Mohon tunggu...
Ardiani Ratna
Ardiani Ratna Mohon Tunggu... Perawat - Self Love

Book is my world

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ayah, Cerita dariku Putri Kecilmu yang Beranjak Dewasa

14 September 2018   19:48 Diperbarui: 14 September 2018   19:49 1895
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku teringat hari dimana saat aku dilahirkan ialah hari yang sangat panjang dan juga melelahkan untukmu. Aku tahu tak sedetik pun kau berpaling dari wanita disampingmu, ia bersimbah peluh dan kau terus bergumam mengucap bait-bait doa. Aku tahu bahwa kau bahkan tak dapat memejamkan kedua manik matamu yang lelah itu. Namun, saat tangisku mulai pecah, aku tahu lelahmu tak lagi berarti.

Aku pun teringat waktu indah saat aku bersamamu, berada dalam dekapan hangatmu dan mendengarmu bercerita tentang si kancil yang jahil atau pun seorang putri dan nenek sihir. 

Aku teringat hari dimana saat kita bersama kau membimbingku merangkai angan dan mimpi. Kau membantuku membuat pesawat kertas dan menerbangkannya, kau juga pernah mengatakan jika pesawat itu akan terbang jauh ke langit. Atau saat hari hujan dan si gadis kecil berlari keluar menari dibawah guyuran hujan, kau dan payung kuningmu itu selalu datang menjemputku lengan kokohmu membawaku dari guyuran hujan. Dan saat itu terjadi putri kecilmu itu pasti menangis dan merengek dan dengan sabar kau mengajariku membuat perahu kertas dan membiarkannya hanyut bersama hujan.

Aku teringat hari dimana saat aku pertama kali jatuh saat aku berlarian mengejar segerombolan capung yang tengah berterbangan di senja kala itu. Kau hanya memandangku tak sejengkalpun kau berusaha membantuku. Melihatmu hanya terdiam membatu membuatku mulai menangis keras. Namun, kau masih saja bergeming dan diam menatapku. 

Tahukah kau, aku masih terlalu kecil waktu itu hingga aku tak mampu menafsirkan keterdiamanmu. Dan pada akhirnya, ibu datang tergopoh-gopoh mengendongku dan menenangkanku. Aku sempat membencimu saat itu karena kau mengabaikanku. Dan rasa benci itu nyatanya tak pernah tumbuh dalam hatiku. Karna kutahu saat malam telah larut, kau dengan sabar membersihkan lukaku dan kutahu kau bahkan menangis saat aku terluka. Dan, aku menyadari kau begitu mencintaiku.

Aku teringat hari-hari indah dan waktu yang kuhabiskan bersamamu. Aku teringat saat kau pertama kali mengajariku cara mengikat sepatu, saat pertama kali kau mengajariku bersepeda. Atau pun saat pertama kali kau mengenalkanku pada dunia yang luas. Mengajariku nama-nama hewan dan tumbuhan atau benda-benda langit. Mengenalkanku pada beragam watak dan sifat manusia. Aku tahu kau bukanlah seorang sarjana, bukan juga seorang yang berpendidikan tinggi kau hanya laki-laki sederhana yang hidup dengan cara luar biasa.

Mengenangmu sama dengan mengenang semua waktu yang telah berterbangan. Mengenangmu membuatku begitu terluka dan bahagia dalam satu waktu yang sama. Ingatan akan dirimu tak kan pernah lekang terpatri kuat dalam setiap lobus otakku. Aku ingin kembali ke masa itu, masa saat aku masih menjadi putri kecilmu yang lucu, putri kecilmu yang manja dan putri kecilmu yang kau cintai.

Satu waktu, aku begitu ingin mengenangmu. Inginku kembali dalam dekapan hangatmu dan menghirup dalam aroma tubuhmu. Aku teringat saat hari mulai berangin, kau selalu membawaku ke tanah lapang bermain layang-layang. Kau begitu mudah membuatku tertawa untuk hal sederhana yang kau lakukan.

Aku ingin sedikit bercerita denganmu seperti waktu dahulu. Maafkan aku karena telah jatuh cinta pada laki-laki lain selain dirimu. Aku ingin mengaku, aku jatuh cinta. Namun, aku juga menyesal tak ada laki-laki sepertimu yang mampu membuatku tersenyum untuk hal yang sangat sederhana. Mereka justru terlampau sering membuatku menangis tak seperti dirimu, ayah. Aku benar-benar takut untuk kembali jatuh cinta. Atau aku mencintai laki-laki yang bahkan tak pernah melihatku. Aku ingin menangis, yah. Mengungkapkan rasa kecewaku tapi aku tak ingin kau terluka. Kau mencintaiku dengan tulus dan tak bersyarat. Namun, aku justru terluka karena cinta itu.

Ayah, andai aku terlahir kembali. Aku ingin tetap menjadi putri kecilmu yang lucu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun