Tujuan esensial diturunkannya agama kepada manusia hakekatnya adalah agar manusia punya pondasi dan tuntunan dalam berfikir serta bertindak . Agama tidak mengekang atau memberi beban, tapi malah memerdekakan; menyerahkan implemantasinya kepada umat.
Contoh nyata dalam hal ini adalah rukun Islam. Dalam berpuasanya misalnya anak-anak yang belum akil balik dan wanita haid serta nifas tidak diperkenankan untuk berpuasa. Juga orang-orang yang sedang dalam perjalanan dan dalam kondisi tidak memungkinkan (bepergian jauh; musafir, perang dll). Puasa wajib bagi orang yang menetap atau bermukim. Sehingga orang-orang diluar itu diperbolehkan untuk tidak berpuasa. Artinya anak dibawah akil balik diperbolehkan untuk tidak berpuasa atau berpuasa separoh waktu.
Begitu juga rukun Islam kelima yang menganjurkan umat yang mampu (secara ekonomi) untuk naik haji sebanyak satu kali seumur hidup. Rukun Islam kelima itu ditujukan untuk yang mampu, sehingga tidak memaksa. Bagi umat yang belum mampu menunaikan ibadah haji maka tidak ada hukuman yang mengikutinya.
Dari dua ilustrasi itu kita bisa menyimpulkan bahwa perintah-perintah Allah dalam agama itu tidak memaksa. Agama sebagai kompas kehidupan tapi tidak memaksa perintah Allah itu kepada semua umat manusia. Semuanya disesuaikan dengan kondisi umat yang berbeda.
Perbedaan itu tidak saja situasional seperti contoh di atas. Tapi juga berbeda karena lahir dan kondisi geografis, geopolitik dan lain sebagainya. Kita punya teman atau saudara yang non muslim, semisal Kristiani atau Budha atau Hindu. Dalam Al Qur'an juga pernah diceritakan bahwa Nabi Muhammad SAW tidak membumi-hanguskan umat yang berbeda keyakinannya , mereka tetap diberi hak untuk hidup dan berkarya sebagaimana takdirnya. Allah memberi kemerdekaan atau memberi pilihan kepada manusia sesuai takdirnya. Allah juga mengajarkan untuk saling menghormati justru karena berbeda itu.
Karena itu  patut kita pertanyakan kembali kepada sekelompok golongan yang memaksakan sesuatu seragam bagi sebagian masyarakat yang berbeda. Mereka marah jika golongan berbeda itu tidak sesuai dengan aturan atau kebiasaan mereka. Ini  cara berfikir radikal, yaitu memaksakan orag lain untuk selalu selaras dengan kelompok kita.
Contoh paling nyata adalah ketika bulan puasa  mereka melakukan sweeping bagi warung-warung yang buka atau tidak menutup warungnya dengan kain agar tidak terlihat dari luar. Golongan itu bertindak seakan semua orang harus memahami bahwa umat Islam berpuasa tanpa paham bahwa ada umat lain atau kelompok lain yang karena status atau kondisinya tidak harus berpuasa. Mereka tetap harus kita hargai sebagaimana Nabi Muhammad juga menghargai / tidak mengusik mereka.
Karena itu mungkin kita perlu berfikir ulang tentang bagaimana Allah mengatur ketentuan-ketentuan yang Dia berikan untuk manusia. Yang jelas ketentuan-ketentuan itu menjadikan kita lebih baik dan teratur tapi tidak menambah beban kita. Perintah-perintahNya merdeka buat kita laksanakan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI