Mohon tunggu...
Ardi
Ardi Mohon Tunggu... Guru - Guru

Guru Swasta Mengabdi 12 Tahun

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Haruskah Media Sosial Bungkam?

6 Juni 2017   22:52 Diperbarui: 6 Juni 2017   23:17 214
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Media sosial sebagai alat komunikasi jarak jauh yang membuat terasa lebih dekat mempunyai banyak manfaat dalam kehidupan, diantaranya;

1. Sebagai ajang silaturrahmi untuk menguatkan tali persaudaraan.

2. Menyampaikan berita dan informasi positif seperti penggunaan teknologi baru atau berbagi ilmu pengetahuan dalam segala disiplin ilmu.

3. Membuka bisnis online yang dapat mempermudah jual beli barang tanpa harus membuka lapak usaha secara nyata dengan modal yang besar. Hal ini dapat mengurangi tingkat pengangguran.

4. Mengetahui perkembangan zaman.

Media sosial hanyalah sarana yang dimanfaatkan manusia. Contoh sederhananya seperti kulit sapi yang jika dijadikan sampul kitab suci, maka ia akan di hormati oleh pemeluknya. Sebelum dan atau sesudah membaca, kitab suci itu dicium sebagai bentuk dari laku sopan, tidak diletakkan sejajar dengan berdirinya orang dan tidak boleh bertumpuk sesuatu diatasnya. Semua itu dilakukan karena kitab suci adalah kitab yang dimuliakan. Nah, bagaimana jika kulit sapi itu dijadikan sebagai bedug, atau keset kaki atau karpet. Tentu tidak sama perlakuannya dengan yang dijadikan sampul kitab suci. Setidaknya begitu jugalah sebuah media sosial. Ia hanyalah alat bisu yang dioperasikan oleh pemikiran manusia hingga tampak berbicara dan hidup.

Kini smartphone sudah sangat mudah dimiliki setiap orang bahkan oleh pengguna yang usianya masih labil. Hal inilah yang memicu pertengkaran dengan menuliskan pesan negatif yang dapat mengundang perkelahian dan permusuhan. Alangkah baiknya jika pemerintah mengeluarkan peraturan dalam penggunaan media sosial secara ketat agar hanya dipakai oleh orang dewasa saja. Paling tidak seorang dewasa dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya.

Bicara soal hukum haram dalam agama. Menggunjing, memfitnah, dan memicu permusuhan adalah sesuatu yang dilarang. Tanpa harus melibatkan media sosial, seseorang yang melakukan perbutan itu dikenai hukum haram. Sama saja jika perbuatan itu dilakukan melalui media sosial. Beda jalur saja. Ketetapan haram dalam melakukan perbuatan itu sudah ada sejak agama itu lahir. Langkah tepatnya adalah membina insan yang belum ‘melek’ agama menjadi insan yang penuh tanggung jawab terhadap dirinya sendiri dengan pendidikan agama.

Semoga bermanfaat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun