Beberapa tahun lalu kampus teknik tempat saya belajar pindah dari Purwokerto ke Purbalingga. Waktu itu baru ada dua gedung di sana. Bangunan tempat parkir motor pun hanya ada 1, kecil pula. Mungkin hanya sekitar 6 x 12 meter.
Di depan pintu masuk tempat parkir motor terpampang peringatan berupa ketikan komputer pada kertas HVS dilaminating dengan font besar yang berbunyi, “PARKIR KHUSUS KARYAWAN”.
Lalu, dimana tempat parkir untuk ratusan motor mahasiswa?
Parkir motor mahasiswa disediakan di lahan terbuka yang terletak di sebelah gedung perkuliahan. Panas kepanasan, hujan kehujanan, dan nyaris tanpa penjagaan karena waktu itu pos keamanan juga belum ada.
“Apa-apaan ini?”
“Bukankah tugas para karyawan itu untuk melayani kebutuhan mahasiswa?”
Darah muda saya tergelitik.
Saya kemudian membuat peringatan tandingan dari kertas HVS yang berbunyi, “PARKIR KHUSUS MAHASISWA”.
Ketika berangkat kuliah, saya tempel tulisan tersebut di depan pintu masuk tempat parkir menutupi kertas peringatan “PARKIR KHUSUS KARYAWAN”, kemudian parkirlah saya di situ dengan gantengnya.
Seperti dugaan, sore harinya kertas yang saya tempel sudah hilang dicabut petugas.
Gak kapok, besoknya saya lakukan lagi hal yang sama. Dan sore harinya lagi-lagi tulisan saya sudah hilang.
Gak kapok, besoknya saya lakukan lagi hal yang sama. Dan sore harinya lagi-lagi tulisan saya sudah hilang.
Gak kapok, besoknya saya lakukan lagi hal yang sama. Dan sore harinya lagi-lagi tulisan saya sudah hilang.
Gak kapok, besoknya saya lakukan lagi hal yang sama. Dan sore harinya lagi-lagi tulisan saya sudah hilang.
Semacam jadi kegiatan rutin saja.
Kegiatan yang semula saya lakukan secara diam-diam, setelah beberapa kali kemudian saya lakukan terang-terangan. Semacam mengharap adanya konfrontasi.
Tapi petugas yang kebetulan melihat saya menempel kertas dan parkir di tempat parkir khusus karyawan nyatanya tak berani menegur, apalagi berkonfrontasi.
“Cemen!”
Akhir kisah ini, entah karena gak mau ribut atau sudah males ngladenin saya, kertas peringatan resmi dan kertas peringatan buatan saya sama-sama menghilang dari tempat kejadian perkara. Siapa saja bebas parkir di sana.
***********************
Bertahun-tahun kemudian yaitu hari ini, roda takdir membawa saya kepada posisi yang tak pernah terbayangkan sebelumnya. Saya adalah pelayan masyarakat. Pegawai di salah satu Kementerian Negara.
Mungkin kalian akan menganggap saya aneh. Setiap hari saya lebih memilih parkir di lahan parkir terbukadi halaman kantor bukan tempat parkir khusus pegawai di basement. Jika panas motor saya kepanasan, jika hujan motor saya kehujanan, dan setiap hari saya juga memilih untuk membayar tiket parkir, sebagaimana masyarakat umum lainnya yang datang dan memarkirkan motornya di kantor tempat saya bekerja.
Ada rasa bersalah jika saya parkir motor di basement sementara masyarakat yang saya layani parkir di luar. Maaf belum bisa memberikan yang terbaik. Tapi setidaknya saya memilih untuk ikut merasakan apa yang masyarakat rasakan. Semoga dengan demikian hati saya tidak membatu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H