Dulu kala masih mengenyam pendidikan di bangku sekolah, tentu pernah menilai beberapa guru yang masuk ke dalam kelas. Penilaian yang objektif dari apa yang dilihat, seperti cara mengajarnya, ucapannya, dan sinkronisasi perbuatannya. Jika nyeleneh, maka akan jeleklah penilaian terhadapnya.
Terjun menjadi pendidik harus mau meneladani karakter seorang pendidik. Mendidik itu lebih dari hanya sekadar mengajar. Mendidik itu membina mental dan membentuk karakter anak didik. Nah, untuk bisa menempah mereka menjadi lebih baik, tentu si pendidik juga harus menjadi figur yang lebih baik pula.
Lantas, apa saja karakter pendidik yang harus dimiliki?Â
Pertama, mampu mengikhlaskan diri dalam mengajar. Ikhlas berarti tulus, tanpa mengharap pamrih. Guru disandarkan dengan sebutan pahlawan tanpa tanda jasa. Ungkapan ini telah ada sejak zaman penjajahan. Artinya menjadi seorang pendidik harus mau merelakan waktu dan tenaga demi anak didiknya tanpa berharap imbalan.
Perjuangan guru tempo dulu memang luar biasa. Berkatnya yang berjiwa tulus mampu membuka wawasan dan peradaban baru di tanah air. Marilah kita kembali membaca perjuangan guru mengentaskan kebodohan pada masa itu untuk menumbuhkan niat ikhlas mengajar dalam diri.
Kedua, memiliki sifat jujur. Tidak semua ilmu pengetahuan dimiliki oleh guru. Pengetahuannya juga terbatas. Namun, sering juga siswa bertanya perihal di luar pengetahuan sang guru. Maka sebaiknya guru menjawab jujur dengan mengatakan tidak tahu, atau akan dicari tahu dulu. Ini mengajarkan kepada anak didik untuk bersikap jujur. Jangan malu dan mengada-ngada jawaban, karena hal itu dapat menurunkan nilai anda dihadapannya.
Ketiga, bersesuaian antara perkataan dan perbuatan. Dalam hadits yang masyhur dijelaskan bahwa ciri-ciri orang munafik itu ada 3, yaitu: jika berkata, ia berdusta. Jika berjanji, ia ingkar dan jika diberi amanah, ia berkhianat.
Munafik adalah perbuatan yang tidak terpuji. Semoga semua guru terjauh dari sikap tersebut. Sebagai seorang figur di hadapan anak didik, haruslah ia menjaga ucapan dan kelakuannya agar anak didik segan terhadapnya.
Keempat, berlaku adil. Mengutip makna dari KBBI, adil berarti tidak berat sebelah atau tidak memihak. Maka sebagai guru harus berhati-hati dengan hal ini. Contoh ilustrasi, seorang ayah membagikan uang jajan kepada tiga orang anaknya. Mereka duduk pada jenjang pendidikan SD, SMP dan SMA. Masing-masing mendapat jumlah uang jajan yang sama. Adilkah ini?
Tentu tidak. Karena bagi anak yang masih duduk di bangku sekolah dasar, jumlah uang itu dirasa kebanyakan asbab pengeluarannya tidak terlalu banyak. Lain halnya dengan anak yang sudah duduk di bangku SMA, uang itu dirasa kurang karena kebutuhannya sudah lebih banyak dari adik-adiknya. Maka, adil itu adalah membagi sesuai kebutuhan masing-masing.
Begitulah ketika anda akan memberi nilai kepada siswa. Ada dua siswa yang menjawab dengan jumlah benar yang sama. Tapi salah satu siswa dari keduanya lebih rajin dalam hal mengumpul tugas juga kehadiran. Nah, apakah anda akan memberikan nilai yang sama? Tentu tidak adil jika nilai mereka sama. Seyogyanyalah siswa yang rajin itu mendapat nilai lebih tinggi atas tambahan nilai lainnya yang tak tertulis.
Kelima, tidak terlalu serius. Merdeka belajar adalah program yang digemakan oleh mendikbud. Membuat siswa sadar akan pentingnya belajar tanpa harus dipaksa merupakan salah satu tujuannya. Guru juga harus piawai mengolah mood siswa. Jika kelas berkeadaan serius terus menerus, tentu akan menimbulkan kebosanan. Maka, pelajari beberapa candaan ringan yang dapat mencairkan suasana.
Semoga bermanfaat
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H