Proses pendidikan yang baik sejak zaman dulu di Indonesia dipandang sebagai upaya yang melampaui sekadar mentransfer pengetahuan dari guru kepada murid. Guru dalam tradisi pendidikan Indonesia bukan hanya sebagai sumber pengetahuan, tetapi juga sebagai sosok yang memberikan contoh teladan, membimbing, dan menginspirasi peserta didik. Proses ini sering kali dilakukan secara langsung di lingkungan yang sederhana, seperti di bawah pohon besar atau di ruang kelas yang terbuat dari bambu. Guru-guru pada masa lalu mengadopsi pendekatan yang holistik, mencakup aspek moral, etika, serta keterampilan praktis dalam pendidikan siswa.Â
Mereka tidak hanya mengajarkan mata pelajaran akademis, tetapi juga nilai-nilai kehidupan, seperti kejujuran, kepedulian, dan semangat gotong royong. Selain itu, proses pendidikan yang baik pada masa lalu juga melibatkan keterlibatan aktif dari orang tua dan masyarakat lokal, yang ikut mendukung dan memperkuat nilai-nilai yang diajarkan oleh guru. Meskipun sarana dan teknologi terbatas, semangat dan dedikasi guru serta komunitas pendidikan pada masa lalu tetap menjadi contoh inspiratif bagi pendidikan di Indonesia hingga saat ini.
Pertanyaan tentang keberadaan hukuman dalam proses pendidikan seringkali menjadi topik yang kompleks dan kontroversial. Beberapa pendapat berpendapat bahwa hukuman dapat menjadi instrumen penting dalam membentuk disiplin dan perilaku yang baik di antara siswa. Dengan adanya hukuman, siswa diharapkan untuk memahami konsekuensi dari tindakan mereka dan belajar untuk bertanggung jawab atas perilaku mereka. Hukuman juga dapat menjadi alat untuk menjaga ketertiban di lingkungan pendidikan.
Namun, pendekatan lain berpendapat bahwa hukuman dalam pendidikan dapat memiliki dampak negatif yang signifikan. Penggunaan hukuman yang keras atau tidak proporsional dapat mengakibatkan trauma psikologis pada siswa dan bahkan dapat menghambat proses belajar mereka. Selain itu, fokus terlalu banyak pada hukuman dapat mengalihkan perhatian dari upaya untuk memahami akar masalah perilaku siswa dan memberikan bimbingan serta dukungan yang mereka butuhkan.
Oleh karena itu, penting bagi pendidik dan pengambil kebijakan pendidikan untuk mempertimbangkan dengan cermat peran dan dampak dari hukuman dalam proses pendidikan. Lebih baik lagi jika pendekatan yang digunakan adalah yang bersifat mendidik dan membangun, dengan menekankan pada pengajaran nilai-nilai positif, memberikan pemahaman tentang konsekuensi dari tindakan, dan memberikan dukungan serta bimbingan yang diperlukan bagi perkembangan siswa secara keseluruhan.
Aturan Tentang Larangan Menghukum Anak Oleh Guru
Di Indonesia, larangan menghukum siswa secara fisik diatur dalam beberapa undang-undang dan peraturan, terutama yang berkaitan dengan hak anak dan pendidikan. Salah satu undang-undang yang mengatur hal ini adalah:
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak:
Pasal 17 ayat (1) UU tersebut menyatakan bahwa setiap anak berhak atas perlindungan dari kekerasan, pelecehan, eksploitasi, dan diskriminasi, termasuk di dalamnya hukuman fisik.
Pasal 17 ayat (2) UU tersebut melarang keras penggunaan hukuman fisik, perlakuan kejam, dan perlakuan yang merendahkan martabat anak.
Selain itu, aturan terkait larangan hukuman fisik terhadap siswa juga dapat ditemukan dalam peraturan-peraturan pendidikan, seperti:
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Dasar dan Menengah:
Meskipun peraturan ini tidak secara khusus menyebut larangan menghukum fisik, namun di dalamnya diatur tentang perlunya penyelenggaraan pendidikan yang menghormati hak asasi manusia, keadilan, keberagaman, dan demokrasi.
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan: