Mohon tunggu...
ardhan firdaus
ardhan firdaus Mohon Tunggu... Mahasiswa - Prodi Televisi dan Film - Universitas Jember

Saya adalah mahasiswa jurusan Televisi dan Film, universitas jember yang memiliki spesialisasi dalam bidang media visual. Saya menyukai bidang editing, photo jurnalistik, komputer, dan elektronik.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kolaborasi: Kunci Keberlanjutan Ekosistem Ekonomi Kreatif Daerah

8 November 2024   02:08 Diperbarui: 8 November 2024   10:51 159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Di era digital ini potensi ekonomi kreatif terbilang cukup besar. Di Indonesia sendiri dalam setiap wilayah, tercatat ada 17 sub sektor ekonomi kreatif yang terus dikembangkan seperti sub sektor fesyen, kuliner, film, musik, arsitektur, seni pertunjukkan, dan lain-lain. Sub sektor tersebut dapat membentuk ekosistem ekonomi kreatif karena berkaitan dengan kreativitas, seni, desain, dan inovasi. Sub sektor tersebut memiliki keterikatan antara sub sektor satu dengan sub sektor lainnya walaupun dalam prosesnya terdapat beberapa sub sektor yang dapat berjalan sendiri namun kurang menghasilkan produk yang memiliki daya minat. Ekosistem ekonomi kreatif berkelanjutan membutuhkan inovasi dan penciptaan nilai tambah yang berbeda dari sebelumnya.

Pada ekosistem ekonomi kreatif terdapat struktur yang dinamis dan organik dalam kegiatan budaya dan kreatif, maksudnya di dalam ekosistem tersebut terdapat berbagai macam bidang kreatif yang saling berkaitan satu sama lain dan berubah sesuai dengan kebutuhan jaman. Untuk menciptakan keberlanjutan ekosistem ekonomi kreatif di era digital ini maka membutuhkan kolaborasi antar bidang sektor. Menteri ekonomi kreatif Teuku Riefky Harsya saat bertemu dengan Menteri PPN/Kepala Bappenas Rachmat Pambudy di kantor Kementerian PPN/Bappenas, Jakarta, Rabu (6/11/2024), mengatakan koordinasi dan kolaborasi sangat penting dilakukan sebagai tindak lanjut pembahasan program dan target sektor ekonomi kreatif ke depan. Ekosistem ekonomi kreatif membutuhkan kolaborasi industri untuk mendorong inovasi produk yang berkelanjutan, menarik minat konsumen, dan sinergi saling melengkapi.

Pada salah satu jurnal oleh Gema Bangsawan (2023) mengatakan bahwa transformasi digital di Indonesia membawa peluang besar bagi pengembangan ekonomi kreatif, terutama melalui peningkatan akses teknologi dan platform digital yang memungkinkan inovasi, efisiensi produksi, dan pemasaran yang efektif. Kolaborasi antar bidang dapat menghasilkan ide-ide baru, menarik minat konsumen, pembuatan produk yang beragam serta pemecahan masalah yang inovatif untuk berbagai tantangan industri kreatif. Dalam sebuah daerah industri yang berbeda berkolaborasi untuk membuka pintu akses yang lebih lebar terhadap pengetahuan, pasar, , modal, dan teknologi. Sebagai contoh di desa Wajakkidul, Tulungagung terdapat home industry cobek, sebelum di adakannya inisiasi oleh kepala desa setempat dan masyarakat tentang kolaborasi dengan marketplace, seniman lokal, dan kerja sama antar home industry; penjualan cobek hanya terjadi dalam lingkup satu kabupaten saja dan orang-orang menganggap bahwa menggunakan cobek ribet masih lebih efisien menggunakan blender. Setelah di adakan inisiasi tentang pentingnya kolaborasi dengan e-comerce serta seniman lokal, dibuatkannya fasilitas penunjang seperti wisata lokal dengan mempromosikan cobek, desa Wajakkidul berubah menjadi desa sentra home industry cobek dan pemasaran meluas ke berbagai wilayah di Indonesia. Contoh lainnya seperti pelaksanaan JFC (Jember Fashion Carnival) yang melibatkan kolaborasi berbagai sektor seperti budaya, musik, fesyen, dan kesenian. Dampak secara langsung yang dirasakan yaitu peningkatan ekonomi kota jember, labeling kota fashion jember, dan adanya daya tarik wisatawan untuk berkunjung ke jember. Berdasarkan contoh tersebut menunjukkan kolaborasi dalam antar bidang memiliki tujuan sebagai pencipta produk yang awalnya monoton menjadi lebih kreatif dan menarik minat konsumen untuk mengonsumsi produk tersebut.

