Mohon tunggu...
Ardiansyah Jasman
Ardiansyah Jasman Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Dewan Pembina Lembaga Kemahasiswaan Di Universitas Negeri Makassar....

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Ketika Polisi (Pun) Brutal

16 November 2014   20:24 Diperbarui: 17 Juni 2015   17:40 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bulutangkis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Vladislav Vasnetsov

Brutalisme Polisi Indonesia menangani aksi demonstrasi mahasiswa tampaknya telah menjadi tren yang sementara digandrungi patriot tribrata tersebut. Hal ini begitu aneh, sebab brutalisme tidak ditemukan dalam kurikulum pendidikan kepolisian, yang secara garis besar berarti penjahat, kurang ajar, tidak sopan dan biadab. Justru anggota polisi dididik sebagai seorang pelayan masyarakat yang menjanjikan keamanan dan ketentraman bagi seluruh masyarakat.

Hanya saja jika mengilas beberapa kasus terakhir ini terkait penangangan aksi demonstrasi mahasiswaterhadap kenaikan harga BBM tak pelak membuat sebuah asumsi yang dapat membenarkan bahwa brutalisme memang ada dalam kurikulum pendidikan kepolisian. Mengapa tidak, bayangkan saja dengan berdalih aksi demonstrasi telahmelanggar ketertiban umum,mahasiswadibubar paksa dengan bogem mentah, hujaman sepatu laras dan moncong pistol. Tak ayal hal ini direspon oleh mahasiswa sebagai tindakan represif yang brutal dan tidak dapat dibenarkan karena sarat akan pelanggaran HAM berat terkait penyiksaan.Sungguh telah jauh dari kesan melindungi, mengayomi dan melayani masyarakat sesuai dengan implementasi tugas pokok kepolisian yang dipahami banyak orang.

Mengaitkan tragedi yang terjadi pada Kamis (13/Nov/14) di Kampus UNM Gunungsari benar-benar membuat semua orang terperangah. Kepolisian seakan kehilangan ruh, kehilangan jati diri, kehilangan martabat institusi, kehilangan semua kesan baik yang selama ini masyarakat percaya bahwa kepolisian adalah institusi yang dapat diandalkan.Namun, semua itu menjadi sirna sekejap dikarenakan sikap brutal atas penyerbuan sejumlah aparat kepolisian di lingkungan kampus UNM Gunung Sari yang membabi butapasca Wakapolrestabes Makassar dinyatakan terkena anak busur.

Aparat kepolisian tampaknya marah karena mengira anak busur yang mempecundangi komandannya itu berasal dari pihak mahasiswa sehingga dengan ringan hatimengobral pukulan kepada siapa saja mahasiswa yang berada dalam kampus. Para mahasiswa yang saat kejadian melaksanakan perkuliahan juga dihadiahi “Tendangan Tanpa Alasan”. Tak puas dengan hal itu aparat kepolisian jugamemporak-porandakan ruang perkuliahan dan fasilitas kampus lainnya. Sejumlah kaca dipecahkan, kursi-kursi dipatahkan, kendaraanyang terparkir turut menjadi sasaran amuknyadan semua mahasiswa tanpa pandang bulu diringkus paksa lalu dibabak beluri hingga memar setengah mati. Tindakan ini terlihat begitu primitif bak pasukan barbar kejam nan tolol menebar ketakutan kepada mahasiswa dan dosen yang tidak tahu pokok perkara.

Seharusnya aparat kepolisian sadar bahwa hal yang dilakukan adalah tindakan yang salah dimata hukum. Bersikap brutal dengan menjeneralisasi semua mahasiswa sebagai pelaku pembusur, merusak fasilitas akademik dan menebar ancaman sehingga mengakibatkan keresahan adalah perbuatan kriminal yang tidak dapat ditoleransi. Aparat kepolisian seyogyanyadapat sedikit lebih dewasa dan mampu meredam amarah atas kondisi ketegangan bersama mahasiswa sebagai bentuk profesionalisme dalam mengemban amanah sebagai aparat negara.Apalagi pelaku pembusur Wakapolrestabes Makassar belum tentu berasal dari pihak mahasiswa, sebabtak ada yang tahu pasti apakah pelakunya dari pihak mahasiswa atau malah preman lorong/geng motor yang menyelinap masuk ke segerombolan mahasiswa yang selama ini diketahui punya track record hubungan buruk dengan polisi.

