulitan dalam menjalankan tanggung jawab mereka, yang sering kali membatasi kemampuan mereka untuk memberikan pendidikan yang optimal kepada siswa.