Kolaborasi ekosistem ekonomi kreatif tidak dapat terlepas dari faktor-faktor yang mempengaruhinya, antara lain:

  • Budaya kerja terbuka dan inklusif

Maksudnya dalam hal komunikasi terbuka antar bidang sehingga memudahkan berbagi ide dan umpan balik dengan tujuan dapat menghasilkan kreativitas dan inovasi yang lebih tinggi. Komunikasi tertutup akan menghambat proses kolaborasi antar bidang karena tidak adanya tukar balik ide yang memunculkan inovasi. Peran inklusif diperlukan agar semua pihak yang berkolaborasi dapat terlibat dan aktif dalam pelaksanaannya.

  • Dukungan kebijakan dan regulasi

Kebijakan dan aturan yang mendukung lingkungan dapat berpengaruh pada kerja sama dalam industri. Kebijakan untuk mendorong kerja sama, memberikan insentif, dan menghilangkan hambatan akan membantu keberhasilan kerja sama dalam dunia industri kreatif.

  • Memiliki Jaringan dengan Pemangku Kepentingan Eksternal

Adanya jaringan terhadap kepentingan eksternal, termasuk lembaga akademik, lembaga pemerintah, dan asosiasi industri, memainkan peran penting dalam mendorong inovasi dapat membentuk kolaborasi ekosistem ekonomi kreatif. Berkolaborasi dengan para akademisi memungkinkan perusahaan mendapatkan akses ke hasil penelitian, teknologi terbaru, dan sudut pandang baru dari mahasiswa dan peneliti. Bekerjasama dengan lembaga pemerintah dan asosiasi industri dapat memberikan kesempatan untuk mendapatkan dana, hibah, dan akses ke pasar baru

  • Kesesuaian Visi dan Tujuan

Visi dan tujuan sejalan dapat mempermudah kolaborasi antar pihak. Visi dan tujuan bersama menanamkan kolaborasi dan menciptakan sinergi antar pihak untuk mencapai hasil yang diinginkan. Ketika Visi dan misi yang berbeda dapat menjadi salah satu penyebab kegagalan kerja sama.

  • Budaya Kolaboratif dan Kepercayaan

Membangun kepercayaan dan budaya kolaboratif sangat penting untuk memastikan bahwa setiap pihak merasa dihargai dan memiliki komitmen yang sama. Ini juga mempengaruhi keberlanjutan kolaborasi.

Terlepas dari keunggulan kolaborasi untuk ekosistem ekonomi kreatif memiliki beberapa tantangan dan hambatan, seperti kendala hukum dan regulasi, perbedaan tujuan dan motivasi, ke tidak cocokkan keahlian dan keterampilan, masih kurangnya sumber daya manusia yang terampil, persaingan antar bisnis, kurangnya keefektifan dalam berkomunikasi, pemerintahan kurang mensupport kegiatan yang dilakukan, dan kurangnya fasilitas penunjang. Untuk mengatasi tantangan tersebut diperlukan perencanaan kolaborasi yang matang, berusaha membangun komunikasi yang terbuka, membangun kepercayaan antar pihak, dan berusaha tidak berburuk sangka antar pihak. Untuk meningkatkan peluang keberhasilan kolaborasi ekonomi kreatif maka diperlukannya pemahaman untuk mencegah kendala dalam berkolaborasi.

Kunci keberlanjutan ekosistem ekonomi kreatif terletak pada jalinan kolaborasi antar sektor terkait yang terdapat dalam suatu daerah. Ekosistem ekonomi kreatif membutuhkan kolaborasi industri untuk mendorong inovasi produk yang berkelanjutan, menarik minat konsumen, dan sinergi saling melengkapi. Selain peluang tersebut kolaborasi dalam ekosistem ekonomi kreatif memiliki beberapa hambatan untuk menjalin kolaborasi antar pihak. Namun hambatan tersebut bisa di cegah jika antar pihak dapat saling memahami satu sama lainnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun