Mohon tunggu...
Ardhani Reswari
Ardhani Reswari Mohon Tunggu... karyawan swasta -

just smile!

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Ajal...

19 Oktober 2015   16:33 Diperbarui: 19 Oktober 2015   17:42 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Satu persatu orang-orang yang kuketahui meninggal. Baik yang kukenal atau pun sekedar tahu tapi tak begitu mengenalnya. Ajal setiap orang akan tiba. Kita hanya menunggu giliran. Mereka yang kuketahui itu sudah selesai waktunya di dunia. Bahkan, teman dari seorang teman yang usianya relatif muda saja sudah dipanggil Tuhan. Ia baru saja selesai sidang. Tinggal menunggu waktu wisuda saja. Namun ternyata Izrail sudah mengambil nyawanya sebelum ia sempat mengenakan toga.

Ada pula seorang kawan yang kukenal tak dekat. Ia belum lagi berusia 19 tahun. Penyakit yang dideritanya sudah setahun lebih. Entah kanker darah, thalassemia atau apapun nama penyakitnya. Beberapa kali kudengar dokter salah mendiagnosa penyakitnya. Ah.. sudah bukan urusanku lagi itu. Toh sekarang kawanku itu sudah tenang di sisiNya. Tubuhnya begitu kecil, mungil, dan lemah.

Aku ingat ketika kami datang menjenguk ke rumahnya, jauh sebelum kematian datang menjemputnya. Ia tampak ceria sekali menyambut kedatangan kami. Bola matanya membesar dan bersinar melihat kawan-kawannya datang membawa segudang cerita ceria.

Berkacalah aku. Yang tidak tahu menahu kapan malaikat akan menghampiriku. Memberiku tanda bahwa waktuku akan segera habis. Saat itu mungkin aku tak bisa berbuat apa-apa lagi. Yang terlintas hanya sebuah film kehidupanku selama hidup. Betapa banyak dosa yang kuperbuat dan betapa aku tak berpikir untuk segera bertobat.

Alih-alih berdoa atau mencari pahala sebisaku, mungkin aku akan menggigil, tak mau bertemu orang-orang. Kerjaanku hanya meminta maaf kepada semua. Berharap keridhoan mereka dapat meringankan timbangan dosaku. Atau bahkan aku tak bisa lagi meminta maaf, bahkan sekedar bicara atau menuliskan sesuatu. Diam terbaring tak berdaya. Tak kuasa menolak ajal.

Apakah waktu akan berhenti? Atau besok akan kiamat? Seperti apa kiamat itu? Aku takut masuk neraka. Aku takut dicambuk di dalam kuburku nanti. Apa aku akan menggigil selamanya? Bersedih hati tak bisa dihidupkan kembali untuk membayar semua utangku, semua yang harus kubayar…

Kalau sudah begini tak lagi aku pikirkan kesalahan siapa kebakaran hutan di Riau sana. Peduli amat si A politikus yang bersalah atau bersih. Atau kondisi politik ekonomi Indonesia yang tak kunjung membaik. Toh semua sudah punya pemimpinnya masing-masing. Aku pemimpin atas diriku sendiri. Mempertanggungjawabkan semua perbuatanku.

Tak ada waktu lagi. Aku harus berubah. Memperbaiki diri secepatnya, sesegera mungkin. Menghindari maksiat selagi aku bisa. Selagi sadar. Selama aku masih bisa berpikir jernih. Tak perlu menunggu mati. Tak perlu menanti ajal. Karena ia pasti.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun