Abdul Haris Nasution (3 Desember 1918 -- 6 September 2000) adalah seorang jenderal dan politikus Indonesia yang berperan penting dalam sejarah Indonesia. Nasution lahir dari keluarga petani di Kotanopan, Tapanuli Selatan, Sumatera Utara.Â
Setelah menjadi guru di Bengkulu dan Palembang, ia memilih berkarir di dunia militer. Nasution ikut serta dalam perang gerilya melawan penjajah Belanda dan berperan penting dalam pembentukan pemerintahan militer Indonesia pada masa invasi militer Belanda kedua pada tahun 1948. Selain Mayjen TNI Sudirman dan Mayjen TNI Soeharto, ia juga termasuk dalam tiga jenderal teratas TNI Indonesia. Selain itu, Nasution berhasil menghindari upaya penculikan pada peristiwa G30S/PKI pada 1 Oktober 1965.Â
Ia juga dikenal sebagai pendiri Perang Gerilya Indonesia dan seorang perwira militer penting yang berperan penting dalam sejarah Indonesia. Abdul Haris Nasution meninggal dunia pada tanggal 6 September 2000 di RS Gatot Subroto. Ia dikenal sebagai salah satu dari tiga jenderal bintang lima di Indonesia dan telah memberikan kontribusi signifikan bagi bangsa dan institusi militer Indonesia.
Komunis Indonesia (PKI) serta posisinya sebagai Menteri Pertahanan dan Keamanan, sekaligus menjabat Wakil Panglima Komando Tinggi, menjadikannya sasaran dalam kasus ini.Â
Jenderal Abdul Haris Nasution merupakan salah satu petinggi TNI yang berhasil lolos dari peristiwa maut G30S/PKI. Meski Nasution menjadi sasaran utama operasi, namun ia berhasil lolos dari sergapan pasukan Cakrabirawa di kediamannya. Peran dan pandangannya terhadap PartaiNasution selamat dari upaya pembunuhan ini, meskipun adiknya terluka parah saat mencoba membuka pintu saat penyergapan. Selain itu, ia diselamatkan oleh ajudannya, Lettu Pierre Tendean, yang menyamar sebagai AH Nasution, namun Tendean tewas di tangan pasukan Cakrabirawa setelah mereka menghadapi dan mengeksekusinya. Nasution menyaksikan kisah kelam jatuhnya G30S/PKI di Indonesia.
Dalam konteks sosiologi komunikasi, teori Agenda Setting dapat digunakan untuk menganalisis bagaimana komunikasi dan informasi berperan dalam peristiwa G30SPKI ini. Teori ini menegaskan bahwa media mempunyai hak untuk menentukan isu apa yang dianggap penting oleh masyarakat. Dalam kasus G30S/PKI, media masa Orde Baru berperan penting dalam membentuk persepsi masyarakat mengenai siapa yang bertanggung jawab atas peristiwa tersebut.Â
Pemerintahan Orde Baru di bawah Soeharto menggunakan media untuk menyebarkan berita bahwa PKI berada di balik kejadian tersebut. Hal itu dilakukan melalui berbagai saluran komunikasi, antara lain film "Pengkhianatan G30S/PKI" yang tayang setiap tahun pada tanggal 30 September.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H