Beberapa tahun ini pihak Kepolisian melalui Direktorat Cybercrime Badan Reserse Kriminal secara intensif memantau konten-konten yang tidak hanya di media sosial tetapi juga yang menyebar di whattspp. Tahun lalu ejumlah orang ditangkap karena menyebarkan ujaran kebencian lewat fitur berbagi di kelompok Whattsapp The Family MCA (Musims Cyber Army)
Konten itu berisi informasi yang bisa meresahkan masyarakat terkait ulama, komunisme dan beberapa hal menyangkut pejabat Negara yang harusnya dihormati. Sifatnya provokatif, seperti isu kebangkitan PKI, menyudutkan pemimpin Negara padahal dia adalah salah satu symbol Negara yang harus dihormati.
Pemilik konten penyebar bahkan juga menyebarkan maware untuk merusak beberapa akun penting. Beberapa instansi penting yang berhubungan dengan pelayanan masyarakat diserang virus yang menimbulkan kekacauan dan rasa tak aman bagi masyarakat.
Untuk menangani hal ini mereka dijerat dengan beberapa pasal UU ITE, meski ada resiko tidak populis di mata beberapa masyarakat yang berbeda pendapat soal UU ITE ini. Â
Sebagian besar masayarakat memang banyak yang tidak paham soal regulasi soal narasi media sosial. Hal ini dimungkinkan karena literasi masyarakat rendah sementara penetrasi pasar dalam hal ini handphone sangat mudah diperoleh. Bahkan anak sekolah dasarpun kini memakai handphone meski scara resmi dilarang oleh pihak sekolah.
Di sisi lain, pengetahuan tentang memperlakukan informasi, seperti mengambil source, dan menyebarkannya masih minim. Sehingga informasi atau gambar yang berisi konten yang membuat orang tergugah dan mudah marah mudah tersebar. Ini tersebar begitu saja tanpa melalui pemahaman yang benar soal informasi hoax atau ujaran kebencian.
"Yang penting sebetulnya adalah masalah kontennya. Bagaimana kontennya itu dibuat sehingga orang tergugahlah, sehingga orang terinspirasilah, sehingga orang marahlah, " pakar keamanan siber, Budi Rajardjo seperti dikutip sebuah media online.
Sehingga, masyarakat memang harus benar-benar paham soal sifat-sifat konten dan penyebarannya. Konten harus dikenali terlebih dahulu. Mungkin kita bisa mulai mengajari orang di sekitar kita bagaimana konten itu. Harus dipikirkan terlebih dahulu, dan mencari tahu soal itu di internet. Sebelum menyebarkannya, tahan dulu paling tidak tiga hari. Jika dalam waktu kita lihat bahwa konten itu disetujui oleh banyak di sekitar kita dan panutan, maka bisa disebar.
Panutan ini biasanya seorang tokoh yang banyak diterima oleh masyarakat. Bukan karena kesinisannya tetapi karena visi dan sikap positifnya kepada masyarakat dan bangsa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H