Mohon tunggu...
Ardi Bagus Prasetyo
Ardi Bagus Prasetyo Mohon Tunggu... Guru - Praktisi Pendidikan

Seorang Pengajar dan Penulis lepas yang lulus dari kampung Long Iram Kabupaten Kutai Barat. Gamers, Pendidikan, Sepakbola, Sastra, dan Politik

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

5 Kekhawatiran pasca Diresmikannya Gibran sebagai Bacawapres Prabowo Subianto

29 Oktober 2023   22:06 Diperbarui: 29 Oktober 2023   22:06 188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(https://www.cnnindonesia.com/)

Tak dapat dipungkiri isu dinasti politik merupakan fenomena di mana kekuasaan politik dan kebijakan publik dipegang oleh anggota dari keluarga atau keturunan yang sama. Fenomena ini dapat terjadi di berbagai tingkat pemerintahan, termasuk tingkat lokal, regional, atau nasional. Tumbuhnya identitas politik dinasti dapat disebabkan oleh beberapa faktor:

  • Tradisi dan Warisan:
    Dinasti politik sering kali dimulai oleh pemimpin yang dianggap sangat kompeten atau berpengaruh. Keluarga ini kemudian mempertahankan kekuasaannya melalui generasi, menciptakan tradisi politik di dalam keluarga.
  • Pengaruh dan Sumber Daya:
    Dinasti politik sering memiliki akses ke sumber daya ekonomi dan kekayaan yang dapat digunakan untuk membangun dan mempertahankan kekuasaan politik. Dengan sumber daya ini, mereka dapat mempengaruhi opini publik dan memperoleh dukungan politik.
  •  Jaringan dan Koneksi:
    Dinasti politik membangun jaringan dan koneksi yang kuat dengan elit politik, bisnis, dan masyarakat. Hal ini memungkinkan mereka untuk mempertahankan kekuasaan dan mendapatkan dukungan politik dari berbagai pihak.
  • Kepemimpinan Karismatik:
    Pemimpin karismatik dalam dinasti politik dapat membangun basis penggemar yang kuat dan setia. Pengikut yang setia ini dapat mengakibatkan keturunan pemimpin tersebut dianggap secara otomatis sebagai pemimpin yang layak.
  • Manipulasi Politik:
    Dinasti politik sering menggunakan praktik politik yang tidak etis, seperti nepotisme (pemberian posisi politik kepada anggota keluarga tanpa mempertimbangkan kualifikasi) dan korupsi, untuk mempertahankan kekuasaan.

Munculnya dinasti politik memang tak serta merta menghasilkan sebuah praktik politik yang negatif, akan tetapi secara tidak langsung politik dinasti dapat menjadi jalan pembuka dimana praktik nepotisme dapat tumbuh sumbur di kalangan birokrasi.

2. Ketidakadilan dan Ketidakmerataan
Kekhawatiran utama adalah ketidakadilan dalam perekrutan dan promosi pejabat. Orang-orang yang mungkin lebih kompeten dan berpengalaman dapat kehilangan kesempatan pekerjaan atau promosi hanya karena mereka bukan anggota keluarga tertentu.

3. Korupsi dan Nepotisme
Kekhawatiran akan adanya korupsi dan praktik nepotisme di lingkungan kerja. Pejabat yang memiliki hubungan keluarga dengan atasan mungkin mendapatkan perlakuan khusus atau kebijakan yang menguntungkan secara tidak adil. Ini akan berdampak pada munculnya berbagai kesempatan untuk memanfaatkan penentuan kebijakan dalam efektifitas pengguanaan anggaran sehingga praktik korupsi antar lembaga dan oknum pejabat tak terelakkan.

4. Pemimpin yang Tidak Kompeten
Penunjukan pejabat berdasarkan hubungan keluarga daripada kualifikasi dan kompetensi dapat menghasilkan kepemimpinan yang tidak kompeten. Hal ini dapat merugikan efisiensi organisasi atau pemerintahan. Akibat dari penunjukkan secara aklamasi pejabat yang akan ikut serta dalam kontestasi politik yakni tidak munculnya kader-kader pemimpin yang berkualitas yang siap untuk mengemban amanah dalam menjalankan fungsi dan tanggung jawab dalam pemerintahan.

5. Perpetuasi Kekuasaan:
Kekhawatiran bahwa dinasti politik dapat menggunakan kekuasaan dan pengaruh mereka untuk mempertahankan kekuasaan dalam jangka panjang, mengurangi ruang bagi orang-orang dari luar keluarga tersebut untuk berkembang dalam karier politik atau administratif.


Dampak pada Pembangunan Demokratis:

Undermining Demokrasi: Penunjukan pejabat berdasarkan nepotisme dapat merusak integritas sistem demokrasi dengan mengurangi transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan.
Untuk mengatasi kekhawatiran ini, penting untuk memperjuangkan kebijakan dan praktik yang mendukung perekrutan dan promosi pejabat berdasarkan kualifikasi, kompetensi, dan prestasi, bukan hubungan keluarga. Reformasi dalam sistem perekrutan publik dan pengawasan yang ketat dapat membantu mencegah praktik nepotisme dan memastikan bahwa pejabat yang dipilih benar-benar berkualifikasi dan dapat memberikan kontribusi yang baik kepada masyarakat.

#SalamLiterasi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun