Mohon tunggu...
Ardian Nugroho
Ardian Nugroho Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis dan memotret menjadi cara saya untuk berbagi kesenangan dan keindahan alam dan budaya negeri.

Blog: www.ardiannugroho.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Gambaran Peran Perempuan Lewat Tarian

3 Mei 2018   22:03 Diperbarui: 4 Mei 2018   01:11 2283
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sahel memeragakan gerakan tarian Wanita Wanita dan Perempuan. (Foto: Dok.Pri.)

Usai gladi bersih terakhir, para penari bergegas menuju ruang tata rias di belakang panggung. Mereka mematut dan berhias diri di depan cermin yang membujur di sepanjang dinding, termasuk Sahel.

Matanya tajam menatap dirinya di balik cermin seolah meyakinkan bahwa semuanya akan berjalan dengan lancar. Tak banyak canda tawa di ruang kecil nan redup tersebut. Semuanya tampak serius mempersiapkan diri untuk karya tari bertajuk Wanita Wanita dan Perempuan yang akan dipentaskan tak lama lagi.

Gelap telah benar-benar membungkus malam. Orang-orang mulai menjejali halaman Teater Arean di Taman Budaya Surakarta (TBS). Tepat pukul 19.30 WIB pintu dibuka dan para penonton pun berebut masuk ke dalam Teater Arena mencari tempat duduk yang nyaman untuk menonton pentas tari.

Sesuai dengan judul yang diangkat, karya tari Wanita Wanita dan Perempuan ini bertema tentang perjalanan perempuan dari masa ke masa. Dalam lini masanya, peran perempuan mengalami transformasi yang cukup signifikan. Lewat karya tari dari Sanggar Metta Birawa inilah Muslimin Bagus Pranowo atau yang kerap dipanggil IMIN mencoba memberikan gambaran.

Anak-anak membawakan Tari Kendhi sebagai tarian pembuka. (Foto: Dok.Pri.)
Anak-anak membawakan Tari Kendhi sebagai tarian pembuka. (Foto: Dok.Pri.)
Panggung seketika menjadi gelap dan kembali terang ketika para penari yang terdiri dari anak-anak perempuan mulai masuk ke dalam panggung.

Langkah-langkah kecilnya diiringi musik instrumental yang melantun pelan. Mereka mengenakan pakaian tradisional dan membawa payung dan kendhi, tempat air dari tanah liat, sambil menggendong bayi.

Tari Kendhi menjadi tarian pembuka. Sepintas saya ingat filosofi orang Jawa yang dulu sering saya dengar dari kakek dan nenek: "Dadi wong wedok iku kudu iso masak, macak lan manak." Artinya menjadi seorang perempuan itu harus bisa masak, berdandan dan melahirkan anak.

Filosofi tersebut memang tak sepenuhnya salah, namun penyempitan pandangan dari filosofi tersebut ternyata membawa dampak yang sangat besar bagi kehidupan perempuan zaman dulu.

Sebanyak dua puluh lima gadis menjadi penari Wanita Wanita dan Perempuan. (Foto: Dok.Pri.)
Sebanyak dua puluh lima gadis menjadi penari Wanita Wanita dan Perempuan. (Foto: Dok.Pri.)
Tak sedikit perempuan zaman dahulu dibatasi ruang geraknya dan dipingit -- tidak boleh keluar rumah. Mereka hanya boleh berada di rumah sebagai konco wingking atau teman dapur.

Alhasil mayoritas perempuan zaman dahulu tidak diperbolehkan untuk mendapat pendidikan formal yang tinggi. Bisa membaca dan menulis saja sudah merupakan hal yang luar biasa bagi mereka.

Hingga akhirnya datanglah masa R.A. Kartini yang memberikan pencerahan dan perubahan, seperti judul bukunya, Habis Gelap Terbitlah Terang, terjemahan Armijn Pane.

Lewat tulisannya di dalam surat yang ia kirimkan kepada sahabat-sahabatnya, Kartini menunjukkan kerisauannya tentang nasib perempuan dan gagasan bahwa wanita berhak mendapatkan pendidikan. Kartini juga berpendapat bahwa perempuan harus bebas mengejar cita-citanya, tak hanya terkurung di rumah saja.

Menjadi saksi hidup dari perjalanan hidup nenek, ibu dan generasi selanjutnya menghasilkan perenungan tersendiri. (Foto: Dok.Pri.)
Menjadi saksi hidup dari perjalanan hidup nenek, ibu dan generasi selanjutnya menghasilkan perenungan tersendiri. (Foto: Dok.Pri.)
Perjuangan Kartini tak sia-sia. Saat ini perempuan mendapatkan haknya untuk mendapatkan pendidikan. Bahkan mereka menorehkan namanya sebagai wanita berpengaruh dalam skala dunia.

Sebut saja menteri Sri Mulyani yang ditetapkan sebagai Menteri Terbaik di Dunia oleh World Government Summit. Atau menteri nyentrik Susi Pudjiastuti yang khas dengan jargon "Tenggelamkan". Ia menerima penghargaan Peter Benchley Ocean Awards, sebuah penghargaan di bidang maritim tertinggi dunia atas kebijakannya membangun ekonomi dan konservasi laut Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun