"Ayo nak ndang tumbas omah, selak regane mlambung (ayo beli rumah sebelum harganya melambung)". Demikianlah nasihat orang tua kepada anaknya yang belum punya rumah. Namun apa benar, beli rumah cepat-cepat itu menguntungkan?
"Ojo ngontrak yo nak, podo wae maringi duit wong sugih"Â (jangan kontrak ya, sama saja dengan memberi uang kepada orang kaya)". Demikian nasihat lain dari orang tua bila anaknya berniat untuk menyewa rumah. Namun apa benar, sewa rumah itu rugi?
KPR rumah atau kontrak, mana yang lebih menguntungkan? Mari kita berhitung.
Amar, KPR Rumah Harga Satu Miliar dengan Tenor 20 Tahun.
Amar dan istrinya adalah pegawai swasta dengan gaji bulanan Rp 20.000.000 dengan kenaikan gaji 5% per tahun. Selama 20 tahun mereka menerima gaji dengan jumlah sekitar 8 M.
Mereka memiliki tanggungan cicilan KPR Rp 6.500.000 selama 5 tahun dan pada tahun keenam akan floating menjadi 9.300.000. Selama 20 tahun total cicilan yang harus mereka bayar adalah Rp 2.050.000.000.
Biaya bulanan untuk kebutuhan rumah tangga mereka Rp 10.000.000 per bulan dan naik Rp 500.000 tiap tahunnya. Total kebutuhan rumah tangga mereka selama 20 tahun adalah Rp 3.000.000.000.
Amar dan istrinya juga melakukan investasi dengan memasukkan siswa uang mereka tiap bulan di bank Maspion dengan bunga deposito 5%.
Setelah dihitung pada tahun kedua puluh nilai aset Amar dan istrinya adalah deposito sebanyak Rp 4.200.000.000 dan rumah seharga Rp 2.500.000.000 (harga rumah awal 1 M dengan inflasi 5% tiap tahun).
Bunja, Kontrak Rumah dengan Harga Sewa 3 Juta per Bulan.