Mohon tunggu...
Ardhie Setya Yogaswara
Ardhie Setya Yogaswara Mohon Tunggu... -

Pelajar di Sma N 1 Kasihan

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Tragedi Trisakti Tahun 1998

16 September 2014   03:28 Diperbarui: 18 Juni 2015   00:35 16510
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pelanggaran HAM adalah tindakan pelanggaran kemanusiaan baik dilakukan oleh individu maupun oleh institusi Negara atau institusi lainnya terhadap hak asasi manusia. Dalam hal ini instrument yang mengatur tentang HAM ialah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999,yang diikuti dengan dikeluarkannya PERPU Nomor 1 Tahun 1999 tentang pengadilan HAM yang kemudian ditetapkan menjadi Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Banyak sekali contoh hak asasi manusia,contohnya : Hak Hidup dan Hak mengemukakan pendapat dimuka umum.

Hal yang saya bahas kali ini adalah tentang Pelanggaran HAM Tragedi Trisakti 1998. Tragedi Trisakti adalah tragedi penembakan yang terjadi pada 12 Mei 1998 terhadap mahasiswa yang melakukan demonstrasi menuntut Soeharto turun dari kursi kepresidenan. Latar belakang yang menyebabkan mahasiswa melakukan demonstrasi adalah ekonomi Indonesia yang mulai goyah karena terpengaruh oleh krisis finansial Asia sepanjang tahun 1997-1999. Jatuhnya perekonomian Indonesia sejak 1997 membuat pemilihan pemerintahan Indonesia saat itu sangat menentukan bagi pertumbuhan ekonomi bangsa supaya dapat keluar dari krisis ekonomi tersebut. Pada bulan Maret 1998 MPR menetapkan Soeharto untuk menjadi Presiden kembali,walaupun keputusan tersebut sangat disayangkan oleh mahasiswa dan sebagian masyarakat. Hal ini menyebabkan mahasiswa terpanggil untuk menyelamatkan bangsa ini dari krisis dengan menolak dipilihnya kembali Soeharto sebagai Presiden. Dengan cara demonstrasilah suara mereka akan didengar.

Demonstrasi pertama kali bergulir dari Yogyakarta yaitu sebelum  Sidang Umum (SU) MPR tahun 1998 dan menjelang SU MPR tahun 1998 demonstrasi semakin meluas di berbagai kota di Indonesia termasuk di Jakarta,akhirnya berlanjut sampai  bulan  Mei 1998. Insiden besar pertama kali adalah pada tanggal 2 Mei 1998 di depan kampus IKIP Rawamangun Jakarta karena mahasiswa dihadang Brimob dan di Bogor karena mahasiswa non-IPB ditolak masuk ke dalam kampus IPB sehingga bentrok dengan aparat. Saat itu demonstrasi gabungan mahasiswa dari berbagai perguruan tingi di Jakarta merencanakan untuk secara serentak melakukan demonstrasi turun ke jalan di beberapa lokasi sekitar Jabotabek.Namun yang berhasil mencapai ke jalan hanya di Rawamangun dan di Bogor sehingga terjadilah bentrokan yang mengakibatkan puluhan mahasiswa luka dan masuk rumah sakit.

Terjadinya Tragedi Semanggi ini bermula dari aksi damai yang dilakukan mahasiswa Trisakti yang membuat aksi mimbar bebas dan dengan diawali acara penurunan bendera setengah tiang yang diiringi lagu Indonesia Raya yang dikumandangkan bersama oleh peserta mimbar bebas, kemudian dilanjutkan mengheningkan cipta sejenak sebagai tanda keprihatinan terhadap kondisi bangsa dan rakyat Indonesia pada masa itu.  Aksi orasi serta mimbar bebas dilaksanakan dengan para pembicara baik dari dosen, karyawan maupun mahasiswa. Aksi/acara tersebut terus berjalan dengan baik dan lancar. Massa mulai memanas yang dipicu oleh kehadiran beberapa anggota aparat keamanan tepat di atas lokasi mimbar bebas (jalan layang) dan menuntut untuk turun (long march) ke jalan dengan tujuan menyampaikan aspirasinya ke anggota MPR/DPR. Kemudian massa menuju ke pintu gerbang arah Jl. Jend. S. Parman. Pada saat yang sama,datang lebih banyak personil aparat hukum untuk mengendalikan situasi disana. Perwakilan dari mahasiswa dan aparat melakukan negosiasi yang menghasilkan keputusan bahwa mahasiswa dan aparat sama-sama mundur.  Namun saat para mahasiswa mundur dan kembali ke kampus,ada salah satu oknum yang mengaku sebagai alumni (sebenarnya tidak tamat) berteriak dengan mengeluarkan kata-kata kasar dan kotor ke arah mahasiswa. Hal ini memancing mahasiswa untuk bergerak karena oknum tersebut dikira salah seorang anggota aparat yang menyamar. Oknum tersebut dikejar massa dan lari menuju barisan aparat sehingga massa mengejar ke barisan aparat tersebut. Hal ini menimbulkan ketegangan antara aparat dan mahasiswa. Perwakilan mahasiswa dan aparat kembali bernegosiasi agar mahasiswa dan aparat sama-sama mundur. Ketika massa bergerak untuk mundur kembali ke dalam kampus, di antara barisan aparat ada yang meledek dan mentertawakan serta mengucapkan kata-kata kotor pada mahasiswa sehingga sebagian massa mahasiswa kembali berbalik arah. Tiga orang mahasiswa sempat terpancing dan bermaksud menyerang aparat keamanan tetapi dapat diredam oleh satgas mahasiswa Usakti. Pada saat yang bersamaan barisan dari aparat langsung menyerang mahasiswa dengan tembakan dan pelemparan gas air mata sehingga mahasiswa panik dan berlarian menuju kampus. Pada saat kepanikan tersebut terjadi, aparat melakukan penembakan yang membabi buta, pelemparan gas air mata dihampir setiap sisi jalan, pemukulan dengan pentungan dan popor, penendangan dan penginjakkan, serta pelecehan seksual terhadap para mahasiswi.

Kemudian datang pasukan bermotor dengan memakai perlengkapan rompi yang bertuliskan URC mengejar mahasiswa sampai ke pintu gerbang kampus dan sebagian naik ke jembatan layang Grogol. Sementara aparat yang lainnya sambil lari mengejar mahasiswa, juga menangkap dan menganiaya beberapa mahasiswa dan mahasiswi lalu membiarkan begitu saja mahasiswa dan mahasiswi tergeletak di tengah jalan. Aksi penyerbuan aparat terus dilakukan dengan melepaskan tembakkan yang terarah ke depan gerbang Trisakti. Sementara aparat yang berada di atas jembatan layang mengarahkan tembakannya ke arah mahasiswa yang berlarian di dalam kampus. Lalu sebagian aparat yang ada di bawah menyerbu dan merapat ke pintu gerbang dan membuat formasi siap menembak dua baris (jongkok dan berdiri) lalu menembak ke arah mahasiswa yang ada di dalam kampus. Dengan tembakan yang terarah tersebut mengakibatkan jatuhnya korban baik luka maupun meninggal dunia. Yang meninggal dunia seketika di dalam kampus tiga orang dan satu orang lainnya di rumah sakit beberapa orang dalam kondisi kritis. Sementara korban luka-luka dan jatuh akibat tembakan ada lima belas orang. Yang luka tersebut memerlukan perawatan intensif di rumah sakit. Aparat terus menembaki dari luar. Puluhan gas air mata juga dilemparkan ke dalam kampus.

Pada pukul 19.00 WIB tembakan dari aparat mulai mereda dan para mahasiswa mulai berani keluar dan mengevakuasi korban. Namun mahasiswa kembali panic karena melihat aparat yang menggunakan baju hitam di dalam hutan (parkir utama) dan sniper (penembak jitu) diatas gedung yang masih dibangun. Mahasiswa berhamburan kembali ke dalam ruangan/kampus dan memadamkan lampu untuk bersembunyi. Sekitar pukul 20.00 WIB,melihat keadaan sedikit aman, mahasiswa mulai berani untuk keluar adari ruangan. Lalu terjadi dialog dengan Dekan FE untuk diminta kepastian pemulangan mereka ke rumah masing- masing. Terjadi negoisasi antara Dekan FE dengan Kol.Pol.Arthur Damanik, yang hasilnya bahwa mahasiswa dapat pulang dengan syarat pulang dengan cara keluar secara sedikit demi sedikit (per 5 orang). Mahasiswa dijamin akan pulang dengan aman.  Walau masih dalam keadaan ketakutan dan trauma melihat rekannya yang jatuh korban, mahasiswa berangsur-angsur pulang. Yang luka-luka berat segera dilarikan ke RS Sumber Waras.

Dampak Tragedi Trisakti ini bagi Indonesia adalah perjuangan para pejuang reformasi tidak sia-sia. Peristiwa tersebut juga menumbuhkan semangat tali persaudaraan dan menggiatkan upaya yang berkaitan dengan kebangkitan demokrasi dan HAM. Selain itu, setelah tragedi tersebut, Trisakti mengadakan mata kuliah Kebangkitan, Demokrasi, dan HAM yang wajib diikuti oleh mahasiswa-mahasiswa Trisakti. Dengan harapan akan segera dibentuk peradilan yang benar-benar adil untuk kasus-kasus HAM. Tidak lama setelah kejadian tersebut, presiden Soeharto mengundurkan diri dan digantikan oleh wakilnya, yakni B.J Habibie. Sorak sorai mahasiswa pun terdengar tanda revolusi telah datang.

Masih banyak kasus-kasus pelanggaran HAM dan pelanggaran HAM berat yang masih bermunculan dan belum terselesaikan. Hal ini diakibatkan tidak adanya itikad baik oleh pelaksana pemerintah di Negara ini untuk menyelesaikan banyaknya permasalahan HAM dalam tataran praktis. Padahal, demi menjadikan HAM sebagai bagian dari Negara Indonesia, banyak pengorbanan yang telah dilakukan oleh masyarakat Indonesia pada tragedi 12 Mei 1998. Maka dibutuhkan niat dan usaha yang keras pamimpin kedepan untuk menegakkan kepastian dan keadilan bagi pihak yang melanggar dan dilanggar HAM-nya.

Oleh karena itu, sebagai bangsa yang besar, Indonesia tidak boleh melupakan sejarah, khususnya sejarah Tragedi 12 Mei 1998. Dengan mengingat Tragedi 12 Mei 1998, maka Indonesia dapat harus menegakkan HAM, baik dalam tataran normatif atau aturan, maupun implementasiannya. Penuntasan tragedi 1998, dapat digunakan sebagai pertanda keseriusan negara dalam menangani dan menyelesaikan kasus pelanggaran HAM.

Sumber :

http://iwaka91.blogspot.com/2011/05/tragedi-trisakti-mei-1998.html

http://www.tempokini.com/2014/05/12-mei-1998-dan-hak-asasi-manusia-2/

http://id.wikipedia.org/wiki/Tragedi_Trisakti

Buku Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan SMA/MA/SMK/MAK Kelas XI semester 1

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun