Untuk kesekian kalinya, wajah ASN disorot. Bukan hanya karena kinerjanya (sering tidak ditempat jika jam tugas, cuti melebihi ketentuan, sering terlambat dll) tapi karena keterkaitannya dengan hal lain seperti radikalisme, intoleransi dan terorisme.
Mungkin kita masih ingat seorang dosen sebuah perguruan tinggi negeri di wilayah Jawa Barat yang memiliki puluhan bom rakitan alias bom panci di sebuah rumah. Bom-bom itu diketahui dibuat oleh para kelompok di bawah sang dosen yang punya pemahaman radikal. Dalam pendalaman aparat diketahui bahwa mereka akan meledakkan bom bom itu di daerah medan merdeka alias dekat dengan istana negara.
Seorang dosen hakekatnya adalah seorang guru yang sama artinya dengan sosok yang layak digugu (didengarkan ) dan ditiru (sikapnya). Bagaimana seorang guru memberi contoh sikap dan visi yang keliru, apalagi karena melawan negara.
Kini kita dihadapkan dengan seorang pegawai BUMN dalam hal ini KAI yang kemungkinan besar terlibat radikalisme, karena di rumah DE sang tersangka ditemukan belasan sampai puluhan senjata api pabrikan dan rakitan. Juga ditemukan bendera ISIS. Terlebih lagi, DE sering memposting hal-hal yang berbau radikalisme di media sosialnya.
Beberapa contoh lain juga terjadi di beberapa kota. Ada seorang anggota sebuah organisasi keadamaan yang dikenal ramah dan sopan, juga diciduk moleh aparat keamanan karena terlibat hal serupa, Â
Ini memang kisah-kisah  yang tidak layak untuk dijadikan contoh. Terlebih mereka adalah ASN yang notabene adalah salah satu unsur dari negara. Untuk menjadi pegawai KAI tentu tidak semudah membalikkan tangan. Berbagai macam tes dilakukan oleh negara untuk menjaring mereka. Bisa dikatakan ASN adalah orang-orang pilihan dan terbaik bagi negara untuk menjalankan program-program mereka. Bagaimana jika yang dianggap terbaik ini ternyata punya faham yang membahayakan lingkungan sekitar dan bahkan negara.
Ini merupakan tantangan tersendiri untuk pencegahannya. Apakah perlu setiap institusi negara punya pengawas internal yang masuk dalam inspektorat untuk melihat bagaimana para pegawai sesuai dengan ketentuan kepegawaian termasuk soal paham menyimpang seperti radikalisme. Pembiaran kelompok-kelompok seperti ini sama saja membiarkan kerikil di sepatu yang akan menganggu kaki kita untuk melangkah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H