Entah sengaja atau tidak, kenyataannya di bulan Ramadan ini, banyak orang belajar dan mempraktekkan sifat toleransi antar sesama. Yang tidak puasa menghormati yang puasa, begitu juga yang puasa menghormati yang tidak puasa. Untuk menghormati yang puasa, warung-warung makan menutupinya dengan kain. Sementara yang puasa, juga tidak semena-mena mengencangkan pengeras suasa tempat ibadah, untuk menunjukkan sedang ada ibadah. Semuanya belajar untuk saling mengendalikan diri agar tidak memunculkan ketersinggungan.
Ketika memasuki waktu buka puasa, banyak yang mencilan cemilan beraneka macam. Tidak jarang juga yang tidak puasa, membagikan takjil secara gratis di masjid atau pinggir jalan. Semangat untuk saling berbagi inilah yang akrab kita saksikan setiap hari. Salah satunya bisa kita lihat di Gereja Sidang Pantekosta Indonesia di Purwakarta, Jawa Barat. Para jemaat membagikan hidangan berbuka secara gratis. Pembagian takjil gratis juga bisa kita saksikan di Vihara Sanggar Suci di kecamatan Lawang, Malang, Jawa Timur. Di Bandar Lampung, sejumlah biarawati Katolok hadir dalam acara Lampung Mengaji, ikut membagikan makanan pada peserta yang hadir. Bahkan, umat Budha, Hindu dan Protesten juga ikut terlibat dalam acara tersebut.
Hal diatas menunjukkan, bahwa toleransi itu telihat indah jika dilakukan secara tulus. Perbedaan tidak dianggap sebagai persoalan. Perbedaan justru dimaknai sebagai anugerah dari Tuhan. Karena keberagaman itu sejatinya merupakan karakter dari negeri ini. Pada dasarnya, sedari dulu para pendahulu telah mengajarkan untuk saling hormat menghormati, dan saling bantu membantu, tanpa mempersoalkan perbedaan keyakinan atau latar belakang yang lain. Buktinya, dapat kita saksikan kearifan lokal kita.
Bentuk menghargai keberagaman ini, juga bisa kita lihat ketika umat muslim menjalankan ibadah shalat tarawih. Meski yang menjalankan tarawih semuanya umat muslim, tapi sadarkah kalau mereka semua berasal dari suku yang berbeda-beda? Dalam perbedaan suku itu, mereka bisa khusyu’ beribadah untuk mencari keberkahan Tuhan. Dapat kita saksikan bersama, begitu indahnya negeri ini jika bersatu dalam perbedaan itu, bisa kita implementasikan dalam setiap kehidupan manusia.
Seandainya, sikap toleransi itu tidak hanya terjadi pada saat Ramadan, tentu begitu indah negeri ini. Tidak ada lagi ujaran kebencian yang mempersoalkan perbedaan keyakinan. Tidak ada juga kebencian karena sentimen SARA. Tidak ada tindakan persekusi, hanya karena merasa terhina di media sosial. Jika terjadi persoalan, semestinya diselesaikan secara baik-baik dengan cara musyawarah. Karena mendapatkan solusi dengan cara musyawarah, diatur dalam ajaran agama dan tradisi di Indonesia. Bahkan dalam sila keempat Pancasila, juga ditekankan musyawarah untuk mendapatkan mufakat.
Ramadan harus bisa jadi momentum, untuk tetap menjaga toleransi dan salin menghormati antar umat beragama. Indonesia merupakan masyarakat yang penuh keberagaman dan kemajemukan. Tidak ada satupun daerah di Indonesia, yang mempunyai etnis, adat istiadat ataupun agama yang sama. Artinya, keberagaman hampir terjadi disetiap daerah. Untuk itulah, menjaga semangat Ramadan menjadi hal penting yang kita lakukan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H