Mohon tunggu...
Ardiansyah Jasman
Ardiansyah Jasman Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Dewan Pembina Lembaga Kemahasiswaan Di Universitas Negeri Makassar....

Selanjutnya

Tutup

Politik

Mahasiswa UMI dan Pencitraan Mahasiswa Makassar

19 Februari 2014   07:28 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:41 248
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Berhasilnya mahasiswa Universitas Muslim Indonesia (UMI) memenangkan ajang lomba debat yang ditayangkan salah satu media televisi swasta nasional Sabtu, 15/02/14 sontak membanjiri postingan ucapan selamat dan bangga oleh beberapa akun di media sosial, bahkan sempat masuk dalam jajaran tranding topic di Twitter. Layaknya orang yang sedang kehausan, kabar kemenangan itu bagai pelipur dahaga yang disambut suka cita oleh kalangan mahasiswa, yang bukan hanya berasal dari almamater UMI saja, melainkan juga mahasiswa dari beberapa titik kampus se-Makassar.

Tak heran ini disambut begitu berbeda, pasalnya bukan rahasia umum lagi bahwa citra mahasiswa Makassar selalu diidentikkan dengan hal-hal yang buruk, seperti maraknya aksi demonstrasi rusuh akibat bentrok, tawuran antar mahasiswa yang mengakibatkan kematian, bahkan pada hal-hal yang dianggap tidak waras oleh sebagian kalangan seperti merusak fasilitas umum. Maka tak ayal dari kemenangan itu menjadi sebuah kebanggaan bersama yang disambut bahagia oleh Mahasiswa Makassar yang dalam istilahnya bisatonji. Paling tidak kemenangan dari saudara Andri Mamonto, Andi Mangeppe Manggabarani dan Rizki Ramadani ini sedikit memburamkan citra negatif mahasiswa Makassar yang dibangun oleh seluruh masyarakat Indonesia dari apa yang mereka saksikan ataupun simak di media selama ini.

Mengapa Citra Negatif?

Sebelumnya kita harus mengilas balik mengapa mahasiswa Makassar mendapat pencitraan negatif, maka pertanyaan di atas mungkin agak terkesan melucu atau klasik bagi sebagian orang. Tapi, ini begitu subtantif jika ditelusuri lebih dalam, sebab munculnya citra negatif yang melekat pada mahasiswa Makassar selama ini tentunya memiliki penyebab. Beberapa pakar dalam diskusi ataupun seminar acap kali menyebut bahwa karakter orang Bugis Makassar yang mengedepankan siri’ dalam tingkah laku sehari-harinya menjadi indikator penyebab citra negatif itu muncul.

Ada apa dengan siri orang Bugis Makassar? Hampir semua orang Sulawesi Selatan sepakat bahwa siri itu adalah malu. Hanya saja, definisi malu memiliki beberapa tafsir yang berkembang di tengah masyarakat, diantaranya malu karena dihina/lecehkan, malu karena gagal dan malu karena tak berguna. Dalam konteks inilah Mahasiswa Makassar biasanya terperangkap hingga akhirnya dicitrakan negatif. Misalnya perilaku tawuran yang disebabkan karena hanya persoalan sepele di sebuah teritorial (wilayah kekuasaan) yang dilakukan kelompok tertentu hingga dianggap melecehkan/menghinanya, terjadilah tawuran, atau ketika berdemonstrasi salah satu mahasiswa diamankan oleh aparat karena dianggap provokator, bangkitlah rasa malu jika tidak melakukan perlawanan untuk menyelamatkan teman seperjuangan yang diseret aparat, dalam istilah mahasiswa Makassar, apajie atau gayanajie (dasar timbulnya solidaritas). Pecahlah bentrok.

Tidak juga salah, namun pendapat tersebut tidak sepenuhnya benar, sebab bukan siri yang menjadi biang kerok citra negatif itu muncul, tetapi hadirnya  media di kehidupan keseharian kita. Dari konteks psikologis, posisi media di sini memberikan stimulus melalui gambar visual dan audio yang ditangkap oleh indera manusia, hingga memberikan suatu respon yang diberi nama citra atau pencitraan. Apakah itu baik atau buruk tergantung individu bagaimana stimulus yang diterimanya, sebab tak dipungkiri sejak berakhirnya masa keemasan TVRI/RRI dan koran-koran independen lainnya, hegemoni media telah (berhasil) meremoti sikap masyarakat untuk mencitrakan sesuatu baik ataupun buruk pada konteks tertentu, termasuk dalam konteks eksistensi mahasiswa (Makassar). Disayangkannya karena media hari ini masih berkiblat pada prinsip bad news is good news, sehingga hampir menjadi sebuah kenihilan nama mahasiswa Makassar berkibar mengeksistensikan dirinya sebagai layaknya kaum intelektual yang (harusnya) sering memenangkan olimpiade ilmiah, Debat, KTI, PKM dan event-event ilmiah lainnya.

Media dengan prinsip bad news is good news, hampir sudah pasti lebih bergairah meliput sisi negatif mahasiswa Makassar, dinilai dari muatan beritanya yang menjual dan memiliki daya tarik tersendiri dibanding berita-berita prestasi yang dicapai oleh mahasiswa Makassar. Realitasnya kini telah terbukti orang-orang lebih banyak mengenal mahasiswa Makassar dari kasus tawuran antar fakultas, demonstrasi lalu bentrok dan mahasiswa brutal yang merusakan fasilitas umum, dibanding prestasi-prestasi intelektualnya di ajang nasional, maupun internasional yang selama ini telah diraih, namun luput dari lensa media, kalaupun ada beberapa yang diliput intensitas dan ratingnya sangat jauh.

Menang Lomba Debat.

Terlepas dari penyebab timbulnya citra negatif yang disematkan kepada mahasiswa Makassar melalui media selama ini, kemenangan Tim Debat mahasiswa UMI benar-benar telah memberikan pencitraan positif sebagai representatif mahasiswa Makassar yang telah berhasil memberikan angin segar dan menjawab pesimisme mahasiswa Makassar yang tandus akan citra positif.

Kita berharap semoga kemenangan ini menjadi daya tarik baru kepada awak media, khususnya televisi dalam menyuguhkan liputan-liputan berkualitas dalam fungsinya sebagai alat pendukung pendidikan, karena mahasiswa Makassar (sumpah) punya banyak potensi yang jarang terekspos oleh kamera media, sehingga melalui momen kemenangan Tim Debat UMI ini, bersama stakeholder yang berkepentingan seyogyanya harus memancangkan komitmen untuk memulai menciptakan iklim kompetitif bagi kalangan mahasiswa untuk berpacu meraih prestasi melalui dukungan media sebagai penyebar informasi, dengan itu kita semua berharap mahasiswa Makassar  tidak lagi dikenal pada tataran bisa bakar ban yang seperti Alfito Deanova moderator dalam acara debat tersebut katakan, melainkan nantinya orang-orang akan berbicara tentang semilyar potensi dan prestasi yang ditorehkan mahasiswa Makassar di masa akan datang. Selamat buat ketiga pemenang, selamat buat almamater UMI dan selamat untuk seluruh Mahasiswa Makassar. Hari ini kita mampu membuktikannya!

*Penulis adalah Mahasiswa Pascasarjana

Ilmu Hukum Universitas Muslim Indonesia dan  Alumni Fakultas Psikologi Universitas Negeri Makassar

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun