Mohon tunggu...
Ardi Bagus Prasetyo
Ardi Bagus Prasetyo Mohon Tunggu... Guru - Praktisi Pendidikan

Seorang Pengajar dan Penulis lepas yang lulus dari kampung Long Iram Kabupaten Kutai Barat. Gamers, Pendidikan, Sepakbola, Sastra, dan Politik

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Nestapa Pendidikan Antikorupsi, Digalakkan untuk Anak Sekolah Dasar tapi Mentah untuk Kalangan Pejabat Besar

9 Agustus 2024   08:10 Diperbarui: 9 Agustus 2024   08:10 217
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(https://manternate.sch.id/blog/)

Ngomong Enak, Giliran Praktik Payah!

(https://dpk.kepriprov.go.id/)
(https://dpk.kepriprov.go.id/)

Dalam praktiknya tentu kita

Pendidikan anti korupsi di sekolah dapat berjalan dengan baik dan efektif dalam menanamkan nilai-nilai kejujuran dan integritas pada generasi muda. Namun, ketika pendidikan ini tampaknya gagal di kalangan pejabat besar, ada beberapa faktor yang bisa menjadi penyebabnya:

  1. Budaya dan Lingkungan Kerja: Budaya organisasi dan lingkungan kerja yang tidak mendukung nilai-nilai anti korupsi dapat menjadi kendala utama. Jika lingkungan kerja cenderung permisif terhadap korupsi, pejabat yang awalnya memiliki integritas tinggi pun bisa tergoda untuk terlibat dalam praktik korupsi.

  2. Ketidakadilan dan Impunitas: Ketika pelaku korupsi, terutama yang memiliki kekuasaan dan pengaruh, tidak mendapatkan hukuman yang setimpal, hal ini bisa mengirim pesan bahwa korupsi adalah tindakan yang dapat ditoleransi. Kurangnya penegakan hukum yang adil dan transparan dapat melemahkan efek pendidikan anti korupsi.

  3. Tekanan Sosial dan Ekonomi: Tekanan untuk memenuhi kebutuhan hidup, gaya hidup yang tinggi, atau tuntutan sosial tertentu dapat membuat pejabat terlibat dalam korupsi. Bahkan mereka yang telah menerima pendidikan anti korupsi bisa terpengaruh oleh tekanan eksternal ini.

  4. Kekuasaan dan Kewenangan yang Tidak Terawasi: Kekuasaan yang besar tanpa pengawasan yang memadai dapat menjadi penyebab korupsi. Pejabat dengan kekuasaan besar dan tanpa mekanisme akuntabilitas yang ketat cenderung lebih rentan terhadap korupsi.

  5. Kurangnya Role Model Positif: Ketika pejabat senior atau tokoh publik yang seharusnya menjadi teladan justru terlibat dalam korupsi, hal ini bisa merusak upaya pendidikan anti korupsi. Anak-anak dan masyarakat membutuhkan panutan yang dapat mereka tiru.

  6. Kekurangan dalam Sistem Pendidikan: Meskipun pendidikan anti korupsi diberikan di sekolah, jika pendekatannya tidak efektif atau tidak mencakup aspek praktis, maka pengaruhnya bisa terbatas. Pendidikan harus bersifat holistik, tidak hanya memberikan teori tetapi juga membangun keterampilan praktis dan sikap kritis terhadap korupsi.

Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan pendekatan yang lebih komprehensif dan terintegrasi, termasuk:

  • Peningkatan Penegakan Hukum: Memastikan bahwa hukum diterapkan secara adil dan tegas tanpa pandang bulu.
  • Pengawasan dan Akuntabilitas yang Kuat: Meningkatkan mekanisme pengawasan dan akuntabilitas dalam pemerintahan dan organisasi.
  • Role Model yang Baik: Mempromosikan tokoh-tokoh yang memiliki integritas tinggi sebagai panutan.
  • Lingkungan Kerja yang Mendukung: Menciptakan budaya organisasi yang mendukung nilai-nilai kejujuran dan integritas.
  • Pendidikan Berkelanjutan: Menyediakan pendidikan anti korupsi yang berkelanjutan dan terintegrasi dalam berbagai aspek kehidupan, tidak hanya di sekolah tetapi juga di tempat kerja dan masyarakat luas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun