Mohon tunggu...
ardhani prameswari
ardhani prameswari Mohon Tunggu... Guru - guru

seorang yang sangat menyukai photography

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Menjaga Kebersamaan dalam Kerukunan

5 Juli 2017   22:16 Diperbarui: 5 Juli 2017   22:22 3606
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kerukunan Umat Beragama - http://pelatihindonesia.com

Siapa yang tidak mendambakan hidup guyub dan rukun. Keduanya merupakan hal yang didambakan, dan harus berjalan seiring. Guyub tanpa diikuti kondisi yang rukun, tidak akan ada manfaatnya. Begitu juga sebaliknya, rukun tapi tidak guyub, juga akan terasa hampa. Guyub atau kebersamaan yang dilengkapi dengan kerukunan antar masyarakat, menjadikan Indonesia dikenal dengan negara yang ramah dan sangat toleran. Karena guyub dan rukun itulah, gotong royong menjadi karakter negeri ini.

Kebersamaan harus dilakukan secara utuh. Bukan berarti segalanya harus dilakukan secara bersama, namun jika bersama tapi selalu ada pertentangan, apalah gunanya. Itulah gunanya guyub rukun, mengerjakan aktifitas bermasyarakat secara bersama tanpa adanya pertikaian. Kalau terjadi perbedaan pendapat, bisa diselesaikan dengan cara musyawarah. Dan musyawarah ini dilakukan dengan semangat mengedepankan kepentingan masyarakat. Bayangkan, jika saat ini semua orang dan keluarga bisa guyub dan rukun, kepada siapa saja dan masyarakat lain, kedamaian itu tentu akan terasa.

Lalu, lihat apa yang terjadi dalam beberapa bulan terakhir ini. Ujaran kebencian begitu marak terjadi di dunia maya, hingga ke dunia nyata. Perilaku intoleran juga tidak hanya ramai di media sosial, tapi juga terjadi dalam keseharian. Perilaku intoleran ini jelas membuat guyub dan rukun tidak bisa berjalan seiring. Bahkan, bisa saja karena perilaku intoleran, tidak akan bisa mewujudkan kondisi yang guyub dan rukun. Semua orang saling curiga dan merasa dirinya paling benar. Dan jika hal ini dibiarkan terjadi, penyusupan paham radikalisme dan terorisme tentu akan mudah di tengah masyarakat.

Memang, meski guyub rukun pada dasarnya merupakan ciri khas masyarakat Indonesia, kenyataannya praktek ini terkesan sulit dilakukan. Sudah sulit kita temukan bagaimana suasana gotong royong membersihkan lingkungan. Sulit juga kita temukan masyarakat saling bantu, ketika ada tetangga yang mendirikan rumah. Gotong royong mulai memudar, seiring berkembangnya kemajuan jaman. Kondisi yang guyub rukun terus memudar, seiring mudahnya masyarakat berkomunikasi dengan telepon pintar.

Antar tetangga tidak saling mengenal menjadi hal yang lumrah. Sistem keamanan keliling yang sering dilakukan masyarakat pedesaan, pelan-pelan juga mulai berkurang. Lalu, kenapa kita mengkhawatirkan perubahan ini? Karena tanpa kita sadari, perubahan sikap di masyarakat ini menjadi pintu masuknya paham radikalisme. Ketika masyarakat mulai tidak saling peduli, kemudian dibangun sebuah kebencian karena perbedaan, akan mudah sekali radikalisme berkembang dalam pikiran masyarakat.

Menjadi tugas bersama agar kebersamaan dalam kerukunan di masyarakat ini tetap terjaga. Rasa saling menghormati antar sesama, sudah semestinya tidak memudar seiring dengan berkembangnya teknologi. Silaturahmi antar sesama, semestinya tetap terjaga meski berbagai macam smartphone terus keluar dan menawarkan berbagai kemudahan. Ingat, radikalisme saat ini mulai banyak menyusup melalui media sosial. Sementara banyak remaja mengakses media sosial melalui telepone genggamnya. Remaja lebih senang berinteraksi di dunia maya dibandingkan dunia nyata. Dampaknya, tingkat individualistik terus meningkat. 

Banyak orang merasa benar sendiri, dan tidak mau mendengarkan pendapat orang lain. Jika kita tetap berusaha menjaga kebersamaan dalam kerukunan, kita tidak mudah dipecah belah oleh isu SARA. Kita akan tetap mengedepankan kepentingan publik dibandingkan kepentingan pribadi. Dan yang tidak kalah pentingnya, kita tetap mengedepankan dan menjaga NKRI tetap utuh.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun