Aku teringat akan masa anak-anak dulu, dimana banyak isu yang mengatakan bahwa begini dan begitu dapat membatalkan puasa. Nah, ternyata isu tersebut masih juga hinggap pada anak-anak sekarang. Mengapa saya kata begitu? Ketika saya mengajar di kelas delapan, kebetulan kala itu materinya tentang puasa.
Jadi saya sampaikanlah hal-hal yang pernah saya dengar dulu waktu saya masih kecil, yang katanya ini dan itu dapat membatalkan puasa. Mereka merespon hal itu dengan sungguh, seolah apa yang saya katakan itu ya terjadi juga pada mereka. Semua itu disebabkan karena kurangnya pemahaman terhadap materi agama. Atau mungkin belum sampainya pembahasan materi tersebut kepada mereka. Â
Baiklah, sebelum saya utarakan apa saja hal yang dulu diisukan dapat membatalkan puasa, kita simak dulu pemaparan berikut tentang apa saja sebenarnya yang dapat membatalkan puasa secara benar.
Pertama, makan dan minum dengan sengaja. Ada kata "sengaja"-nya loh, ya. Artinya bahwa seseorang yang lupa bahwa dirinya sedang berpuasa, maka tidak mengapa, asalkan perbuatan makan atau minumnya tersebut segera diakhiri dan langsung berkumur-kumur. Lalu iapun dapat melanjutkan ibadah puasanya.
Kedua, muntah dengan sengaja. Ini juga hampir sama kasusnya dengan sebelumnya. Maka jika muntahnya itu tidak ada unsur kesengajaan, ia tetap boleh melanjutkan puasanya.
Ketiga, haidh dan nifas. Wanita yang sudah baligh tentu akan mengalaminya setiap bulan. Maka jika ia tengah puasa, lalu tiba-tiba dapat haidh, puasanya tidak sah dan ia wajib menggantinya di hari yang lain. Nifas terjadi pada wanita yang baru melahirkan. Maka dalam keadaan tersebut, tidaklah diperbolehkan melaksanakan ibadah puasa.
Keempat, keluarnya mani dengan sengaja. Lalu bagaimana dengan pria yang mendapat "mimpi basah" saat tidur dan tengah berpuasa? Maka puasanya tetap sah karena hal itu bukanlah faktor kesengajaan.
Kelima, berniat membatalkan puasa. Walaupun orang tersebut belum makan dan minum, tapi jika ia sudah meniatkannya sementara ia sedang dalam keadaan berpuasa, maka puasanya telah batal dan wajib baginya untuk menggantinya di hari yang lain.
Hal ini sebagaimana sabda Nabi Saw. dari Umar bin Khottob, "Setiap orang hanyalah mendapatkan apa yang ia niatkan." HR. Bukhari no. 1 dan Muslim no. 1907. Dan dijelaskan oleh Ibnu Hazm rahimahullah dalam Majmu' Al Fatawa, 25/266.
Terakhir, berjima' (bersetubuh) di siang hari. Maka pelaku perbuatan tersebut, bukan hanya berkewajiban untuk menggantinya pada hari yang lain, melainkan mereka juga harus membayar kafaroh, yaitu memberi makan 60 orang miskin.