Mohon tunggu...
Ardian Saputra
Ardian Saputra Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ketika Anggota Dewan Salah Jalan, Indonesia Kehilangan Aset Negara

16 November 2018   08:49 Diperbarui: 16 November 2018   09:11 462
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ketika Oknum Tidak Peduli Aset Negara

Seperti halnya yang disampaikan AS di media Lampung, bahwa bantaran kereta api merupakan lahan negara dan bebas yang bisa dimiliki siapa saja sesuai Undang-Undang Pokok Agraria No. 5/1960. Padahal jika kita mengkaji UUPA No. 5 Tahun 1960 tersebut tidak ada peraturan yang menyebutkan bahwa bantaran rel bebas dimiliki siapa saja.

Berbicara tentang PT. KAI tentunya kita harus kembali berfikir ke masa lalu karena adanya kereta api di negara ini jauh sebelum indonesia merdeka. 

Kebanyakan aset-aset milik kereta api sekarang adalah milik Pemerintah Belanda, namun setelah Indonesia merdeka dari Jepang semua aset-aset milik pemerintahan Belanda dilakukan pembayaran ganti rugi (nasionalisasi) yang mana semua aset-aset milik pemerintahan Belanda beralih menjadi milik negara Indonesia salah satunya dalah PT. KAI. 

Untuk membedakan aset milik negara yang telah di nasionalisasi dengan milik masyarakat tentunya dapat dibedakan dari alat buktinya yakni Grondkaart. Karena batas-batas tanah, hingga pembebasan lahan tersebut  tercantum di dalam Grondkaart.

Dalam FGD yang diselenggarakan di Grand Elty Krakatoa, Lampung Selatan, M. Noor Marzuki selaku eks Sekjen BPN menyampaikan dengan tegas bahwa Grondkaart sudah final dan menjadi salah satu bukti kepemilikan aset negara. Yang mana pengelolaannya sudah diserahkan kepada masing-masing perusahaan BUMN Seperti PT. KAI.

Menanggapi berita yang beredar di masyarakat mengenai masyarakat yang menempati lahan selama kurun waktu tertentu dapat mengajukan permohonan penerbitan sertipikat, eks Sekjen BPN tersebut menyatakan bahwa permohonan pengajuan sertifikat harus memenuhi dua aspek yakni fisik dan aspek yurudis. Pengajuan sertifikat tidak boleh dilakukan terhadap lahan yang sudah ada pemiliknya atau lahan tersebut milik negara.

Dalam Kampanye untuk pencalonan dirinya menjadi anggota DPD RI, AS menemui warga yang menepati lahan milik PT. KAI di sekitaran rel kereta api Desa Haduyang, Kecamatan Natar, Lampung Selatan. 

Perbuatan tidak pantas dilakukan oleh senator yang masih aktif ini adalah melakukan provokasi terhadap masyarakat agar mengusir dan menolak pendataan yang dilakukan oleh PT. KAI. Padahal bedasarkan Peraturan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor PER-13/MBU/09/2014 Tahun 2014 tentang Pedoman Pendayagunaan Aset Tetap Badan Usaha Milik Negara PT. KAI berhak memanfaatkan aset-aset miliknya untuk komersial.

Dengan perbuatan provokasinya tersebut tentunya akan membawa kerugian bagi perusahaan BUMN tersebut yang mana akan berdampak pada pendapatan negara. Sehingga Indonesia butuh pemimpin yang mampu membawa perekonomian Indonesia lebih maju dari pada hanya menjual isu aset negara untuk kepentingan politiknya.

Hingga dalam sidang Paripurna DPD RI ke-6, AS mencoba mempengaruhi semua anggota DPD RI dengan peraturan-peraturan yang tidak mendasar tersebut. Semoga semua anggota DPD RI tidak mudah terprovokasi oleh akal bulusnya, padahal selain yang disebutkan oleh AS banyak sekali aturan lain yang mendasar tentang aset perusahaan BUMN. 

Salah satunya adalah putusan Rakernas BPN tahun 1991 di Bandung sehingga dapat dijadikan sebagai yurisprudensi untuk melengkapi aspek yuridis kekuatan hukum Grondkaart bahwa tanah-tanah yang terurai dalam Grondkaart merupakan aktiva tetap Perumka (PT. KAI). 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun