Sekarang Briptu Norman menjadi begitu populer. Menurut saya, kalau benar apa yang disampaikan Briptu Norman, bahwa memang bukan dia yang mengupload video lipsync “chaiya-chaiya” tersebut ke youtube, 100% saya yakin orang tersebut akan iri dan menyesal karena telah menguploadnya. Itu adalah gagasan yang keliru. Karena hanya membuat Briptu Norman tenar. Dan Briptu Norman pun akhirnya naik daun. Bukan si pengupload. Norman memang layak mendapatkannya. Sekarang siapa yang tidak kenal dengan Norman Kamaru, seorang Personil Brimob dari Gorontalo dengan segala talenta yang dimilikinya?
Kalau tidak salah, Norman adalah orang yang keempat di Indonesia ini melejit namanya melalui unduhan youtube; si Shinta dan Jojo mengawalinya, Bona si Gayus melanjutkan, kemudian Udin Sedunia, dan sekarang; Norman. Hebat. Mereka orang-orang hebat. Ya, mungkin saja tidak akan bertahan lama popularitasnya, tergantung seberapa cerdik mereka kemudian mempertahankan popularitas tersebut dengan lebih kreatif. Justin Beiber mungkin bisa menjadi rujukan yang baik. Bagi saya, tetap, mereka adalah orang-orang yang hebat.
Ternyata masyarakat menyukai yang unik. Keunikan orang-orang seperti Norman, terlepas dari berkualitas atau tidak aksinya, layak diacungi jempol. Tenarnya mereka dapat dipahami, bahwa sebagian besar masyarakat menerima dan menyukainya. And Briptu Norman, He might not imagine that he could be such popular like now. But, he did it. Awesome!!!
Kualitas Bukan Lagi Nomor Satu
Saya mengutip Bong Chandra, bahwa di era konseptual seperti sekarang, kualitas bukan lagi nomor satu. Yang penting adalah komunikasi. Siapa yang mampu mengkomunikasikan idenya, dia lah yang akan tampil ke permukaan. Briptu Norman telah melakukannya. Bayangkan saja, popularitas lagu chaiya-chaiya versi Briptu Norman mengalahkan lagu-lagu chaiya-chaiya yang sebenarnya. Lihat saja pengunduhnya di Youtube. He made it. Sebagian orang mungkin beranggapan, apalah kualitasnya joget-joget lypsync gituan, tapi siapa yang mampu membendung popularitasnya. Yah, inilah era konseptual. Dimana ide bisa menjadi sangat powerful. Namun tetap butuh komunikasi. Terkomunikasikannya sebuah ide melahirkan keajaiban, yang meski pun tidak terlalu berkualitas, ketika mendapat penerimaan yang hangat, that’s quite nice step. It is true that knowledge or skill is nothing, applying what you know is everything.
Gagasan: Sebuah Parasit
“Parasit apa yang paling kuat dan cepat menular?” Tanya Cobb (Leonardo Di Caprio) kepada Saito dalam sebuah penggalan film “Inception”. Gagasan!!! Virus itu bernama gagasan, sekali gagasan menguasai otak hampir tidak mungkin untuk menghapusnya. Sebuah gagasan yang penuh dengan bentuk, mudah dipahami, pasti melekat dan tersimpan disana. Itulah kenapa sebuah gagasan menjadi sangat mahal, namun juga liar. Karena gagasan dari seseorang, akan melahirkan gagasan-gagasan lain yang menginsipirasi. Itu yang dilakukan pendahulu-pendahulu Norman, hingga melahirkan gagasan-gagasan yang sama dikalangan anak muda. Kemudian lahirlah tren. Namun siapa yang paling cepat dan dapat menarik hati masyarakat, melalui proses pengkomunikasian gagasan yang unik dan menarik, dia yang akan tampil ke permukaan. Kualitas nomor dua.
Resiko Perubahan
Bukan berarti sebuah kualitas dari ide tidak penting. Tidak. Kualitas tetap menjadi penting. Namun akan lebih penting, jika kualitas terkomunikasikan dengan sangat jelas, gamblang, mudah dipahami oleh publik khalayak. Mengkomunikasikan ide adalah mentransformasi diri ke dalam perubahan. Meski perubahan menuntut resiko, namun lebih beresiko jika tidak berubah. Mungkin kita masih ingat begitu fenomenalnya Mbah Surip yang meski lagunya itu-itu saja yang diulang-ulang, tetap saja dia terkenal. Atau bahkan Tukul yang sukses mengeksploitasi bibirnya. Hahahaaha... Mereka sukses mengkomunikasikan ide mereka. Halah, ini tulisan tentang apa sih? Briptu Norman kan?
Melihat Norman, saya teringat beberapa waktu lalu di sebuah Bis Kota. Ada seorang pengamen yang menarik hati saya. Lagu yang dinyanyikan begitu merdu. Tampang yang dimiliki juga lumayan meyakinkan. Suara, sudah pasti sangat berkualitas. Tapi kenapa dia hanya jadi pengamen? Tidak menjadi artis. Jawabannya ada dua, dia yang memang tidak mau menjadi musisi artis, atau memang tidak mampu mengkomunikasikan kemampuannya kepada publik. Saya khawatir yang kedua. Namun menurut saya, jawabannya bukan pada mampu atau tidak mampu. Tapi mau atau tidak mau. Banyak ide-ide sederhana, yang unik dan beda, mampu eksis dalalam belantara dunia konseptual ini. Tak harus terlalu complicated. Hanya butuh dikomunikasikan saja. Kamu punya ide? Komunikasikanlah.
Menutup tulisan ini, masih membayang di benak saya pertanyaan ketika SMP dulu. Kenapa ya kok nama benua itu Amerika? Padahal penemunya kan Columbus, bukan Amerigo Vespucci. Saya baru tahu jawabannya. Columbus hanya mampu menemukan, dan belum mau mengkomunikasikan. Sedangkan Amerigo, meskipun datang kedua setelah Columbus, dia mampu mengkomunikasikan sebuah gagasan hingga akhirnya terpatri namanya pada benua tersebut. Ternyata memang benar, sekarang bukan lagi masalah siapa penemunya pertama kali, tapi siapa yang pertama kali berani mengklaimnya. Nah loh, trus apa hubungannya dengan Briptu Norman?
-Rd-
April 11, 2011
Ngefans sama Briptu Norman juga sih...^_^
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H