Mohon tunggu...
Ardiansyah Farizi
Ardiansyah Farizi Mohon Tunggu... Buruh - Ingat Asal

Seorang pemuda yang mencoba menyulam kehidupan. Mencoba bermanfaat bagi manusia lainnya.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ketika Caleg Gagal

12 April 2019   22:15 Diperbarui: 12 April 2019   23:37 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mendekati hari H pencoblosan saya meyakini kepanikan terjadi dalam diri para caleg. Yaiyalah, lha wong udah keluar banyak duit sejak 1 tahun kebelakang bahkan mulai dari bertahun sebelumnya. Harapan yang disemai selama kampanye pada masyarakat, selalu narasi harus coblos dirinya yang jika kemenangan didapat ia bisa mewakili suara rakyat (konco, keluarga, rekan separtainya). Nah kalau sebaliknya kalah dan gagal, boleh jadi akan banyak caleg yang stress sebab modal besar yang diperlukan tadi (mbok yo jangan doain dong mas/mbak, kok tega bener sihh). Tentu Rumah sakit jiwa (RSJ) akan "kebanjiran order", kan ndak mungkin kita biarkan berkeliaran (nanti dianggap negara ngga hadir menangani).

Meskipun pada dasarnya, saat mereka mendaftarkan diri untuk menjadi caleg memang sudah rada stress (lah kok gitu mas?). 

Gimana engga, dengan kemampuan seadanya yang dimulai dari visi misi tak jelas, sosialisasi kemasyarakat yang minim, sampai pada ketidaktahuan apa yang akan dilakukan saat terpilih. Modal yang dimiliki cuma dua, finansial dan senyum ikhlas khas para caleg di banner (dipikir masyarakat bisa luluh). Udah tahu demikian tetap saja nekad dan meyakinkan diri terjun jadi caleg, dasar nekad.

Karena modal utamanya adalah finansial alias keuangan a.k.a duit maka sudah barang tentu ia akan mengeluarkan berapa pun biaya yang dibutuhkan, demi "tujuan mulia" memperjuangkan suara rakyat (yang dalam naungan partai lah) dan inilah awal dari bencana yang mungkin terjadi selanjutnya dalam kehidupan.

Biaya yang besar tentu tak datang dengan serta merta ala sulap simsalabim. Ada yang bahkan menjual harta benda demi berjuang dalam kontestasi pemilu yang kita harap berakhir indah dan damai ini. Meski tahu peluang yang dimiliki amat kecil serupa lubang jarum yang akan ditempati benang, toh mereka tetap ngeyel, kekuh hatinya mau ikut terjun. "Ini demi memperjuangkan rakyat, mas." 

Maka ketika terjadi kegagalan dan kekalahan yang tak diharapkan itu, situasi jiwa yang telah habis-habisan harta bukan tidak mungkin akan mengalami goncangan. Saya berpikir, tentu Rumah sakit jiwa akan kerepotan untuk menangani caleg gagal yang tak siap mentalnya ini. 

Pak, Bu... Berjuang demi rakyat tak serta merta harus dalam barisan anggota dewan yang terhormat. Membangun masyarakat pun tak berarti harus jadi politisi. Mari cari jalan lain yang saya yakin disitu pun kalian akan tetap dihormati.

Tapi kalau sudah terlanjur harapan kami jangan lupa untuk tetap sehat saat menang atau pun saat gagal nanti. (:

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun