Mohon tunggu...
Ardi Bagus Prasetyo
Ardi Bagus Prasetyo Mohon Tunggu... Guru - Praktisi Pendidikan

Seorang Pengajar dan Penulis lepas yang lulus dari kampung Long Iram Kabupaten Kutai Barat. Gamers, Pendidikan, Sepakbola, Sastra, dan Politik

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Yuk Sayangi Dirimu dengan Keluar dari Toxic Relationship

15 Mei 2024   10:38 Diperbarui: 15 Mei 2024   22:29 333
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(https://www.domesticshelters.org/articles/ending-domestic-violence/signs-of-a-toxic-relationship)

Toxic relationship adalah hubungan interpersonal yang merugikan dan merusak salah satu atau kedua belah pihak secara emosional, mental, atau bahkan fisik. Dalam hubungan ini, pola komunikasi yang tidak sehat, kecemburuan berlebihan, manipulasi, dan pengendalian seringkali menjadi ciri khasnya. Toksikitas dalam hubungan ini dapat mengakibatkan penurunan harga diri, stres kronis, dan bahkan depresi pada salah satu atau kedua pasangan. Hal ini sering kali sulit untuk diidentifikasi karena bisa terjadi secara perlahan, dan seringkali pihak yang terlibat cenderung membenarkan perilaku yang tidak sehat tersebut. Adalah penting untuk mengenali tanda-tanda dan memutuskan hubungan yang merugikan tersebut demi kesejahteraan diri sendiri dan pasangan.

Menurut para ahli, toxic relationship adalah hubungan interpersonal yang merugikan di mana salah satu atau kedua pasangan mengalami tingkat toksisitas yang tinggi, yang dapat menyebabkan kerusakan emosional, mental, dan bahkan fisik. Berikut adalah beberapa definisi dari para ahli:

1. Dr. Lillian Glass: Menyatakan bahwa hubungan toksik terjadi ketika satu atau kedua pasangan merasa terperangkap dalam pola negatif yang terus-menerus, yang dapat berupa pengkritikan berlebihan, manipulasi, atau penolakan.

2. Dr. Judith Orloff: Menggambarkan toxic relationship sebagai hubungan yang membebani jiwa, di mana salah satu atau kedua pasangan merasa terkekang, diserang, atau diabaikan secara emosional.

3. Dr. Ramani Durvasula: Menggambarkan toxic relationship sebagai hubungan yang ditandai oleh siklus yang terus-menerus antara idealisasi dan devaluasi, di mana satu pasangan mungkin menjadi kontrol atau memanipulasi yang lain.

4. Dr. Robin Stern: Menggambarkan hubungan toksik sebagai hubungan di mana satu atau kedua pasangan merasa terjebak dalam pola komunikasi yang tidak sehat, seperti manipulasi, penolakan, atau kekerasan emosional.

Dengan demikian, para ahli sepakat bahwa toxic relationship adalah hubungan yang merusak dan mengganggu kesejahteraan emosional, mental, dan kadang-kadang fisik, yang sering kali ditandai oleh pola komunikasi yang tidak sehat dan perilaku yang merugikan.

Ada berbagai jenis hubungan toxic yang dapat merugikan kesejahteraan emosional, mental, dan fisik seseorang. Berikut adalah beberapa contoh jenis-jenis hubungan toxic:

Hubungan yang Memiliki Pola Kekerasan: Ini termasuk hubungan di mana salah satu atau kedua pasangan secara fisik atau verbal melukai atau menekan yang lain. Kekerasan bisa berupa pemukulan, pelecehan verbal, atau ancaman.

Hubungan yang Manipulatif: Dalam hubungan ini, salah satu pasangan secara terus-menerus mencoba untuk mengendalikan pikiran, perasaan, dan tindakan pasangan lainnya. Manipulasi sering terjadi melalui taktik emosional, pengabaian, atau ancaman.

Hubungan yang Kritis: Salah satu atau kedua pasangan secara terus-menerus mengkritik dan mencemooh yang lain, tanpa memberikan dukungan atau apresiasi yang layak. Kritik yang berlebihan dapat merusak harga diri dan percaya diri pasangan.

Hubungan yang Cemburu Berlebihan: Di sini, salah satu pasangan atau keduanya merasa cemburu secara berlebihan, bahkan terhadap interaksi yang tidak berbahaya. Kecemburuan yang tidak terkendali sering kali menghasilkan konflik dan ketidakseimbangan dalam hubungan.

Hubungan yang Tidak Sehat secara Emosional: Dalam hubungan ini, kebutuhan emosional salah satu atau kedua pasangan sering diabaikan atau diabaikan sepenuhnya. Ini bisa mengarah pada perasaan kesepian, tidak dihargai, atau tidak dicintai.

Hubungan yang Tidak Seimbang secara Kekuasaan: Di sini, salah satu pasangan memiliki kekuatan atau kendali yang tidak seimbang dalam hubungan. Ini bisa terjadi melalui pemaksaan kehendak, penyalahgunaan kekuasaan, atau dominasi dalam pengambilan keputusan.

Hubungan yang Tidak Mendukung Pertumbuhan Pribadi: Dalam hubungan ini, salah satu atau kedua pasangan menghambat pertumbuhan pribadi pasangan lainnya dengan menghalangi ambisi, minat, atau keinginan mereka untuk berkembang.

Hubungan yang Tidak Jujur dan Terbuka: Dalam hubungan ini, kejujuran dan transparansi kurang, dan sering kali ada rahasia atau manipulasi informasi yang dapat merusak kepercayaan dan integritas hubungan.

Setiap jenis hubungan toxic memiliki dampak yang serius pada kesejahteraan psikologis dan fisik individu. Mengidentifikasi pola-pola ini penting untuk melindungi diri dan memutuskan hubungan yang merugikan.

Upaya-Upaya yang Perlu Dilakukan Untuk Keluar dari Toxic Relationship

Keluar dari toxic relationship adalah langkah yang penting untuk melindungi kesejahteraan dan kebahagiaan diri sendiri. Berikut adalah beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk keluar dari hubungan toxic:

1) Pemahaman akan Situasi: Penting untuk mengakui bahwa hubungan tersebut tidak sehat dan merugikan. Ini bisa melibatkan refleksi mendalam tentang pola-pola toksik dalam hubungan dan dampaknya pada kesejahteraan diri sendiri.

2) Membuat Keputusan: Setelah menyadari bahwa hubungan tersebut toksik, langkah berikutnya adalah membuat keputusan untuk keluar dari hubungan tersebut. Ini mungkin merupakan langkah yang sulit, tetapi penting untuk memprioritaskan kesejahteraan diri sendiri.

3) Mencari Dukungan: Penting untuk mencari dukungan dari teman, keluarga, atau profesional seperti konselor atau terapis. Mendapatkan perspektif dari orang-orang yang peduli dan mendukung dapat memberikan kekuatan dan keyakinan untuk melangkah maju.

4) Membuat Rencana Keluar: Menyiapkan rencana untuk keluar dari hubungan tersebut dapat membantu mengurangi risiko dan memberikan panduan untuk langkah-langkah selanjutnya. Rencana ini bisa mencakup mencari tempat tinggal baru, mencari bantuan hukum jika diperlukan, dan mempersiapkan dukungan emosional.

5) Mengatur Batasan: Penting untuk mengatur batasan yang jelas dengan pasangan toxic tersebut. Ini bisa termasuk menghentikan kontak, menghindari situasi yang berpotensi memicu konflik, dan menetapkan batasan yang sehat untuk melindungi diri sendiri.

6) Merawat Diri: Selama proses keluar dari hubungan toxic, penting untuk merawat diri sendiri secara fisik, emosional, dan mental. Ini bisa melibatkan aktivitas-aktivitas yang menyenangkan, olahraga, meditasi, atau terapi untuk membantu mengelola stres dan meningkatkan kesejahteraan secara keseluruhan.

7) Melangkah Maju dengan Percaya Diri: Setelah keluar dari hubungan toxic, penting untuk fokus pada pemulihan dan pembangunan kehidupan yang lebih sehat dan bahagia. Ini mungkin melibatkan menjalani terapi lanjutan, menetapkan tujuan baru, dan membangun hubungan yang mendukung dan positif.

#SalamLiterasi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun