Mohon tunggu...
Ardi Gunawan
Ardi Gunawan Mohon Tunggu... Pedagang -

Bukan Profesional, bahkan dibawah standar Amatir

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Perbedaan Budaya Pemersatu Bangsa

9 Desember 2015   14:04 Diperbarui: 9 Desember 2015   14:48 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

PERBEDAAN BUDAYA PEMERSATU BANGSA

 Keberagaman antar Etnis Di Bumi SEBIMBING SEKUNDANG, adalah hal yang sangat menarik untuk kita pelajari dan kita lestarikan.Perbedaan kultur yang ada di Kabupaten Ogan Komering ulu khususnya dikota kabupaten Baturaja sangatlah berfariasi. Dari segi Agama,Budaya&Bahasa, bisa disebut Baturaja adalah Representasi dari BHINEKA TUNGGAL IKA.Diantara berbagai suku Asli pribumi dan perbedaan bahasanya kita masih bisa melihat dan merasakan kerukunan dan keterbukaan terhadap transmigran maupun perantauan, yang diantaranya Batak,Jawa,Sunda,Tionghoa dan etnis lainnya. Semua Etnis mempunyai ciri sebagai "pembeda" Diantaranya yang berkarier di sektor pemerintahan&kepegawaian diisi oleh Pribumi, mayoritas Etnis Jawa berprofesi sebagai petani perkebunan dan sebagian(Jawa perantauan) berprofesi sebagai pedagang kaki lima, sedangkan yang bergerak dibidang bisnis,pertokoan didominasi oleh Etnis Tionghoa. Apakah kebudayaan Lokal terdegradasi? Tidak. Faktanya komunikasi antar etnis menggunakan bahasa daerah yang pada umumnya dipakai oleh penduduk lokal. Bahkan yang sudah lama menetap mengikuti budaya yang ada, bisa dilihat dari acara pernikahan maupun keagamaan. Yang terpenting adalah bagaimana kita mempertahankan ciri budaya masing-masing Etnis, agar kelak para generasi penerusnya tidak kehilangan kiblat Budaya asli. Yang dikawatirkan justru masuknya pengaruh budaya barat yang bersifat negatif. Dan tentu saja akan menggerus budaya Timur yang kita anut. Akan tetapi jangan disalah artikan sehingga menimbulkan  antipati terhadap perkembangan jaman, dengan kata lain kita ambil sisi positif dari Modernisasi tanpa meninggalkan Tradisi. Pendidikan Kebudayaan Sejak Dini Pasti kita tidak ingin anak-anak atau generasi penerus kita lupa akan BUDAYA bahkan BAHASA asli. dua hal tersebut sangat dikawatirkan akan hilang dan tidak terpakai lagi. Dan terasa aneh jika suatu saat nanti anak-anak kita tidak tahu arti kata "Damenye" dan tergantikan oleh bahasa gaul yang menjadi trend sesaat.   Pendidikan bahasa&budaya ini bisa diterapkan didalam keluarga, dengan cara menggunakan bahasa lokal dalam berkomunikasi keseharian.Dan pemerintah (Cq Pendidikan) harus punya kepedulian dalam melestarikannya, misal memasukkan muatan lokal dalam pelajaran disekolah dari tingkat dasar hingga lanjutan. Atau semisal ditentukan para pegawai satu hari dalam seminggu wajib menggunakan bahasa daerah dan pakaian adat. Memang berat, tapi ini semata demi kelestarian Budaya.tetapi kalau bukan kita siapa lagi? Melestarikan Budaya Adalah Primitif (?)  Sering kali kita dengar ucapan tersebut dari celoteh anak muda yang merasa modern padahal mereka jauh dari kata modern itu sendiri. Standar nilai yang mereka pakai hanya terletak pada seberapa mampu kita mengikuti model, entah itu dari trend mode busana maupun musik band kontemporer hingga gadget merk terbaru. Jadi bisa dikatakan budayanya tunduk patuh terhadap Kapitalisme. Kita tidak sadar jika itu adalah ancaman serius bagi kelestarian budaya asli,kita terlalu memberi kebebasan bergaul bahkan memfasilitasi. Coba saja kita melakukan surfei kecil-kecilan dikalangan pelajar SD-SMP, apakah keseharian mereka aktif berinteraksi dengan teman sebayanya untuk sekedar bermain petak umpet&cak ingking, atau sibuk dengan Playstation&Game online sejenisnya.  Biang keladi dari permasalahan ini adalah suguhan acara Televisi&mudahnya akses internet yang tidak terkontrol, semisal kita memberikan gadget tanpa membatasi konten yang semestinyaleh dilihat, pendampingan dan pengawasan memang sangat diperlukan untuk mengantisipasi penyimpangan-penyimpangan pada perilaku anak. Jika faktanya seperti ini jangan berharap ada generasi yang menjadi budayawan sekelas Emha Ainun Najib (Cak Nun) yang paham akan Ke-Indonesiaan, adat sendiripun sudah tidak kita anut. OKU Adalah Indonesia   Jika kita bicara tentang Indonesia yang terfikir dibenak kita adalah keberagaman Suku,Bahasa&Budaya-nya, tanpa ada perbedaan-perbedaan tersebut apa yang lebih istimewa?. Maka dari itu mari kita serius dalam mengobati penyakit kronis yang (telah) menjangkiti ini yaitu Penyakit mental budaya plagiat. Negara yang besar ditunjukkan dari keberagaman dan kerukunannya serta menjunjung tinggi nilai-nilai budaya yang diturunkan oleh nenek moyangnya. Masak iya kita kalah dengan orang Suriname yang notabene menetap di Benua Amerika tetapi masih melestarikan budaya aslinya nun jauh di Jawa. Sekian

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun