Mohon tunggu...
ardhani prameswari
ardhani prameswari Mohon Tunggu... Guru - guru

seorang yang sangat menyukai photography

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Lawan Konflik dengan Nilai Luhur Indonesia

8 September 2022   02:40 Diperbarui: 8 September 2022   02:43 196
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada sila di Pancasila yang sangat sejuk dan mencerminkan nilai-nilai kehidupan berbangsa kita, Indonesia. Sila  itu adalah sila keempat yang berbunyi: Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan.

Sila keempat ini punya 10 butir nilai . Yang terpenting adalah Kita disarankan untuk tidak memaksakan kehendak kepada orang lain. Mengutamakan musayawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama. Musyawarah yang dilakukan ini pasti didominasi olej semangat kekeluargaan. Lalu apapun keputusan itu harus kita hormati dan dijunjung bersama.

Tidak boleh memaksakan kehendak kepada orang lain. Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama. Musyawarah untuk mencapai muafakat diliputi oleh semangat kekeluargaan. Menghormati dan menjunjung tinggi setiap keputusan yang dicapai sebagai hasil musyawarah.

Sila ini adalah salah satu alasan bahwa seringkali satu keputusan atau kebijaksanaan di Indonesia, tidak perlu memakai mekanisme voting seperti di negara lain. Kesepakatan berdasar musyawarah bisa dipakai untuk jadi dasar keputusan atau kebijakan yang mengikat banyak orang.

Banyak yang tidak sadar bahwa sila ini merupakan "bantalan demokrasi" yang amat baik bagi Indonesia. Voting mungkin menghasilkan konflik -- yang mungkin saja berkepanjangan- namun musyawarah untuk mencapai mufakat ini membuat orang dalam komunitas itu ditutut berjiwa besar untuk menerima dan kemudian melaksanakan kesepakatan itu.

Kita lihat sekarang ? Sila "emas" ini seakan memudar. Seringkali satu persoalan kebangsaan atau persoalan sosial muncul dan diselesaikan dengan cara arogan bahkan tidak bermoral. Bahkan kadang tidak mengindahkan sopan santun. Baik itu di alam nyata dan dunia maya. Kita menemukan banya caci maki kepada Presiden sebagai salah satu symbol negara sangat marak di media sosial. Demokrasi yang kebablasan tengah terjadi di negara kita.

Hal-hal ini membuat situasi konflik' kubu A  berhadapan dengan kubu B. Kita ingat keterbelahan bangsa ini saat kontestasi politik Pilkada Jakarta dan Pipres 2014 dan Pilpres 2019. Bangs akita terbelah dan banyak sesame saudara bahkan suami istri yang berkonflik.

Padahal kalau kita sadar, konflik adalah jalan masuk untuk kelompok radikal berkerja dan merusak tatanan berbangsa. Ini bisa terjadi karena konflik adalah ladang subur bagi penyebaran virus radikalisme dan terorisme. Kita harus ingat bahwa tujuan atau misi yang diemban oleh kelompok radikal adalah memunculkan konflik dan menimbulkan perpecahan.

Karena itu kita jangan terpancing. Tetaplah bersandar pada Pancasila termasuk sila emas ; sila keempat untuk selalu menjaga harmoni berbangsa kita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun