Mohon tunggu...
Ardhani Reswari
Ardhani Reswari Mohon Tunggu... karyawan swasta -

just smile!

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Membeli Kebun Binatang? Kenapa Tidak?

4 November 2012   11:07 Diperbarui: 24 Juni 2015   21:59 312
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Benjamin Mee sang tokoh utama diperankan oleh Mat Damon. Seorang duda beranak 2. Ia ditinggal mati oleh istrinya. Kerepotan, mungkin itu satu kata yang menggambarkan kehidupannya di rumah. Memasak, mengurus anak, bekerja, bukan hal yang mudah untuk dilakukan seorang lelaki yang terbiasa hidup bersama istri. Semuanya terlihat baik saja walau sedikit berantakan di rumah. Hanya Dylan, anak pertamanya sering berselisih paham dengannya sejak ditinggal sang bunda.Berbeda dengan Rosie yang kompak sekali dengan ayahnya.

Ketika ia tak bersama anak-anaknya ia sering teringat akan kenangan bersama istrinya. Ia masih trauma. Kemana-mana selalu ada kenangan yang membekas tentang istrinya. Di jalan, di cafe, restoran, di mana-mana. Hal itulah yang membuatnya harus pindah rumah. Hingga ia memilih sebuah rumah di sudut kota yang cukup jauh. Namun, tidak hanya rumah tapi pemiliknya mengharuskannya membeli kebun binatang beserta isinya. Artinya rumah itu tidak akan dijual kecuali sekaligus dengan kebun binatang yang ditutup dan hampir bangkrut.

Akhirnya dengan berbekal sebuah kenekatan dan optimis, ia membeli rumah itu. Ia hanyalah seorang duda yang tak tahu apa-apa tentang bagaimana mengelola kebun binatang. Apalagi ia cuma punya tabungan untuk bertahan hidup di tempat barunya. Termasuk uang yang akan ia gunakan untuk mengelola kebun binatang itu nantinya.

Kebahagiaan memulai hidup baru dan suasana baru tak serta merta datang dengan mulus kepadanya. Ia dihadapkan pada situasi sulit. Mr. Mee harus dapat membuat kebun binatang itu layak untuk dibuka jika ia membelinya. Itu juga merupakan salah satu pekerjaan yang akhirnya ia pilih. Dengan banyak kerusakan di sana-sini, dana yang pas-pasan ditambah dengan seorang penguji kelayakan kebun binatang yang membuatnya terdesak.

Semua kondisi itu membuatnya stress. Hampir ia putus asa. Menyerah untuk tidak melanjutkan kehidupan yang baru saja ia mulai. Hingga suatu ketika, tanpa diduga ia menemukan sebuah rekening. Sejumlah uang yang ditinggalkan oleh istrinya. Tabungan itulah yang akhirnya ia gunakan untuk menutupi segala kesulitan-kesulitan yang ia hadapi.

Kadang kita merasa semua akan sulit dilakukan. Kita sudah berusaha semaksimal mungkin. Melakukan apapun sebisa kita, tapi bila keadaan tidak memungkinkan. Kita tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Terlepas dari cerita film ini yang bukan berlatar belakang cerita Islam, saya melihat ada harapan yang diberikan film ini. Harapan agar kita tidak putus asa. Selalu ada jalan jika ada kemauan. Manusia hanya berencana dan Allah yang menentukan.

Bang Ad, seorang dosen Psikologi UI pernah berkata, kita tidak boleh putus asa. Jika kita putus asa itu artinya kita membuang Allah. Tapi hampir putus asa itu boleh. Hampir putus asa artinya kita sudah berusaha dengan segenap kemampuan yang kita miliki. Telah melakukan segalanya. Hingga akhirnya kita menyerah, sudah tidak tahu apa lagi yang harus diperbuat. Jika kita sudah menyerah, maka mari gunakan senjata andalan kita. Do’a. Yakinlah Allah tidak akan meninggalkan hambanya yang beriman dalam kondisi sesulit apapun. [Ardhani Reswari] sumber foto : http://www.imdb.com/title/tt1389137/

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun