Mohon tunggu...
Ardiatama Iedha Aradhea
Ardiatama Iedha Aradhea Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Singaperbangsa Karawang

Fakultas Hukum Universitas Singaperbangsa Karawang Membahas Permasalahan Hukum berdasarkan Putusan Pengadilan maupun doktrin yang akurat.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Studi Kasus Tindak Pidana Kredit Fiktif dalam Ranah Kejahatan Perbankan

24 Desember 2023   22:00 Diperbarui: 24 Desember 2023   22:07 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Sesuai ketentuan dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan yang menjelaskan bahwa Bank merupakan suatu badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau dalam bentuk lain untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Sementara itu Kejahatan perbankan (fraud banking) merupakan kejahatan yang dilakukan terkait dengan industri perbankan, baik lembaga, perangkat, dan produk perbankan, yang dapat melibatkan pihak perbankan maupun nasabahnya, baik sebagai pelaku maupun sebagai korban.  Dalam kejahatan perbankan salah satunya yaitu terdapat kredit fiktif. Adapun kredit fiktif berarti sebagai bentuk penyaluran kredit dari pihak bank kepada nasabah, dimana pelanggaran hukumnya karena nasabah atau oknum yang melakukannya menggunakan data-data yang sifatnya fiktif (tidak sebenarnya), atau dalam arti lain pihak internal pada bank tersebut menggunakan data nasabah yang tidak sebenarnya pada kredit tersebut. Ini bisa menjadi penyebab rusaknya sistem perbankan nasional, dikarenakan perilaku pengelola atau pemilik bank yang cenderung abai pada prinsip-prinsip kehati-hatian dalam perbankan. Lemahnya pengawasan oleh Otoritas Jasa Keuangan dapat juga menjadi permasalahan tersendiri dalam Pengelolaan Transaksi Perbankan, sehingga masih banyak terjadi permasalahan-permasalahan yang cukup konkret dalam pelaksanaannya.

Dalam suatu perjanjian antara pihak debitur dengan kreditur dapat dianyatakan sah jika telah sesuai atau memenuhi syarat-syarat subjektif maupun objektif dalam Pasal 1320 KUHPerdata. Sebagaimana penjelasan dalam Pasal 1320 KUHPerdata bahwa agar dapat terjadi perjanjian yang sah, perlu memenuhi empat syarat seperti adanya kesepakatan antara mereka yang mengikatkan dirinya, adanya kecakapan untuk membuat perikatan oleh para pihak yang terlibat, adanya suatu sebab atau hal tertentu, dan adanya suatu sebab yang halal. Keempat syarat tersebut bersifat mutlak dalam ranah hukum perdata di Indonesia. Selanjutnya pihak yang wajib untuk bertanggung jawab penuh atas adanya masalah kredit tersebut salah satunya adalah Oknum Pegawai yang melanggar hukum dengan debitur. Contoh konkrit kasus kredit fiktif yang pernah terjadi di Indonesia yaitu Jhon Nedy Charles Sine atau inisial JN, yang saat itu menjabat sebagai Mantan Kepala Cabang Bank Nusa Tenggara Timur Oelamasi Kupang berperan aktif sebagai inisiator dan eksekutor dalam praktek pemberian kredit fiktif pada Cabang Oelamasi Kabupaten Kupang. John menyalahkan kewenangan yang dilakukan olehnya berupa pemberian dan pengelolaan fasilitas Kredit Modal Kerja Jangka Panjang (KMK-JP) konstruksi tahun 2017, KMK-KUR tahun 2018, KMK RC proyek tahun 2018 dan KI-JP tahun 2018 pada Bank NTT cabang Oelamasi Kabupaten Kupang sejak tahun 2017 senilai Rp 9,4 miliar.  Atas tindakannya itu, Terdakwa John dihukum dengan pidana penjara selama sembilan tahun serta denda sebesar sepuluh milyar rupiah. Perkembangan kasusnya saat ini melalui Putusan Nomor 96/Pid/2021/PT KPG bahwa Terdakwa Jhon Nedy Charles masih harus tetap ditahan dan menjalani proses hukum sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan secara patut.

Hal ini merupakan bentuk yang miris karena perbankan haruslah sehat supaya dapat menimbulkan kepercayaan bagi nasabahhnya. Selain itu, kredit fiktif sebaiknya tidak boleh terjadi terulang kembali di Indonesia. Mengingat masyarakat memerlukan perbankan untuk berbagai keperluannya, sehingga perbankan harus benar-benar terawasi dan terlaksana dengan baik untuk mencegah terjadinya pelanggaran hukum di masa yang akan datang. Terjadinya kredit fiktif dapat dikarenakan karena faktor yang sangat penting, yaitu lemahnya pengawasan oleh pihak penegak hukum maupun karena minimnya kesadaran dari pelakunya itu. Hukuman yang dijatuhkan apabila terjadi kasus kredit fiktif harus bersifat membuat efek jera bagi pelakunya karena telah merugikan kepentingan umum, dan telah merusak citra perbankan di Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun