Bercita-cita menjadi guru, mendapatkan tempat dan sarana kerja yang berkualitas. Didukung dengan rekan kerja yang kooperatif dan tidak toxic, punya atasan yang royal dan mau memerhatikan kesejahteraan bawahan apalagi mereka yang masih dalam status honor, dan yang paling penting memiliki penghasilan yang besar dengan pengembangan karir yang terjamin dan berkualitas nampaknya akan menjadi hal hebat yang bisa dicapai seseorang jika ia hidup di Amerika Serikat atau Finlandia. Namun jika di Indonesia, jangan pernah bermimpi demikian ya!
Guru honorer di Indonesia menghadapi berbagai problematika yang kompleks dan beragam. Salah satu tantangan utama adalah rendahnya tingkat kesejahteraan. Gaji yang diterima guru honorer sering kali jauh di bawah upah minimum regional dan tidak sebanding dengan beban kerja yang mereka tanggung. Selain itu, banyak guru honorer yang tidak mendapatkan tunjangan seperti asuransi kesehatan atau tunjangan hari tua, yang semakin memperburuk kondisi finansial mereka. Status kepegawaian yang tidak tetap juga menimbulkan ketidakpastian dalam karier mereka, mengingat banyak dari mereka yang bekerja bertahun-tahun tanpa kepastian diangkat menjadi pegawai tetap.
Sekadar informasi tambahan, menurut data terbaru dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB), jumlah guru honorer di Indonesia mencapai sekitar 731.524 orang per Maret 2023. Guru honorer ini termasuk dalam total tenaga honorer atau non-ASN yang mencapai 2.355.092 orang.Â
Ada upaya yang coba dilakukan pemerintah untuk mengurangi jumlah guru honor dengan mengadakan program pengangkatan sekitar 1 juta guru honorer menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) pada tahun 2024. Inisiatif ini bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan stabilitas pekerjaan bagi guru-guru honorer di seluruh Indonesia.Â
Selain menyoal tentang persoalan jumlah dan kesejahteraan, guru honorer sering kali menghadapi masalah beban kerja yang berat. Mereka harus mengajar banyak kelas dengan jumlah siswa yang besar, namun sering kali tidak mendapat dukungan dan fasilitas yang memadai. Di sisi lain, profesionalisme dan kompetensi mereka sering kali dipertanyakan, meskipun mereka telah berupaya keras untuk menjalankan tugas dengan baik dalam keterbatasan yang ada. Kurangnya akses terhadap pelatihan dan pengembangan profesional juga menjadi kendala bagi guru honorer untuk meningkatkan kualitas pengajaran mereka.
Untuk lebih jelasnya, berikut adalah beberapa dari banyaknya kesulitan yang sering di alami guru honor di Indonesia khususnya di sekolah-sekolah berstatus negeri.Â
Guru honorer di Indonesia menghadapi sejumlah permasalahan yang signifikan, yang mempengaruhi kesejahteraan dan kinerja mereka. Beberapa permasalahan utama yang sering dialami oleh guru honorer meliputi:
Rendahnya Gaji: Salah satu masalah paling mendesak yang dihadapi guru honorer adalah gaji yang sangat rendah. Banyak guru honorer menerima gaji jauh di bawah upah minimum regional, dan sering kali tidak sebanding dengan beban kerja yang mereka tanggung. Hal ini menyebabkan mereka kesulitan memenuhi kebutuhan dasar mereka dan keluarganya.
Status Kepegawaian yang Tidak Tetap: Guru honorer sering kali bekerja bertahun-tahun tanpa kepastian diangkat menjadi pegawai tetap. Ketidakpastian ini menimbulkan rasa tidak aman dan stres, serta membatasi kesempatan mereka untuk mendapatkan tunjangan dan hak-hak lain yang biasanya dinikmati oleh pegawai tetap.
Kurangnya Tunjangan dan Fasilitas: Guru honorer umumnya tidak mendapatkan tunjangan seperti asuransi kesehatan, tunjangan hari tua, dan fasilitas lain yang mendukung kesejahteraan mereka. Ini membuat mereka rentan terhadap berbagai risiko, baik dari segi kesehatan maupun finansial.
-
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!