Bisa jadi demonstrasi mahasiswa dijadikan momen untuk melakukan tindakan balasan agar tidak terdeteksi untukmelawan sikap represif kepolisian yang kerap berseteru dengan para geng motor/preman lorong. Alibi ini bisa saja mengarah ke sana, sebab pelaku pembusur hingga saat ini belum diketahui indentitasnya secara pasti.

Sikap Tegas

Rektor Universitas Negeri Makassar, Arismunandar selaku pimpinan tertinggi di institusi tersebut harus mengambil sikap tegas atas kelakuan brutal anak buah Jenderal Polisi Sutarman ini. Siapapun yang melihat tindakan aparat kepolisian dengan melakukan perusakan, pelarangan peliputan bagi wartawan dan melakukan kekasaran psikologis serta fisik terhadap mahasiswa, dosen dan wartawan tentunya akan membuat semua orang geram. Olehnya itu, Rekor UNM harus memperlihatkan “kejantanannya” dengan menuntut secara resmi institusi kepolisian sebagai pihak yang paling bertanggungjawab atas tragedi ini. Desak Kapolda Sulsel dan Kapolrestabes Makassar dicopot dari jabatannya karena tidak mampu mengontrol tindakan anak buahnya yang brutal. Jenderal Polisi Sutarman dengan besar hati juga harus meminta maaf kepada Rektor UNM atas nama seluruh sivitas akademika dan ikatan alumni sebagai bentuk sikap sadar bahwa kepolisian telah melakukan kesalahan besar tak terampuni kadarnya.

Pernyataan sikap ini harus disampaikan secara tegas dan terbuka, karena kepolisian telah mencoreng nama besar UNM, mempermalukan seluruh sivitas akademika dan alumni serta telah merugikan negara atas rusaknya beberapa ruang perkuliahan dan sarana penunjang kampus.Sikap ini bukan semata-mata menyudutkan pihak kepolisian untuk menyadari kesalahan yang telah dilakukannya, melainkan sikap ini juga dimaksudkan untukmempererat komunikasi dalam rangka menjalin kerjasama dalam penangangan aksi demonstrasi mahasiswa di masa akan datang yang lebih humanis jauh dari tindakan brutalisme aparat kepolisian begitupun sebaliknya dari pihak mahasiswa.

Seret Ke Meja Hijau

Sadar, meski aparat kepolisian telah melakukan kesalahan yang tidak dapat ditolerir. Akan tetapi pelaku pembusur Wakapolrestabes Makassar juga tidak dapat dibenarkan. Tindakan tersebut telah mengancam keselamatan aparat keamanannegara sehingga layak untuk dicari dan diadili ke meja hijau.Siapapun identitas pelaku, baik mahasiswa maupun masyarakat sipil biasa harus diartikan sebagai oknum yang perbuatannya tidak mewakili kelompok atau institusinya.

Mahasiswa, masyarakat sipil dan aparat kepolisian adalah satu lingkaran utuh yang tidak terpisahkan dalam aksi demonstrasi mahasiswa. Perjuangan mahasiswa menolak kenaikan harga BBM adalah tindakan yang dilandasi pisau analisa yang tajam, bermuatan intelektual yang bertujuan membela kepentingan masyarakat secara luas dan aparat kepolisian hadir sebagai pelindung terhadap gangguan dari oknum-oknum tidak bertanggungjawab yang mencoba memanfaatkan situasi demi kepentingan tertentu.

Dalam kondisi ini pihak mahasiswa harus pula membantu pihak kepolisian mengungkap siapa pembusur yang telah menodai gerakan murni mahasiswa. Mahasiswa dengan jiwa besarharus memperlihatkan niatan kerjasama yang tulus danmenyampingkan kekesalan karena teman seperjuangan sesama mahasiswa telah dibabak beluri, ruang perkuliahan dan fasilitas lainnya telah diluluklantahkan oleh aparat. Semuanya demi tercapai keselarasan dalam menyongsong hari esok dalam mengawal isu-isu strategis lainnya yang lebih baik.

Terakhir, turut prihatin atas musibah yang melanda Bapak Wakapolrestabes Makassar,AKBP Toto Lisdiarto. Semoga lekas Sembuh.

Ditulis pada hari Kamis, 13 November 2014

*Penulis adalah Mantan Fungsionaris LK UNM/Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Hukum, Universitas Muslim Indonesia

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun