Mohon tunggu...
ARDHEA FANIENA
ARDHEA FANIENA Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Universitas Negeri Malang

Hai, saya adalah orang yang suka mendengarkan orang lain. Karena kebiasaan mendengar itu, saya pun berupaya untuk menyampaikan ulang pesan yang telah disampaikan kepada saya terhadap orang lain. Tak jarang saya memiliki pandangan pribadi yang mungkin sangat kontras bila disampaikan pada khalayak, namun itu tidak menjadi masalah, sepanjang saya memiliki buku diary saya maka tak perlu takut untuk menulis apapun di dalamnya.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

DEHUMANISASI, Ilmu Pengetahuan Tanpa Moral Apakah Menjadi Langkah Awal Kehancuran Peradaban?

11 Oktober 2024   22:36 Diperbarui: 12 Oktober 2024   08:22 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

 

Sebelum kita mulai, saya ingin mengajukan sebuah pertanyaan yang mungkin juga terlintas di pikiran Anda: Apakah ilmu pengetahuan itu benar-benar bebas dari nilai, etika, dan moral? Haruskah ilmu pengetahuan bersifat netral? Pertanyaan ini sangat penting, karena berhubungan dengan bagaimana kita memandang ilmu pengetahuan dan dampaknya terhadap kemanusiaan.

 Mari kita lihat lebih dalam tentang apa itu moral dan ilmu. Secara sederhana, moral bisa kita artikan sebagai ajaran tentang baik dan buruk. Menurut Zamroni (2009), moral berasal dari kata Latin mores, yang berarti kesusilaan, tabiat, atau kelakuan. Dalam konteks yang lebih luas, moral mencakup nilai-nilai yang dipegang oleh masyarakat. Misalnya, jika kita melihat seseorang yang terlibat dalam perilaku negatif seperti berjudi atau mabuk, kita cenderung merasa bahwa tindakan itu salah. Di sinilah moral berperan, sebagai alat untuk menilai tindakan manusia, untuk melihat dan mengontrol tindakan manusia, serta mengatur manusia dalam hakikat kemanusiaan.

Ketika berbicara tentang ilmu, Aristoteles menjelaskan bahwa ilmu adalah pengetahuan yang mencakup kebenaran yang terdapat dalam berbagai disiplin, seperti metafisika, logika, dan etika. Di sisi lain, Ashley Montagu, seorang antropolog ternama, menyebutkan bahwa ilmu adalah sistem pengetahuan yang dibangun berdasarkan pengamatan dan percobaan (Zamroni, 2009). Dari sini, kita bisa melihat bahwa ilmu dan moral seharusnya saling berkaitan, tetapi seringkali, kita merasa bahwa keduanya berjalan terpisah. Seolah kedua hal ini adalah sesuatu yang asing satu dengan yang lainnya.

Dalam dunia modern ini, tampaknya ilmu pengetahuan sering kali dianggap terpisah dari moral. Kita menyaksikan banyak kemajuan teknologi yang mengesampingkan nilai-nilai kemanusiaan. Misalnya, perkembangan kecerdasan buatan (AI) menimbulkan banyak pertanyaan: Apakah keputusan yang dibuat oleh algoritma mencerminkan nilai-nilai kita? Atau, apakah mereka hanya sekadar berfungsi tanpa mempertimbangkan aspek moral? Ini menjadi tantangan besar bagi kita sebagai masyarakat yang semakin bergantung pada teknologi. Dikutip dari Mohammad Zamroni dalam bukunya yang berjudul "Filsafat Komunikasi" (2009:212) Ada perdebatan yang melahirkan dua kubu dalam memandang masalah moral dalam menghadapi akses ilmu dan teknologi yang bersifat merusak. Yang pertama menginginkan hakikat "netralitas" dari ilmu itu sendiri, bahwa ilmu harus bersifat netral terhadap nilai-nilai baik secara ontologis maupun aksiologis. Dalam hal ini tugas ilmuan ialah menemukan pengetahuan dan fokus pada perkembangannya, masalah penggunaannya ini pada akhirnya diimplementasikan secara baik ataupun tidak merupakan tanggungjawab dan kesadaran masing-masing. Sedangkan yang kedua menyatakan bahwa ilmu memang bersifat netral, namun hal ini hanya di batas pada metafisik keilmuan, sedangkan dalam penggunaannya, bahkan pemilihan objek penelitian, maka kegiatan keilmuan harus berlandaskan asas-asas moral.

Memandang keselarasan ilmu dengan moral dan nilai maka perlu disadari bahwa di era yang digaungkan sebagai era modern di mana perkembangan ilmu dan teknologi digalakan dengan sedemikian kencangnya, apakah telah memperhatikan aspek kemanusiaan dan nilai moral dalam perkembangannya? Apakah dengan semakin majunya perkembangan ilmu ini tidak menyebabkan generasi mengalami degradasi moral dan dehumanisasi? Salah satu contoh nyata dari dehumanisasi akibat ilmu pengetahuan dapat kita lihat dalam bidang medis. Dengan kemajuan bioteknologi, kita kini bisa melakukan pengujian genetik dan modifikasi gen. Namun, pertanyaan yang muncul adalah, apakah kita benar-benar siap untuk "mendesain" manusia? Apa dampaknya bagi keberagaman dan identitas kita sebagai manusia? Menurut Sculley dan McGarry (2018), penggunaan teknologi dalam pengeditan genetik bisa membawa konsekuensi yang jauh lebih besar daripada sekadar kemajuan ilmiah.

Tentu saja, dehumanisasi ini tidak hanya terjadi pada tingkat individu. Dalam konteks sosial, kita bisa melihat bagaimana ilmu pengetahuan disalahgunakan. Contohnya, proyek penelitian untuk mengembangkan senjata biologis atau kimia. Ini jelas menunjukkan bahwa ilmu pengetahuan, ketika tidak disertai dengan moral yang kuat, bisa berujung pada kekacauan dan kehilangan nilai kemanusiaan.

Di sisi lain, para ilmuwan dan peneliti sering kali terjebak dalam dilema etis. Mereka mungkin merasa terpaksa untuk mengabaikan pertimbangan moral demi mencapai kemajuan ilmiah atau mendapatkan pendanaan. Oleh karena itu, sangat penting bagi komunitas ilmiah untuk memiliki kode etik yang jelas. Kode ini harus tidak hanya mengatur penelitian, tetapi juga memastikan bahwa dampak sosial dari ilmu pengetahuan dipertimbangkan secara matang (Brennan, 2021). Ke depan, kita memiliki banyak tantangan. Kita perlu menyadari bahwa ilmu pengetahuan tidak bisa dipisahkan dari konteks sosialnya. Mengintegrasikan nilai-nilai etika dalam pendidikan dan penelitian ilmiah adalah langkah penting untuk mencegah dehumanisasi. Dengan pendidikan yang lebih baik, kita dapat membekali generasi mendatang untuk lebih memahami tanggung jawab moral mereka dalam ilmu pengetahuan.

Sebagai kesimpulan, mari kita kembali ke pertanyaan yang diajukan di awal: Apakah ilmu pengetahuan bebas dari nilai, etika, dan moral? Dan apakah kita siap menghadapi konsekuensi dari ilmu pengetahuan yang tidak mempertimbangkan nilai-nilai ini? Kita harus memikirkan kembali hubungan kita dengan ilmu pengetahuan. Jika kita tidak melakukannya, dehumanisasi akibat ilmu pengetahuan tanpa moral bisa menjadi langkah awal menuju kehancuran peradaban, mengikis nilai-nilai kemanusiaan yang menjadikan hakikat dan eksistensi keberadaan manusia itu sendiri.

Ditulis Oleh : Ardhea Wicaksana

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun