Gerimis mulai datang. Muncul rasa malas untuk pergi ke masjid melaksanakan shalat tarawih berjama'ah. Tapi bismillah, shalat isya berjama'ahpun telah tunai. Sebelum kami melanjutkan ibadah kepada shalat tarawih berjama'ah. Seperti biasanya, ada ceramah singkat dari imam masjid.
Isi yang disampaikan seolah membayar perjalanan ditengah gerimis menuju ke masjid. Sang imam mengatakan bahwa, kita ke masjid di gerakkan oleh iman. Termasuk puasa yang sedang kita laksanakan di bulan ini. Jika bukan karena iman, maka kita tidak akan mampu berpuasa.
Sebagai misal, orang yang sedang berwudhu ketika berkumur-kumur ia akan memasukkan sedikit air ke dalam kerongkongannya. Siapa yang tahu? Bahkan jika ia mengaku masih berpuasa-pun, orang mungkin percaya. Tapi hal itu pasti enggan untuk dilakukan. Dan ingin menyelesaikan puasa dengan sempurna.
Misal lain, orang yang makan sahur banyak, belum tentu ia tahan berpuasa. Tapi ada orang yang makan sahur sedikit, malah ia bisa menyelesaikan puasanya hari itu. Fisik tidak menjadi ukuran kemampuan seseorang berpuasa. Semua itu karena kita memiliki nikmat iman.
Begitu juga dengan jama'ah yang mampu hadir malam ini walau diluar sedang gerimis. Itu semua karena iman. Maka seyogyanyalah bagi kita untuk mensyukurinya. Ini nikmat yang hakiki. Sedangkan harta kekayaan merupakan nikmat yang nisbi, bukan mutlak. Bisa jadi harta dan kekayaan yang Allah berikan itu sebagai suatu ujian.
Apakah dengan harta yang diberikan itu kita masih mampu mempertahankan keimanan kita? Allahu a'lam. Semoga kita semua menjadi orang yang selalu bersyukur atas nikmat iman yang kita punya. Semoga kita tidak termasuk golongan orang-orang yang haus harta, hingga dapat melupakan diri pada sang pencipta.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H