Mohon tunggu...
Ardian Pranata
Ardian Pranata Mohon Tunggu... ASN -

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Istana Dalam Loka (Sumbawa) "RUMAH PANGGUNG TERBESAR DI DUNIA"

5 Maret 2017   10:18 Diperbarui: 4 April 2017   16:14 13582
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Istana Dalam Loka di bangun pada tahun 1885 pada masa Sultan Muhammad Jalaluddin III (1883-1931), yang menjadi Sultan ke-16 dari Dinasti Dewa Dalam Bawa. Istana ini selain untuk menempatkan Sultan pada posisi yang agung, juga sebagai pengganti Istana Bala Sawo yang bangunannya tidak berbeda dengan rumah rakyat pada umumnya.

            Pada masanya, Bala Rea yang kini dikenal sebagai Istana Dalam Loka adalah bangunan utama dari komplek istana (”dalam”) disamping beberapa bagian istana lainnya yaitu Alang Aji dan Alang Kamutar, Bala Bulo, Lawang Rare, Sarumung Belo, Bale Pamaning, Jambang Sasir, Pekatik Kamutar dan Keban Alas. Disebelah barat alun-alun terdapat Masjid Kesultanan, Masjid Jami' Nurulhuda yang telah mengalami perubahan bentuk secara total.

            Bahan baku pembangunan istana ini berasal dari desa di sekitar istana, khusus kayu jati ukuran besar didatangkan dari hutan Jati Timung. Pada awalnya atap terbuat dari sirap namun karena dikhawatirkan mudah terbakar kemudian diganti dengan bahan seng yang dibawa dari Singapura menggunakan kapal kesultanan bernama Mastora. Konstruksi bangunan istana ini tidak menggunakan paku besi, melainkan menggunakan pasak kayu. Istana dibangun dua lantai, tiang lantai satu bersambung dengan tiang lantai dua dimana sambungannya menggunakan sistem baji yang sangat lentur bila terjadi gempa bumi. Pekerjaan pembangunan istana ini dipimpin Imam Masjid Kedatuan Taliwang bernama Imam Haji Hasyim.

Istana Dalam Loka merupakan saksi sejarah yang menggambarkan betapa agungnya semangat religius Kesultanan Sumbawa pada zaman kolonial Belanda. Istana dengan arsitektur rumah panggung ini dirancang secara sempurna dengan setiap detail bentuk, jumlah, letak, ukuran, dan ornament bagian-bagiannya merupakan simbolisasi ajaran Agama Islam. Bahkan, pemaknaan itu tercermin dari proses pembangunannya, yakni selama sembilan bulan 10 hari sesuai dengan umur manusia dalam kandungan. Rancang arsitektur istana berisi pesan filosofis “Adat barenti ko syara', Syara' barenti ko Kitabullah”, maksudnya bahwa semua aturan adat istiadat maupun nilai-nilai dalam sendi kehidupan Tau Samawa (masyarakat Sumbawa) harus berlandaskan pada Syariat Islam. Salah satu perwujudannya yakni dengan menyatunya bangunan istana dengan Masjid Jami' Nurulhuda.

            Bangunan utama istana berbentuk rumah panggung disebut Bala Rea berupa bangunan kembar yang ditopang oleh 99 tiang terdiri dari 98 tiang kayu jati dan 1 buah tiang gantung. Bilangan 99 melambangkan 99 Nama Allah (Asmaul Husna) dimaksudkan untuk mengingatkan Sultan.

Bentuk bangunan beratap kembar dengan satu tangga yang tidak persis berada di tengah tetapi terletak di bagian timur merujuk pada salah satu bagian dari rukun sholat yakni “attahiyat”. Bentuk ini mengingatkan kepada Sultan beserta segenap rakyatnya untuk melaksanakan sholat 5 waktu sebanyak 17 raka'at sehari semalam. Beberapa bagian lain juga merupakan simbol-simbol religius, misalnya hiasan ornamen-ornamen yang berbentuk buah nanas yang menggambarkan Habluminannas (hubungan antar manusia) sedangkan Bangkung di bagian atap istana menggambarkan Habluminallah (hubungan manusia dengan Allah).

            Bangunan Dalam Loka menghadap ke selatan, tidak berhadapan dengan Masjid Kesultanan. Berdasarkan hukum arah mata angin, selatan diyakini dapat memberikan suasana senap semu nyaman nyawe (sejuk, damai, nyaman dan tenteram) bagi penghuni bangunan istana. Posisi tidak berhadapan dengan masjid memberikan nilai toleransi bagi penghuni istana yang tidak sempat sholat berjamaah di masjid, itu sebabnya dibuat repan shalat (mushalla) di dalam Bala Rea. Arah selatan juga bermakna berpijak pada masa lalu, artinya Sultan harus arif mengambil hikmah dari kejadian masa lalu untuk kebaikan masa kini.

Dulunya, Istana Dalam Loka berfungsi sebagai pusat pemerintahan sekaligus kediaman Sultan namun fungsi itu berubah sejak pindahnya Sultan ke Istana Bala Puti pada tahun 1934. Kini, Dalam Loka menjadi cagar budaya yang mengingatkan jika dahulu pernah berdiri Kesultanan Sumbawa yang pernah berjaya pada zamannya.  Di sini juga sering dijadikan lokasi penyelenggaraan kegiatan pariwisata dan kebudayaan baik oleh pemerintah maupun oleh masyarakat.

             Istana Dalam Loka berlokasi di Pusat kota Sumbawa Besar, berjarak sekitar 2,5 km ke arah tenggara dari Bandara Sultan Kaharruddin, dapat dicapai dengan kendaraan umum baik angkot, ojek maupun becak. Bila berlibur ke Sumbawa, tidak sempurna jika anda belum berkunjung ke istana yang memiliki luas 1.251 m2 dan konon merupakan istana dari kayu berbentuk panggung terbesar di dunia. Namun bila belum sempat datang dan melihat secara langsung ke Sumbawa, maka dapat mengunjungi  Taman Mini Indonesia Indah (TMII) Jakarta dimana model Istana Dalam Loka dijadikan prototype bangunan adat mewakili Provinsi NTB.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun