Mohon tunggu...
Mahdiyyah Ardhina
Mahdiyyah Ardhina Mohon Tunggu... Freelancer - Biologist

Pengamat Satwa dan Lingkungan

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Mengapa (Rasanya) Sulit Menghentikan Israel?

30 Mei 2024   15:39 Diperbarui: 30 Mei 2024   15:39 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: Unsplash

Melihat arus sosial media selama tiga hari ini konsisten memberikan perhatian besar untuk Rafah, lokasi pengungsian terakhir bagi penduduk palestina dari gempuran genosida Israel. Manusia manapun seharusnya merasakan perih dihati saat melihat foto dan video korban yang sebagian besar adalah anak-anak, balita dan bayi yang bahkan belum memahami mengapa mereka terjebak dalam situasi itu. 

Berbagai upaya dikerahkan warganet untuk memberikan tekanan kepada publik bahwa apa yang dilakukan israel itu sangat salah dan tindakan yang kejam. Termasuk usaha dalam mendesak PBB agar tidak terus mengikuti hak veto Amerika yang selalu menolak dan terakhir abstain saat pengecaman terhadap israel untuk melakukan gencatan senjata. Namun entah mengapa semuanya seperti diam dan tidak memberikan pengaruh apa-apa untuk menghentikan kekejaman ini.

Meskipun selalu ada pro dan kontra antara warganet mengenai palestina seperti "Kenapa memperdulikan yang jauh dari kita?" atau "Bantu dulu bangsa sendiri." misalnya, itu adalah bentuk ketidakpahaman masyarakat dalam memandang luas permasalahan ini. Tentu saja orang-orang yang pernah menyumbang untuk Palestina bisa kamu cek aliran rekeningnya sudah pernah membantu siapa saja disekitarnya. Orang berbudi takkan mengumbar diri.


Adanya negara Israel bermula dari deklarasi Balfour pada tahun 1917, di mana pemerintah Inggris menyatakan dukungan terhadap pendirian "tanah air nasional" bagi orang Yahudi di Palestina. Setelah Perang Dunia II dan Holocaust, tekanan internasional meningkat untuk menemukan solusi bagi pengungsi Yahudi. Pada tahun 1947, PBB mengadopsi rencana pembagian Palestina, yang akhirnya memuncak pada deklarasi kemerdekaan Israel pada tahun 1948. Sejak saat itu, Israel terlibat dalam serangkaian konflik dengan negara-negara Arab di sekitarnya.

Israel adalah representasi kuat dari sistem kapitalisme global. Negara ini memiliki ekonomi yang maju, dengan sektor teknologi tinggi yang menjadi andalan. Perusahaan-perusahaan teknologi Israel, seperti Check Point, Amdocs, dan Teva Pharmaceutical, adalah pemain utama di pasar global. Selain itu, Israel juga menerima dukungan finansial yang signifikan dari diaspora Yahudi dan pemerintah Amerika Serikat. Dukungan ini memberikan Israel keunggulan dalam ekonomi dan militer.

Meskipun banyak upaya untuk menyelesaikan konflik Israel-Palestina, situasi di lapangan tetap kompleks dan penuh kekerasan. Dana yang disumbangkan untuk membantu warga Palestina tidak akan pernah menjadi penyelesaian untuk menghentikan kekerasan yang terjadi. Militer Israel, dengan alasan keamanan dan perang melawan Hamas, seringkali justru melakukan operasi yang menyebabkan korban sipil, terutama perempuan dan anak-anak di kamp pengungsian. Tindakan ini menunjukkan arah genosida dan pelanggaran hak asasi manusia.


Memutus Sumber Dana

Salah satu cara untuk melemahkan Israel adalah dengan memutus sumber dana yang mengalir ke negara tersebut. Hal ini sudah disadari sejak dahulu kala namun hanya segelintir kelompok seperti islam dan seperti musiman saja. Perusahaan-perusahaan besar yang beroperasi di Israel atau memiliki hubungan bisnis dengan negara ini menjadi sasaran kampanye boikot. Namun, memutus sumber dana tidak semudah yang dibayangkan. Ekonomi global sangat terhubung, dan boikot terhadap perusahaan besar memerlukan koordinasi dan dukungan internasional yang luas. Saat ini, sudah mulai terlihat upaya pemboikotan secara global memberi dampak besar.

Untuk melepas kebutuhan pada perusahaan besar dengan sistem kapitalisme, perlu ada upaya untuk memberdayakan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Kedepannya, para talenta muda yang cerdas tak lagi berebut untuk masuk ke perusahaan yang katanya berkelas. 

Saat aksi boycott dilaksanakan maka harus ada umkm yang berdiri mandiri mengantikan produk-produk boycott. hinga pada akhirnya setiap daerah bisa berdaya tanpa bergantung pada perusahan kapitalisme yang besar. Dengan mendukung UMKM, masyarakat lokal dapat menjadi lebih mandiri dan tidak tergantung pada produk-produk dari perusahaan besar yang terkait dengan kapitalisme global. Ini membutuhkan perubahan pola pikir yang cukup lama.

Menghancurkan negara Israel bukan hanya soal konflik militer, tetapi juga tentang menghadapi kekuatan kapitalisme global yang mendukungnya. Hanya dengan strategi yang komprehensif, termasuk boikot ekonomi dan pemberdayaan UMKM, kita dapat berharap untuk melihat perubahan yang signifikan. Sistem seharusnya mengatur, bukan mengendalikan, dan dengan demikian, masyarakat harus diberdayakan untuk menciptakan alternatif yang berkelanjutan dan mandiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun