Masa Pemerintahan SBY terjadi pada tahun 2004-2014 menggunakan prinsip kebijakan bebas dan aktif. Saat itu Indonesia menghadapi tantangan ekonomi domestik dan global.
Hal itu menyebabkan kebijakan luar negeri difokuskan pada investasi asing, peningkatan daya saing, dan perluasan pasar ekspor. Era ini ditandai dengan berbagai inisiatif diplomasi ekonomi.
Melalui forum global seperti G20, kerja sama dengan negara-negara Timur Tengah dan Asia Timur, serta intergrasi ASEAN, Indonesia berupaya untuk memperkuat ketahanan ekonominya.
Artikel akan mengulas bahwa SBY sebagai seseorang yang realis dan berfokus pada kepentingan ekonomi nasional. Kecenderungan ini berdasarkan analisa kebijakan-kebijakan politik luar negeri yang dibuat oleh SBY.
Realisme
Sebelum masuk lebih dalam tentang kebijakan-kebijakan luar negeri SBY, kita harus mengetahui apa itu realisme itu sendiri. Realisme identik dengan negara yang bertindak berdasarkan kepentingan nasional untuk mencapai kekuatan dan keamanan.
Realisme memandang bahwa sistem internasional sebagai anarkis, tidak ada otoritas pusat yang dapat mengatur hubungan antar negara. Kondisi tersebut negara dianggap sebagai aktor utama rasional, bertindak demi melindungi kedaulatan dan memastikan kelangsungan hidupnya.
Teori ini relevan dalam kebijakan luar negeri, termasuk dibidang ekonomi, karena realisme menyoroti pentingnya manfaat hubungan internasional sebagai alat untuk kekuatan nasional.
Era SBY realisme sangat terlihat dalam kebijakan luar negeri khususnya ekonomi Indonesia. Pemerintah mengarahkan diplomasi ekonomi untuk membuka akses pasar, menarik investasi asing, dan penguatan ketahanan ekonomi dalam menghadpipersaingan global.
Langkah-langkah ini mencerminkan pragmatisme realisme, di mana setiap kebijakan ditujukan untuk meningkatkan posisi tawar dan memperkuat kekuatan nasional di tengah persaingan global.