Mohon tunggu...
Ardiansyah Putra
Ardiansyah Putra Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UNSRI Prodi Ilmu Hubungan Internasional

If you don't go against how life should be... YOU'RE ALREADY COMPLETELY

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Krisis Misil Kuba, Representasi Konflik Rusia-Ukraina

1 Maret 2023   23:15 Diperbarui: 2 Maret 2023   01:27 595
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penyebaran Rudal oleh Kuba, 2 Juli 1962. Sumber: modernarmy.ru

INDRALAYA -- 1 tahun konflik antara Rusia dengan Ukraina berlalu, perdamaian antara kedua belah pihak masih dinantikan walaupun sepertinya tak akan pernah terjadi, setidaknya gencatan senjata adalah awal yang bagus untuk melihat akhir dari konflik ini. Konflik Rusia-Ukraina yang dilatar belakangi dari Rusia yang merasa terancam dengan Ukraina yang akan masuk kedalam NATO, membuat Rusia harus melancarkan serangan untuk menunda atau membuat Ukraina tak akan bisa jadi anggota dari NATO. 

Konflik berdarah seperti ini bukan baru satu-dua kali terjadi sepanjang sejarah umat manusia. Salah satu contoh Konflik yang dilatarbelakangi demikian adalah Krisis Misil Kuba. Konflik ini dilatarbelakangi oleh Intervensi Amerika Serikat pada Invansi Teluk Babi demi menggulingkan pemerintahan Fidel Castro yang berpaham Komunis. Setelah terkuak bahwa Amerika Serikat yang mendalangi Invansi Teluk Babi, Uni Soviet sebagai sekutu Kuba yang sama-sama berpaham Komunis,  mengancam Amerika Serikat dan dengan cepat meletakan pasukan dan rudal Nuklir yang disebarluaskan keseluruh penjuru Negara Kuba.

Melihat hal ini, Amerika Serikat memblokade seluruh jalur keluar masuk Kuba dan menyiapkan pasukan keseluruh pesisir Selatan dan tenggara untuk bersiap berperang. Pada saat yang sangat menegangkan ini, Amerika Serikat menaikan Status Siap Berperang ke tingkat DEFCON 2 yang dimana hal ini baru pertama kali dilakukan oleh Amerika Serikat.

Jika kita mencoba menyamakan konflik ini dengan perang Rusia-Ukraina, bisa kita dapati latar belakang kedua konflik ini terjadi akibat intervensi dan ancaman dari luar. Secara naluri, apa yang dilakukan Amerika Serikat saat Kuba dipersenjatai dan Rusia saat Ukraina akan bergabung dengan NATO, adalah hal yang memang lumrah dilakukan ketika merasa terancam. Perbedaan kedua konflik ini terletak pada skala dan para aktor dalam konflik.

Jika mencoba menganalisis lebih detail penyebab pada konflik Krisis Misil Kuba dan Rusia-Ukraina, kita bisa menggunakan Segitiga Konflik dari Galtung sebagai unit analisis. Pada poin pertama, yaitu Sikap(Attitude), Amerika yang merupakan rival Uni Soviet tak mau tersudutkan dari ancaman rudal dan pasukan Uni Soviet di Kuba, sedangkan pada kasus Rusia-Ukraina, Rusia yang menganggap Ukraina salah satu pengaruhnya dan dinding pemisah antara Rusia dengan NATO. 

Pada poin Kedua, yaitu Prilaku(Behavioural), Amerika yang mengintervensi politik Kuba dan merencanakan pembunuhan Fidel Castro, sedangkan dikasus Rusia-Ukraina, Konfrontasi Rusia pada Ukraina dengan menganeksasi beberapa wilayah Ukraina pada 2014. Dan poin ketiga, Kontradiksi(Contradiction), Amerika yang Liberalisme saling bertentangan dengan Uni Soviet yang Komunisme dan saling bersaing dalam menyebar pengaruhnya, sedangkan dikasus Rusia-Ukraina, dengan kepentingan nya masing-masing membuat terjadinya perselisihan, ditambah dengan tegang nya hubungan antara Rusia dengan NATO.

Lalu terbesit didalam pikiran kita, bagaimana cara menghentikan konflik Rusia-Ukraina dan menciptakan perdamaian diantara dua negara ini? Jika terpaut dengan kata "Damai" dalam persepsi Johan Galtung, maka diperlukan Peace keeping, Peace Building dan Peace making.

Pertama, dalam Peace Keeping dibutuhkan intervensi pihak ketiga untuk membantu pihak-pihak yang bertikai/berkonflik dan mencoba berdamai atau didamaikan. Misalnya dengan memisahkan pihak-pihak yang berseteru dan menjaga agar mereka terpisah. Operasi peacekeeping ini tidak hanya menyediakan keamanan, tapi juga inisiatif non militer.

Kedua, Peace Making, dibutuhkan upaya diplomatik untuk mengakhiri kekerasan antara pihak-pihak yang bertikai, mengajak mereka untuk dapat bernegosisasi dan membuat perjanjian unutk damai.

Ketiga, dalam Peacebuilding, diperlukan tata kerja untuk menghindari munculnya konflik  kembali. Antara lain caranya adalah dengan pembuatan mekanisme peningkatan kerja sama dan dialog antara kelompok yang berkonflik/bersitenggang.

Perdamaian memang terdengar hanyalah sebuah mimpi, tetapi, demi mengejar mimpi inilah terciptanya hubungan dan kerja sama antar negara dan bangsa. Albert Einstain pernah mendefiniskan kata "Damai", dan arti damai menurut Einstain adalah "Peace is not merely the absence of war but the presence of justice, of law, of order--in short, of. Government".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun