Beban Kerja yang Berat: Guru honorer sering kali harus mengajar banyak kelas dengan jumlah siswa yang besar, namun tidak mendapatkan dukungan dan fasilitas yang memadai untuk melaksanakan tugas mereka dengan efektif. Beban kerja yang berat ini bisa mengurangi kualitas pengajaran dan berdampak negatif pada kesejahteraan mereka.
Kurangnya Akses terhadap Pelatihan dan Pengembangan Profesional: Banyak guru honorer yang tidak memiliki akses yang memadai terhadap pelatihan dan pengembangan profesional. Hal ini membatasi kemampuan mereka untuk meningkatkan keterampilan dan pengetahuan mereka, yang sangat penting untuk memenuhi tuntutan kurikulum yang terus berkembang dan kebutuhan siswa.
Stigma dan Diskriminasi: Guru honorer sering kali menghadapi stigma dan diskriminasi dalam lingkungan kerja. Mereka mungkin dianggap kurang kompeten atau tidak sebaik guru tetap, meskipun mereka bekerja keras dan berkomitmen untuk mencerdaskan anak bangsa. Stigma ini dapat menurunkan motivasi dan rasa percaya diri mereka.
Ketidakjelasan Kebijakan Pengangkatan: Meskipun ada upaya dari pemerintah untuk mengangkat guru honorer menjadi ASN atau PPPK, prosesnya sering kali tidak transparan dan penuh ketidakpastian. Banyak guru honorer yang merasa bingung dan tidak tahu bagaimana cara untuk dapat diangkat menjadi pegawai tetap.
Kondisi ini tidak hanya berdampak negatif pada kesejahteraan guru honorer, tetapi juga pada kualitas pendidikan di Indonesia secara keseluruhan. Guru yang tidak sejahtera dan tidak mendapatkan dukungan yang layak cenderung kurang termotivasi, yang pada akhirnya dapat mempengaruhi proses belajar mengajar dan prestasi siswa. Oleh karena itu, perlu adanya perhatian lebih dari pemerintah dan berbagai pihak terkait untuk memperbaiki kesejahteraan dan kondisi kerja guru honorer demi meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.
#SalamLiterasi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H