Isu lingkungan menjadi tantangan besar, terutama terkait dengan peran dan pentingnya negara serta gagasan kedaulatan di dalamnya. Selanjutnya, hubungan antara ranah aktivitas politik internasional dan domestik. Hubungan antara pengetahuan, nilai, kekuasaan dan perhatian dalam menentukan hasil dalam proses internasional. Isu-isu lingkungan ini mengarah pada diskusi di antara kelompok orang tertentu. Pembahasan tersebut kemudian melahirkan teori-teori yang menjelaskan permasalahan lingkungan itu sendiri. Teori yang muncul dalam kajian hubungan internasional akibat permasalahan lingkungan ini adalah green theory atau teori hijau.
Politik hijau adalah perspektif alternatif dalam hubungan internasional yang berfokus pada perspektif tradisional ketika isu-isu spesifik, seperti isu lingkungan, menjadi pusat perhatian. Aktor politik hijau bukanlah negara, melainkan organisasi non-pemerintah seperti Greenpeace dan World Wide Fund for Nature (WWF). Politik hijau juga bertujuan untuk menciptakan keadilan dengan meningkatkan kesadaran bahwa masih ada ketimpangan sumber daya. Hal ini dilakukan dengan membuka wilayah-wilayah yang kekurangan sumber daya.
Jackson & Sorensen (1999), dalam bukunya yang berjudul Introduction to International Relations, berpendapat bahwa Green Politics tampaknya mengkritisi pandangan liberal dan melihat masalah nyata yang mengarah pada perusakan lingkungan yang berlebihan selama Perang Dingin. Tujuan dari adanya politik hijau dalam hubungan internasional adalah untuk menjelaskan krisis ekologis yang dihadapi umat manusia. Ini kemudian memfokuskan upaya untuk mengelola krisis dengan menjaga keseimbangan lingkungan (Patterson, 2005). Krisis ekologi merupakan masalah global dalam masyarakat dunia.
Politik hijau dan teori lingkungan memiliki persamaan dan perbedaan. Perbedaannya adalah mereka sama-sama peduli dengan lingkungan dunia. Bedanya, politik hijau lebih penting daripada teori lingkungan. Keberlanjutan dalam teori politik hijau bukanlah dalam pembangunan, tetapi dalam keseimbangan antara ekologi, manusia dan organisme lainnya. Teori ini percaya bahwa menjaga keseimbangan ekologi melindungi manusia. Menurut Green Politics, sistem kepercayaan yang terlalu menekankan pada pemenuhan kebutuhan manusia (antroposentris) menyebabkan krisis lingkungan. Antroposentrisme dapat dimaknai sedemikian rupa bahwa segala kebaikan yang ada di alam ini diatributkan kepada manusia, dan manusia bertindak dengan cara yang wajar meminta secara berlebihan untuk memenuhi kebutuhannya sendiri.
Adanya kebijakan hijau memperluas jangkauan perangkat kebijakan yang tersedia untuk mengatasi masalah perubahan iklim dan berperan penting dalam menjawab berbagai tantangan lingkungan baik di tingkat nasional maupun internasional. Kebijakan lingkungan yang diterapkan oleh kepala negara merupakan wujud nyata kepedulian terhadap masalah lingkungan. Mengatasi degradasi lingkungan yang mengancam jiwa di Bumi menciptakan minat manusia untuk mencoba mencegah dan melindungi lingkungan dan mempertahankan kehidupan manusia. Oleh karena itu, Politik Hijau hadir sebagai jawaban atas pencarian keseimbangan antara alam dan organisme di dalamnya.
Pada awalnya, sekitar tahun 1960-an, tumbuh minat terhadap pencemaran lingkungan dan pelestarian lingkungan alam di masyarakat internasional, terutama di negara-negara maju. Selama tahun 1970-an dan 1980-an, kebijakan politik lingkungan internasional sudah mulai matang. Gerakan hijau, organisasi non-pemerintah lingkungan dan bisnis, dan organisasi internasional telah memantapkan diri mereka bersama negara sebagai pemain kunci dalam kebijakan lingkungan internasional. Seperti teori lain yang dikembangkan dalam studi hubungan internasional, teori hijau memiliki beberapa asumsi dasar. Green theory setidaknya memiliki tiga asumsi dasar yang mendasari awal pembentukan pemikiran green theory. Misalnya, penting untuk mengakui hak komunitas global dan lokal untuk menguasai sumber daya dan keberadaan komunitas bioregional sebagai landasan pembangunan di Bumi.
Dari semua penjelasan di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa sebagian besar mahasiswa yang mempelajari hubungan internasional hanya membahas isu-isu yang sangat politis seperti keamanan dan konflik antar negara.Pada tahun 1960-an, muncul kekhawatiran tentang polusi dan pelestarian lingkungan alam. Kekhawatiran ini lebih cenderung muncul di negara-negara maju. Kemudian muncul teori hijau, yang memasukkan isu-isu lingkungan ke dalam studi hubungan internasional. Pemikiran teori hijau difokuskan pada penciptaan institusi dan kebijakan yang dapat melindungi lingkungan. Para pemikir green theory berpendapat bahwa modernitaslah yang menyebabkan kerusakan lingkungan di masyarakat internasional, dan bahwa modernitas di era ini tidak dapat disangkal, sehingga perlu untuk memecahkan masalah lingkungan yang ada saat ini. kamu tidak bisa. terputus dari kehidupan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H