Baru-baru ini, perhatian publik tertuju pada tindakan Wakil Presiden Indonesia, Gibran Rakabuming Raka, yang melaksanakan sholat di sebuah masjid dengan pengawalan ketat. Terlihat dalam cuplikan video tersebut, pengawalan disertai tindakan meminta beberapa jamaah pindah tempat demi memberi ruang bagi Gibran. Padahal, jamaah tersebut sudah lebih dahulu berada di tempat itu dan sedang khusyuk beribadah. Meskipun Paspampres membantah dan mengatakan bahwa itu bukan mengusir, tapi tetap saja hal itu tidak bisa dibenarkan. Sementara itu, pada tanggal 18 Oktober 2019 lalu, Presiden Turkiye, Recep Tayyip Erdogan, dalam kesempatan berbeda, terlihat melaksanakan sholat sunnah di shaf belakang tanpa meminta keistimewaan apapun. Pengawalnya pun tidak mengganggu hak jamaah lain di masjid tersebut. Kedua peristiwa ini menjadi bahan refleksi mendalam tentang adab beribadah dalam Islam serta tanggung jawab pemimpin sebagai teladan umat.
Masjid, dalam ajaran Islam, adalah tempat yang mencerminkan kesetaraan di antara jamaah. Setiap Muslim memiliki hak yang sama tanpa memandang status sosial atau jabatan. Rasulullah SAW bersabda, "Tidaklah manusia berkumpul dalam suatu majelis di masjid dari masjid-masjid Allah, mereka membaca kitabullah dan mempelajarinya bersama-sama, melainkan akan turun kepada mereka ketenangan, mereka diliputi rahmat, dan dikelilingi malaikat serta Allah menyebut-nyebut mereka di hadapan makhluk yang ada di sisi-Nya." (HR. Muslim, no. 2699). Dalam konteks ini, tindakan menggeser jamaah yang sudah lebih dahulu berada di masjid untuk memberi ruang bagi pejabat bertentangan dengan fungsi masjid sebagai tempat ibadah yang damai dan setara.
Lebih jauh lagi, Rasulullah SAW secara tegas melarang seseorang mengambil tempat jamaah lain di masjid. Beliau bersabda, "Janganlah seseorang membuat orang lain berdiri dari tempat duduknya lalu ia duduk di tempat tersebut, tetapi hendaklah kalian melapangkan dan memberikan kelonggaran." (HR. Bukhari, no. 911; dan Muslim, no. 2177). Hadis ini menekankan pentingnya menghormati hak jamaah yang sudah lebih dahulu hadir. Dalam situasi di mana seorang pejabat datang terlambat, idealnya ia tetap menghormati posisi jamaah lainnya dan tidak meminta keistimewaan.
Presiden Erdogan memberikan contoh nyata bagaimana seorang pemimpin Muslim dapat menjaga adab beribadah di masjid. Para pengawalnya pun tidak mengganggu jamaah lain, meskipun keamanan tetap terjaga. Sikap ini sejalan dengan teladan Rasulullah SAW, yang tidak pernah meminta keistimewaan dalam posisi sholat. Rasulullah SAW bersabda, "Sebaik-baik shaf laki-laki adalah shaf pertama, dan seburuk-buruknya adalah shaf terakhir." (HR. Muslim, no. 440). Namun, hadis ini tidak membenarkan seseorang mengusir jamaah lain demi mengambil tempat di shaf pertama, melainkan mendorong jamaah untuk datang lebih awal demi mendapatkan posisi yang utama.
Sebagai pemimpin, Erdogan menunjukkan kerendahan hati yang sesuai dengan nilai-nilai Islam. Ia memprioritaskan adab beribadah di masjid dan memberikan contoh bahwa seorang pemimpin tidak harus menonjol secara fisik di depan, tetapi cukup memberikan teladan dengan sikapnya. Sikap ini sesuai dengan kaidah fiqih yang menyatakan, "Kemudaratan tidak boleh dihilangkan dengan kemudaratan lainnya." Dengan demikian, menjaga keamanan pejabat tidak boleh dilakukan dengan cara yang mengorbankan hak jamaah lainnya.
Melalui perbandingan ini, jelas bahwa tindakan sederhana, seperti memilih shaf belakang atau tidak meminta tempat khusus di masjid, dapat menyampaikan pesan moral yang besar. Pemimpin Muslim yang menghormati adab beribadah di masjid tidak hanya menjaga kehormatan agama tetapi juga menunjukkan kedisiplinan dan kesetaraan di hadapan Allah SWT. Rasulullah SAW sebagai pemimpin umat menjadi teladan terbaik dalam hal ini. Beliau selalu menunjukkan sikap rendah hati di mana pun dan kapan pun. Sebagai seorang Muslim, setiap individu, baik rakyat biasa maupun pejabat tinggi, dituntut untuk menjaga keharmonisan di tempat ibadah.
Semoga peristiwa ini menjadi pelajaran penting bagi para pemimpin Muslim, termasuk di Indonesia, untuk senantiasa menjaga adab beribadah dan menempatkan nilai-nilai kesetaraan serta kerendahan hati di atas segala kepentingan lainnya. Dengan demikian, para pemimpin dapat menjadi teladan sejati yang membawa maslahat bagi umat dan menjaga kehormatan agama Islam.
Referensi
1. Hadis Riwayat Muslim, no. 2699..
2. Hadis Riwayat Bukhari, no. 911; dan Muslim, no. 2177.
3. Hadis Riwayat Muslim, no. 440.