Mohon tunggu...
Ardi Bagus Prasetyo
Ardi Bagus Prasetyo Mohon Tunggu... Guru - Praktisi Pendidikan

Seorang Pengajar dan Penulis lepas yang lulus dari kampung Long Iram Kabupaten Kutai Barat. Gamers, Pendidikan, Sepakbola, Sastra, dan Politik

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Mengapa Anak-Anak Saat Ini Kerap Menyepelekan Sejarah Indonesia?

26 Mei 2023   12:00 Diperbarui: 26 Mei 2023   12:01 270
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa para pahlawan-pahlawannya", Jasa para pahlawan yang dimaksud dalam hal ini berkonotasi luas yakni perjuangan masa lalu yang telah dilakukan dalam misi memperjuangkan kemerdekaan suatu negara. Tak terkecuali negara kita yakni Indonesia. Sejarah merupakan sebuah subjek yang begitu penting. Sangking pentingnya sejarah kita, segala hal yang dapat kita nikmati sekarang pasti tak lepas dari perjuangan para pahlawan masa lalu. Perjuangan berabad-abad melawan kolonialisme dan perbudakan dari bangsa asing yang datang ke Indonesia dengan tujuan terselubung nyatanya memang membuat bangsa kita banyak mendapatka pengalaman dan pelajaran berharga dalam lintasan sejarahnya.

Sejarah tidak hanya relevan bagi mereka yang ingin belajar atau bekerja di lingkungan yang membutuhkan pengetahuan sejarah, tetapi juga sangat penting bagi semua orang agar bisa memahami apa yang telah dilalui oleh para pahlawan bangsa terdahulu demi menciptakan kehidupan yang lebih baik sekarang.

Memelajari sejarah tak hanya sekedar membaca buku tentang kehidupan muda Soekarno, membaca biografi B.J. Habibie dan Mohammad Hatta, menonton tayangan dikumenter dari peristiwa G30SPKI, melainkan lebih dari itu memelajari sejarah Indonesia perlu dikaitkan dengan pengalaman hidup sehari-hari. Menumbuhkan sikap empati dan simpati terhadap sesama, memiliki jiwa nasionalisme dan patriotis serta berjiwa melindungi kedaulatan bangsa dan negara, serta yang paling penting tak diadu domba oleh macam-macam serangan baik internal maupun eksternal.

Itu semua dapat dilakukan dan diwujudkan jika kita saling bersinergi menjaga dan memahami sejarah bangsa kita sendiri yakni bangsa Indonesia. Memahami seluk beluk sejarah juga dapat dimulai sejak usia dini, usia anak-anak misalnya mereka yang cenderung menyukai dongeng atau cerita-cerita heroik tentang kepahlawanan dapat kita korelasikan dengan cerita-cerita pahlawan-pahlawan Indonesia terdahulu. Misalnya, kisah heroik Bung Tomo, aksi patriotisme Usman dan Harun, kisah kelam pembantaian Westerling, maupun kisah istimewa dari perjuangan rakyat Aceh di bawah pimpinan Cut Nyak Dien. Jika itu kita bisa narasikan dengan bahasa yang awam bagi anak-anak tentu akan banyak sekali pelajaran dan esensi yang mereka dapatkan.

Lantas, mengapa yang terjadi saat ini justru kebalikan. Banyak anak yang justru benar-benar tak memahami tentang sejarah. Pernah suatu ketika saya menanyakan tentang foto salah satu pahlawan yakni Ki Hajar Dewantara, mereka justru bengong. Ditanya pun mereka tak mengetahui siapa nama orang yang ada di gambar tersebut. Setelah saya menyetelkan video biografi sosok yang lahir pada 2 Mei 1889 tersebut barulah mereka mengerti. Seakan-akan mereka baru mengetahui itu dan sama sekali tak pernah tahu sebelumnya. Namun, jika ditanya tentang artis Korea justru mereka mengetahui dan hapal detail tentang figur tersebut. Ironis memang! Lalu, yang menjadi pertanyaan, mengapa itu bisa terjadi?

1. Masifnya Digitalisasi

Perkembangan teknologi memang tak dapat diacuhkan begitu saja. Efeknya memang begitu terasa dirasakan oleh setiap orang. Melansir dari laman databoks, secara total, terdapat 33,44% anak usia dini di Indonesia yang menggunakan handphone atau gawai nirkabel. Sementara anak usia dini yang bisa mengakses internet mencapai 24,96%. Jika dirinci, terdapat 24,96% anak usia dini yang mampu mengakses internet. Lebih lanjut, terdapat perbedaan yang signifikan pada karakteristik kelompok usia. Persentase yang menggunakan HP pada anak usia 0-4 tahun atau balita hanya 25,5%. Sementara usia 5-6 tahun 52,76%.

Pola yang sama juga telihat pada anak-anak yang mengakses internet. Usia balita sebesar 18,79% sedangkan anak usia 5-6 tahun sebesar 39,97%. Pola konsumerasi yang tinggi terhadap produk digital sejak usia dini justru menjadikan bom waktu yang lama kelamaan siap meledak. Ini menjadi sebuah ironi saat usia remaja anak-anak sama sekali tak memahami sejarah bangsanya sendiri.

Lantas, siapakah yang bertanggung jawab untuk meminimalisasi dampak tsb?

2. Produk budaya lain yang menjangkiti

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun