Baru-baru ini kita dikejutkan dengan kabar dua orang anggota densus 88 menembak satu orang yunior mereka hingga tewas. Peristiwa itu menarik perhatian banyak orang karena menyangkut detasemen yang sangat bergengsi di Indonesia karena berkemampuan menangkap teroris.
Terlepas dari kesalahan tembak itu, institusi yang betanggungjawab atas penindakan terorisme memang diperlukan oleh negara manapun. Â Dari negara yang baru berdiri sampai negara yang sudah lama berdiri. Kita tentu tahu bahwa negara sekelas Jeman atau Inggis kerap dihantui oleh terorisme, apalagi Negara sekelas Amerika Serikat yang secara dahsyat pernah behadapan dengan terorisme skala besar.
Di Indonesia, institusi yang harus berhadapan dengan  terorisme bukan hanya densus 88, tapi juga badan nasional penanggulangan terorisme. Jika densus 88 berkonsentrasi pada ranah tindakan, maka bnpt banyak di ranah pencegahan. Ranah pencegahan memang tidak sepopuler penindakan. Penindakan selalu melibatkan pasukan dengan peralatan lengkap, aksi-aksi yang menarik untuk dilihat di televisi dan hasil rampasan yang seringkali membuat oang ngeri semisal bahan-bahan pembuat bom dan lain-lain.
Seperti halnya KPK melakukan operasi tangkap tangan yang menghasilkan orang sebagai pelaku, bukti-bukti yang dibawa petugas ketika OTT dan alur cerita yang menarik untuk dicermati. Kita bisa melihat hal ini pada kasus alun trisambodo yang merupakan karyawan pajak yang kaya raya dan anaknya terlibat kekerasan. KPK juga punya pekerjaan pencegahan yang mungkin kalah populer dengan penindakan. Namun pekerjaan pencegahan juga tidak kalah penting dari pekerjaan penindakan.
Kita kembali ke bidang terorisme.
Sehingga kita bisa juga paham bahwa pencegahan terorisme tidak kalah penting dibanding penindakan. Meski pencegahan tidak sespektakuler penindakan.
Pencegahan terorisme sering harus berkecimpung ke hal-hal yang semula tidak ditengarai sebagai pusat atau bibit teorisme. Karena kita berkecimpung dengan pendidikan, anak-anak yang penuh semangat termasuk belajar agama dan orang-orang energik yang punya semangat yang bergelora. Jika berbagai faham masuk dan mereka terpengaruh sementara institusi pencegahan faham itu tidak bergerak untuk mencegahnya, maka bisa dipastikan "wajah" generasi mud akita terhadap pluralisme akan bebeda dengan generasi yang akrab dengan perbedaan dan Pancasila.
Jadi jangan anggap remeh soal pencegahan terorisme.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H